Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) memberi resep khusus kepada seluruh kandidat gubsu. Mereka benar-benar turun ke bawah dan tak sekadar memberi janji-janji muluk kepada rakyat. Saran boleh saja spesial, tapi koleganya dari PDIP Effendi Simbolon mengaku tak mampu mengikuti gaya Jokowi.
“SAYA kira yang penting itu calon pemimpin harus mau mendengar keinginan masyarakat. Jangan buru-buru sampaikan visi-misi, tapi harus mampu mendengar terlebih dahulu, biar nyambung,” ujarnya.
Langkah ini menurutnya sangat penting, agar antara visi-misi calon dan keinginan masyarakat jangan sampai bertolak belakang. Namun sayangnya, kesederhanaan Jokowi, belum mampu diikuti Effendi Simbolon.
Sebagai contoh saat hendak bertemu Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri di sekretariat DPP Jalan Lenteng Agung, Jakarta, Selasa (11/12) petang. Jokowi hanya mengendarai mobil kijang dan langsung turun di pinggir jalan. Dengan polosnya ia juga kemudian berjalan kaki memasuki pekarangan depan sembari tidak lupa meladeni pertanyaan wartawan yang mengerubungi.
Sementara Effendi, hadir dengan kendaraan mewahnya, mobil berjenis Alphard dengan dikawal voorijder. Namun tentu Effendi dan Jokowi tidaklah sama. Effendi sendiri menyadari betul hal tersebut. “Kita tentunya bersinergi dengan gaya Jokowi, tapi susah. Sepertinya ada kepalsuan. Saya sudah coba turun ke pasar, bahkan sampai diciumi ibu-ibu. Untung yang mencium saya, itu saudara saya,” katanya.
Perbedaan lain, kalau Jokowi meluncurkan kartu sehat setelah melihat banyaknya warga DKI yang membutuhkan, Effendi malah belum mampu menjawab pertanyaan wartawan, berapa sebenarnya jumlah penduduk miskin di Sumut. Ia hanya memaparkan dalam visi-misinya mengupayakan masyarakat bisa menikmati pendidikan dan kesehatan murah dan terjangkau.
“Dalam pemahaman ke depan, kita tingkatkan harkat martabat. Karena secara undang-undang biaya pendidikan juga sudah dianggarkan cukup besar. Jadi akan kita lihat dulu seperti apa kemampuan APBD Sumut,” katanya.
Effendi berkilah dengan membandingkan APBD Sumut yang hanya sekitar Rp8 triliun, dengan APBD DKI Jakarta yang mencapai Rp46 triliun lebih. “Itu kan jauh sekali. Kalau di Jakarta, besarnya anggaran itu bisa dengan cepat bangun jalan, tapi kalau di sana mau ke airpor saja kita sudah hadapi crowded,” katanya yang mengaku sesuai perintah Megawati harus dua periode berada di Sumut untuk menghasilkan pembangunan yang diharapkan masyarakat
Kendati begitu PDIP tetap menaruh harapan besar pasangan Effendi-Djumiran dapat memenangi Pilgubsu kali ini. Hanya sayangnya, lagi-lagi mereka belum bisa menjawab daerah mana saja dari 33 kabupaten/kota di Sumut yang menjadi kantong-kantong suara PDIP nantinya.
“Ditanya kantong suara, sepertinya Mas Hasto yang bisa menjawabnya sebagai tim pemenangan,” katanya.
Wakil Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, juga tak menjawab lugas pertanyaan tersebut. “Strateginya rahasia. Kami akan coba yang terbaik. Apaagi ada lima pasangan calon. Jadi ini pertarungan mesin parpol,’’ katanya. (gir)