JAKARTA- Rancangan Undang-undang Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas) ditargetkan bisa disahkan menjadi UU dalam waktu dekat ini. Pro kontra terus berkembang. Tapi, siapa yang tahu kalau Sumatera Utara (Sumut) ternyata menjadi pemilik ormas terbanyak di Indonesia?
Saat ini jumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) yang ada di wilayah Sumut mencapai 5000 ormas. Jumlah ini merupakan terbanyak di seluruh Indonesia. “Ormas di Sumut banyak, terbanyak di Indonesia, mencapai 5 ribu ormas,” ujar Kasubdit Ormas Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (kesbangpol) Kemendagri, Bahtiar, kepada koran ini di kantornya, kemarin (13/4).
Untuk di wilayah DKI Jakarta, yang menempati urutan kedua terbanyak, jumlahnya hanya mencapai 1500 ormas. Seluruh Indonesia, jumlahnya mencapai sekitar 67 ribu ormas.
Jumlah itu pun merupakan data ormas yang mendaftarkan keberadaannya di pemerintah. Diperkirakan jumlah ormas di Sumut lebih dari 5000 karena diduga banyak juga yang tidak mendaftarkan diri sehingga tidak tercatat.
Di tempat yang sama, Direktur Seni, Budaya, Agama, dan Kemasyarakatan Ditjen Kesbangpol Kemendagri, Budi Prasetyo, menjelaskan, pembahasan RUU ormas yang cukup lama dan alot, sudah mencapai klimaksnya pada Jumat (8/3) malam pukul 11.00 Wib di Cikopo, Jabar.
“Pembahasan di tingkat panja sudah selesai dan masuk ke Tim Perumus yang akan mulai pembahasan pada 14 Maret 2013,” ujar Budi.
Pembahasan mengenai hal yang krusial sudah berhasil disepakati pemerintah dan DPR, dengan mengakomodasi situasi yang berkembang. Soal sanksi, kata Budi, secara keseluruhan sudah klir. Hanya saja, soal ketentuan sanksi penghentian sementara kegiatan ormas yang melanggar aturan, masih ada satu anggota Panja yang memberi catatan.
Satu anggota Panja dari Fraksi PKS minta agar proses penghentian sementara tidak subyektif, maka wajib dikoordinasikan dengan aparat penegak hukum. “Tapi secara umum, delapan fraksi sudah tidak masalah,” ujar Budi.
Apakah tidak divoting jika ada satu anggota yang belum setuju? Kalau voting kan sudah beres? “Sudah ada kesepakatan pemerintah dan DPR, tak perlu ada voting dalam pembahasan RUU ormas,” jawabnya.
Diharapkan, sebelum 12 April, sebelum masuk reses, RUU Ormas ini sudah disahkan menjadi UU di paripurna DPR.
Yang Terdaftar Hanya 1.700
Di sisi lain, Kepala Badan Kesbangpol Linmas Sumut, Eddy Sofyan menyatakan jumlah ormas, LSM, yayasan dan lainnya yang terdaftar secara resmi di pemprovsu ada sekitar 1700-an organisasi. Dan jumlah itu belum termasuk dengan jumlah ormas yang terdaftar dalam Kementrian Hukum dan HAM.
“Kalau di kemenkumham, saya tidak tahu berapa jumlah nya. Tetapi kalau yang di Sumut, berkisar 1700-an ormas,” ujarnya saat dihubungi via telepon, tadi malam.
Dijelaskannya, jumlah ormas ini terus bertambah dari berbagai kalangan masyarakat. Karena itu, untuk melakukan penertiban tersebut, salah satu yang dilakukan pendataan terhadap ormas tersebut. “Persyaratan untuk menjadi sebuah perkumpulan ini sudah diperketat, salah satunya harus memiliki cabang setengah dari jumlah kabupaten/kota di provinsi. Nah, bila ingin tercatat di Sumut, minimal dia harus ada perwakilan di 17 kabupaten kota,” tambahnya.
Dana untuk Ormas Rp2,25 M
Eddy menjelaskan, dahulunya para ormas ini memiliki dana dukungan dari APBD, berupa uang tunai sebesar kuota yang diberikan. Tetapi, sejak keluar keputusan dari Direktorat Jenderal Kesbangpol, anggaran untuk perkumpulan tidak lagi berupa uang tunai.
Melainkan program kerja sama yang berbentuk paket yang nilanya mencapai Rp2,25 miliar. “Tahun ini kita sediakan 75 paket. 1 paket bernilai Rp30 juta. Nah, uangnya tidak diberikan secara tunai, melainkan di trasfer setelah bukti acara sesuai dengan proposal yang ditunjukkan,” ungkapnya.
Anggaran yang telah berbentuk paket ini, telah berlaku sejak September 2012 yang lalu. “Dengan jumlah perkumpulan yang sebanyak itu, dan paket yang tersedia ini terus menurun, persaingan untuk mendapatkan paket itu termasuk berat. Jadi, seleksinya benar-benar harus kita perketat,” lanjutnya.
Sementara itu, Pengamat Politik dari USU, Agus Suryadi menyatakan kehadiran ormas ini di tengah masyarakat menjadi penyeimbang. Dimana, pekerjaan pemerintah diawasi oleh perkumpulan tersebut. Dan bagi masyarakat, ormas dapat dijadikan sebagai wadah untuk menyampaikan aspirasinya.
Tetapi, walaupun begitu, ada sisi negatifnya bila ormas ini tidak diperhatikan. Salah satunya, akan timbul konflik, karena ormas dijadikan sebagai alat untuk kepentingan. “Atau, bila tidak diperhatikan, yang ada ormas ini terutama kepemudaan akan menjadi alat untuk melegalisasikan keberadaan premanisme,” ujarnya.
Bila pemerintah peka, maka ormas ini bisa menjadi Modal Sosial Dasar Data, dimana perkumpulan dapat dijadikan dasar untuk pertumbuhan.
Diakuinya, tren pertumbuhan ormas saat ini bukan hanya untuk menjadi alat penyeimbang, tetapi juga untuk kepentingan. “Kalau untuk membedakan visi misi dari ormas ini, pantau saja masa hidupnya.
Kalau cepat tumbuh dan berkembang, setelah itu menghilang, ada kemungkinan ormas tersebut berdiri karena faktor kepentingan. Tetapi, bila suatu ormas mampu bertahan, ada kemungkinan visi misinya untuk memajukan masyarakat,” paparnya. (sam/ram)