26 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

KPK Dianggap Langgar Aturan

Polri Minta Bantuan Pakar Hukum Tata Negara

JAKARTA-Polemik status penyidik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mabes Polri terus berlanjut. Kemarin, Jumat (12/10), Divisi Hukum Mabes Polri meminta bantuan pakar hukum tata negara untuk mencari solusi.
Hasilnya, KPK dianggap telah melanggar aturan karena mengangkat penyidik Polri aktif menjadi penyidik tetap di lembaga yang dipimpin Abraham Samad itu. Padahal, mereka belum mengajukan permohonan mundur.
“KPK melanggar (karena) telah mengubah status orang lain (anggota Polri) tanpa pengetahuan instansi Polri. Jelas salah itu, tidak sah,”kata pakar hukum Dr Margarito Kamis SH “usai diskusi di Mabes Polri Jumat (12/10).

Pakar dari Makassar itu juga menjelaskan, untuk alih status bisa saja dilakukan oleh KPK. Namun, dalam menetapkan atau pengangkat anggota Polri sebagai pegawai tetap di KPK, harus ada kesepakatan kedua belah pihak, Polri-KPK. “Kalau ada kesepakatan dari dua belah pihak, ya itu tidak melanggar. Patuhi peraturan yang ada,” jelas Margarito.

Dia mengimbau baik Polri dan KPK harus mengacu kepada UU untuk menyelesaikan kemelut yang ada. Mulai dari soal status penyidik hingga penanganan kasus korupsi proyek pengadaan Simulator SIM. “Kita ingin berjalan sesuai dengan aturan dan tidak melanggar hukum yang berlaku. Dua institusi ini sama sama dibutuhkan rakyat,” ujar Margarito.

Soal alih status ini, KPK merujuk pada Pasal 7 PP 63/2005 tentang Sumber Daya Manusia di KPK, yang merupakan turunan UU KPK. Alih status menjadi pegawai tetap KPK ini tidak hanya terbuka untuk penyidik kepolisian melainkan juga pegawai di KPK yang berasal dari instansi lain, seperti dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Kementerian Keuangan.

Pegawai yang sudah bertugas di lembaga anti suap itu selama delapan tahun berhak memilih apakah akan kembali ke instansi awalnya atau menjadi pegawai tetap KPK.

Sementara dalam UU Kepolisian, alih status hanya diperbolehkan untuk pegawai golongan satu dan dua serta jabatan struktural. Sedangkan jabatan fungsional, seperti penyidik, tidak dibolehkan melakukan alih status.
Di tempat yang sama, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen Pol Boy Rafli Amar menjelaskan soal status penyidik itu masih dibahas di Divisi Hukum Mabes Polri. “Hari ini (kemarin) kita memang meminta pertimbangan ahli hukum,” katanya.
Boy menjelaskan status itu akan dibahas secara serius dan melibatkan lembaga negara yang lain. “Ini nanti teknisnya menunggu hasil dari Divisi Hukum,”katanya.

Saat ini Bareskrim, KPK, dan Kejaksaan Agung sudah melakukan koordinasi untuk proses penyerahan kasus simulator SIM. Namun, baru Senin 15 Oktober 2012 mendatang gelar perkara itu baru dilakukan.
“Ekspose perkara, perkembangan harusnya minggu ini, tapi KPK tidak bisa dan akan dilakukan Senin mendatang untuk ekspos pukul 10.00 WIB,” kata mantan Kapolres Pasuruan Jawa Timur itu.
Boy menambahkan, akan dilakukan penelitian barang bukti dan membicarakan masa tahanan tersangka kasus ini. “Saat ini (tersangka) masih di Rutan Brimob dan Bareskrim. Penyerahan akan dilakukan setelah ekspos dan penelitian barang bukti,” katanya.

Lima tersangka yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri adalah Wakorlantas Polri Didik Purnomo, Bendahara Korlantas Polri Kompol Legimo, Ketua Pengadaan AKBP Teddy Rusmawan dan dua pengusaha Sukotjo Bambang dan Budi Susanto.

