Nur Iman, Korban Salah Sasaran yang Tewas saat Baku Tembak Densus 88 dan Teroris
Baku tembak antara Densus 88 dan dua orang yang terduga teroris dini hari kemarin memakan korban warga sipil. Nur Iman, yang sehari-hari berjualan hik (makanan khas Solo), tewas dalam baku tembak itu. Benarkah dia hanya korban salah sasaran? Bagaimana kesaksian warga di tempat kejadian?
FERI ARDI SUSANTO, Solo
TAK sulit mencari rumah Nur Iman. Lokasinya tak jauh dari TKP (tempat kejadian perkara) baku tembak antara tim Densus 88 dan terduga teroris. Yakni, di Kampung Dukuh, Desa Sanggrahan, Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Menuju rumah Nur harus melewati gang sempit yang hanya cukup dilalui satu motor. Rumah itu sangat sederhana, kira-kira berukuran 8×10 meter. Di depan rumah tampak gerobak hik bercat biru yang biasa digunakan Nur untuk berjualan. Menurut Muhono, 42, kakak ipar Nur, setiap hari adiknya berjualan hik mulai pukul 17.00.
Ketika Radar Solo (Group Sumut Pos) datang kemarin siang, rumah Nur tak berpenghuni. Di dalam rumah tampak beberapa perabot, seperti kulkas, sebuah televisi, dan seperangkat kursi tamu. Istri dan dua anak Nur tak berada di rumah. Menurut warga, mereka dibawa polisi setelah baku tembak reda.
Nur menikah dengan Waliyem, 37. Mereka dikaruniai dua anak, Rizky, 9, dan Ririn, 3. Menurut Muhono, sebelum berjualan hik, Nur bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik tekstil di Sukoharjo. Selain berjualan hik, Nur bekerja secara serabutan di siang hari. Pekerjaan itu ditekuni pria asal Desa Besole, Kecamatan Wonosari, Klaten, tersebut sejak enam tahun lalu.
“Kalau siang biasanya kerja serabutan. Kadang buruh tukang bangunan, kadang juga ikut tetangga menjual besi rongsokan,” terang Muhono kepada Radar Solo.
Selain dengan istri dan dua buah hatinya, Nur tinggal bersama ibu mertuanya, Ny Harso Mulyono. Bagi keluarga dan warga masyarakat sekitar, Nur dikenal berperilaku baik, rajin, dan aktif dalam kegiatan masyarakat. Karena jiwa sosialnya yang cukup tinggi, dia dipercaya menjadi salah satu pengurus di RT setempat untuk mengurusi bidang penerangan dan perlengkapan.
Tanggung jawab Nur terhadap jabatan ini juga cukup tinggi. Muhono menyebut, setiap kali ada lampu penerangan jalan yang mati di sekitar RT-nya Nur langsung menggantinya. Inilah yang membuat para tetangga begitu kehilangan setelah Nur tewas dalam baku tembak tersebut.
Meski Nur disebut korban salah sasaran, kemarin sempat muncul selentingan kabar bahwa dia dianggap terlibat dalam jaringan organisasi Islam radikal. Terhadap kabar itu, keluarga dan sejumlah warga yang mengenalnya membantah keras.
“Dia (Nur) hanya korban salah sasaran. Nggak mungkin dia terlibat teroris,” kata Tarso Wiyono, 80, paman Nur, kepada Radar Solo.
Pernyataan tersebut dikuatkan salah seorang perempuan yang mengaku pernah mengontrak rumah selama beberapa tahun di sebelah rumah Nur. Menurut wanita warga Telukan, Grogol, Sukoharjo, yang namanya enggan dikorankan itu, Nur tidak pernah terlibat aksi terorisme. “Aku ngerti Nur suwe (saya tahu Nur lama). Wong neng mesjid wae ratau, opo meneh melu organisasi teroris sing koyo ngono. Aku sing dudu apa-apane ratrimo nek Nur dicap teroris (Wong ke masjid saja tak pernah, apalagi ikut organisasi teroris seperti itu. Saya yang bukan apa-apanya tidak terima kalau Nur dicap teroris),” beber wanita tersebut.
Aksi baku tembak antara Densus 88 dan teroris dini hari kemarin membuat warga di Kampung Dukuh, RT 2/RW III, Desa Sanggrahan, Kecamatan Grogol, mendadak gempar. Rentetan tembakan terdengar beberapa kali di kawasan tersebut. Sriyono, perangkat Desa Sanggrahan, yang rumahnya hanya berjarak 50 meter dari TKP, sontak bangun dari tidur nyenyaknya saat baku tembak terjadi. Merasa ada sesuatu yang janggal, dia memberanikan diri untuk keluar rumah. Setelah keluar, dia dihampiri dua anggota Densus 88 dari arah selatan yang mengendarai sepeda motor. Aparat Densus itu menyuruhnya masuk rumah kembali.
Setelah situasi dirasa aman, Sriyono beserta belasan tetangganya mulai keluar rumah untuk mengecek situasi sekitar. Sasarannya gerobak hik Nur Iman yang berjarak hanya beberapa meter sebelah selatan TKP. Setelah sampai di lokasi, Sriyono beserta warga lain tidak menemukan sosok Nur. Mereka hanya mendapati gerobak hik yang sudah berlumur darah. Ketika Nur dicari di rumahnya, justru rumah tersebut kosong melompong dan tidak ada penghuninya.
“Kami bahkan belum mengetahui kondisi Nur dan keluarga yang kabarnya dibawa oleh Densus 88, entah ke mana,” kata Sriyono.
Untuk mencari kejelasan nasib Nur dan keluarganya, kerabat dekat maupun perangkat desa mendatangi Mapolsek Grogol untuk meminta kejelasan polisi. “Pagi tadi (kemarin) setelah kejadian, kami mendatangi Polsek Grogol untuk minta kejelasan terkait dengan keadaan Nur dan keluarganya. Kami tidak terima Nur dan kampung kami dianggap sarang teroris. Kalau memang Nur dianggap teroris, seharusnya ada bukti. Kalau tidak, mengapa bisa jadi korban salah sasaran?” kata Sriyono.(jpnn/nan/c2/kum)