SUMUTPOS.CO- Pencemaran udara akibat kabut asap kebakaran hutan dan lahan di Kepulauan Riau dinilai sudah mencapai tingkat “sangat tidak sehat” dan warga pun mengeluh mata perih dan sulit bernafas.
Situasi kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan sendiri di Riau oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) disebut sebagai “berbahaya”.
Seorang warga Pekanbaru, Winda Gusnita, mengatakan kondisi sangat tidak nyaman bagi masyarakat.
“Kalau keluar rumah langsung terasa mata perih dan sesak karena asap, udara juga panas,” kata Winda kepada Pinta Karana dari BBC Indonesia.
Aktivitas perkantoran dan pendidikan masih berjalan seperti biasa namun Winda mengatakan ia yakin jika situasi tidak berubah, maka sekolah akan diliburkan.
“Jangankan untuk anak-anak, kami saja yang orang dewasa tersiksa dengan asap. Ini sangat mengganggu juga untuk pendidikan anak-anak kami,” tambahnya.
Beberapa waktu lalu, mahasiswa dan pelajar di Pekanbaru melaksanakan unjuk rasa menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk langsung turun tangan menangani kabut asap yang menyelimuti wilayah Riau dan sekitarnya.
‘Sangat tidak sehat’
Kondisi asap di Sumatra masih tetap tinggi, terutama di Riau dan Sumatra Selatan di mana konsentrasi asap tampak makin pekat, menurut pengamatan BNPB.
“Berdasarkan pantauan satelit Terra dan Aqua pada 12 Oktober ada 153 titik api di Sumatra Selatan dan hotspot di Riau cukup banyak. Jarak pandang di Pekanbaru kini hanya 500 meter, di Rengat bahkan hanya 50 meter saja,” kata juru bicara BNPB Sutopo Purwo Nugroho.
“Standar pencemaran udara tidak sehat di Pekanbaru dan kondisi udara sudah masuk tahap berbahaya sehingga perlu dilakukan penanganan yang lebih serius dan segera,” kata Sutopo lagi.
Upaya darurat berupa penyemaian bibit hujan buatan belum dapat dilakukan karena BNPB masih menunggu pinjaman pesawat Hercules milik TNI-AU.
“Sementara pesawat Hercules yang biasa digunakan untuk hujan buatan ditarik TNI-AU untuk keperluan acara ulang tahun TNI,” kata Sutopo.
BNPB memperkirakan kabut asap masih akan berlangsung hingga bulan November.
Masalah kebakaran hutan dan lahan terus berulang di Indonesia.
Kelompok pegiat pelestarian lingkungan Walhi berulang kali mengkritik sektor penegakan hukum terhadap industri dan individu pelaku pembakaran yang dinilai tidak tegas dan tidak jelas.
Di regional, bencana yang rutin terjadi setiap tahun ini juga tidak menguntungkan posisi Indonesia karena dampak kabut asap sering kali dirasakan hingga ke Singapura dan Malaysia.
September lalu, Indonesia akhirnya meratifikasi rencana kawasan ASEAN untuk mengatasi kabut asap dan salah satu kesepakatan dalam ratifikasi mewajibkan pemerintah Indonesia untuk lebih berusaha menghentikan pembersihan hutan dengan menggunakan cara tebang dan bakar.
Pemerintah juga diharuskan memperkuat kebijakan kebakaran hutan dan asap, aktif terlibat dalam proses pengambilan keputusan kawasan mengenai masalah ini dan meningkatkan sumber daya untuk mengatasi masalah di dalam negeri dan kawasan.
Dari Pekanbaru, Winda Gusnita menitipkan pesan kepada pemerintah.
“Tolong segera atasi masalah kabut asap yang mengganggu warga setiap tahun, kenapa pemerintah sepertinya lemah sekali dalam penegakan hukum karena ini terjadi lagi dan lagi,” katanya. (BBC)