Dari lima itu, tiga tersangka akan diserahkan ke KPK, yaitu Didik Purnomo, Budi Susanto dan Sukotjo Bambang. “Mekanismenya nanti di Senin itu kita bahas,”katanya. (rdl/jpnn)

Polri Minta Bantuan Pakar Hukum Tata Negara

JAKARTA-Polemik status penyidik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mabes Polri terus berlanjut. Kemarin, Jumat (12/10), Divisi Hukum Mabes Polri meminta bantuan pakar hukum tata negara untuk mencari solusi.
Hasilnya, KPK dianggap telah melanggar aturan karena mengangkat penyidik Polri aktif menjadi penyidik tetap di lembaga yang dipimpin Abraham Samad itu. Padahal, mereka belum mengajukan permohonan mundur.
“KPK melanggar (karena) telah mengubah status orang lain (anggota Polri) tanpa pengetahuan instansi Polri. Jelas salah itu, tidak sah,”kata pakar hukum Dr Margarito Kamis SH “usai diskusi di Mabes Polri Jumat (12/10).

Pakar dari Makassar itu juga menjelaskan, untuk alih status bisa saja dilakukan oleh KPK. Namun, dalam menetapkan atau pengangkat anggota Polri sebagai pegawai tetap di KPK, harus ada kesepakatan kedua belah pihak, Polri-KPK. “Kalau ada kesepakatan dari dua belah pihak, ya itu tidak melanggar. Patuhi peraturan yang ada,” jelas Margarito.

Dia mengimbau baik Polri dan KPK harus mengacu kepada UU untuk menyelesaikan kemelut yang ada. Mulai dari soal status penyidik hingga penanganan kasus korupsi proyek pengadaan Simulator SIM. “Kita ingin berjalan sesuai dengan aturan dan tidak melanggar hukum yang berlaku. Dua institusi ini sama sama dibutuhkan rakyat,” ujar Margarito.

Soal alih status ini, KPK merujuk pada Pasal 7 PP 63/2005 tentang Sumber Daya Manusia di KPK, yang merupakan turunan UU KPK. Alih status menjadi pegawai tetap KPK ini tidak hanya terbuka untuk penyidik kepolisian melainkan juga pegawai di KPK yang berasal dari instansi lain, seperti dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Kementerian Keuangan.

Pegawai yang sudah bertugas di lembaga anti suap itu selama delapan tahun berhak memilih apakah akan kembali ke instansi awalnya atau menjadi pegawai tetap KPK.

Sementara dalam UU Kepolisian, alih status hanya diperbolehkan untuk pegawai golongan satu dan dua serta jabatan struktural. Sedangkan jabatan fungsional, seperti penyidik, tidak dibolehkan melakukan alih status.
Di tempat yang sama, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen Pol Boy Rafli Amar menjelaskan soal status penyidik itu masih dibahas di Divisi Hukum Mabes Polri. “Hari ini (kemarin) kita memang meminta pertimbangan ahli hukum,” katanya.
Boy menjelaskan status itu akan dibahas secara serius dan melibatkan lembaga negara yang lain. “Ini nanti teknisnya menunggu hasil dari Divisi Hukum,”katanya.

Saat ini Bareskrim, KPK, dan Kejaksaan Agung sudah melakukan koordinasi untuk proses penyerahan kasus simulator SIM. Namun, baru Senin 15 Oktober 2012 mendatang gelar perkara itu baru dilakukan.
“Ekspose perkara, perkembangan harusnya minggu ini, tapi KPK tidak bisa dan akan dilakukan Senin mendatang untuk ekspos pukul 10.00 WIB,” kata mantan Kapolres Pasuruan Jawa Timur itu.
Boy menambahkan, akan dilakukan penelitian barang bukti dan membicarakan masa tahanan tersangka kasus ini. “Saat ini (tersangka) masih di Rutan Brimob dan Bareskrim. Penyerahan akan dilakukan setelah ekspos dan penelitian barang bukti,” katanya.

Lima tersangka yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri adalah Wakorlantas Polri Didik Purnomo, Bendahara Korlantas Polri Kompol Legimo, Ketua Pengadaan AKBP Teddy Rusmawan dan dua pengusaha Sukotjo Bambang dan Budi Susanto.

Dari lima itu, tiga tersangka akan diserahkan ke KPK, yaitu Didik Purnomo, Budi Susanto dan Sukotjo Bambang. “Mekanismenya nanti di Senin itu kita bahas,”katanya. (rdl/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/