25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Rencanakan Serang Polri

Tiga Tewas Baku Tembak di Sukoharjo

SUKOHARJO-Polisi menggerebek terduga teroris di Kampung Dukuh, Desa Sanggrahan, Grogol, Sukoharjo, Sabtu (14/5) dini hari. Tiga orang tewas setelah terjadi baku tembak. 2 orang terduga teroris dan 1 orang pedagang. 2 orang terduga teroris, Sigit Qurdowi dan Hendro. Sedangkan korban warga sipil, Nur Iman, yang sehari-hari berjualan hik (makanan khas Solo).

Menurut polisi, keduanya melakukan perlawanan dengan melepaskan tembakan saat hendak ditangkap. Sigit yang menjadi Amir Tim Hisbah diduga kuat tengah merencanakan penyerangan kepada pihak kepolisiann
“Mereka merencanakan pembalasan terhadap Polri pada bulan Mei 2011,” kata Kabag Penum Mabes Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar dalam siaran pers, Sabtu (14/5).

Tim Densus 88 menembak mati keduanya dalam penggerebekan di Jalan Pelajar Pejuang, Cemani Sukoharjo, sekitar pukul 01.15 WIB. Keduanya ditengarai terlibat sejumlah aksi teror. “Catatan keterlibatan 2 orang pelaku tersebut merupakan DPO bom gereja dan Mapolsek Pasar Kliwon pada bulan Desember 2010 dan juga terlibat jaringan terorisme di Cirebon,” terang Boy.

Polisi menyita sejumlah barang bukti dari 2 pelaku yang tewas itu. 2 Pucuk senjata api FN, 1 pucuk senjata api Baretta, 1 buah granat manggis, dan sekitar 100 butir peluru senjata api FN.

Kadiv Humas Polda Metro Jaya, Brigjen Polisi Anton Bahrul Alam dalam keterangan pers di Mabes Polri menambahkan, keduanya juga ditengarai berkaitan dengan 4 orang tersangka lain yang sebelumnya ditangkap di Solo yaitu Edi Tri Wiyanto, Hari Budiarto, Ari Budi Santoso dan Arifin Nur Haryono.

“Jadi sekitar pukul 01.00 dua orang pelaku Sigit Qurdowi dan pengawalnya Hendro berboncengan sepeda motor keluar dari rumah daerah Cemani, Sukoharjo. Kedua pelaku ini melihat dua anggota kepolisian,” tutur Anton mengisahkan peristiwa baku tembak polisi dengan Sigit dan Hendro.

Kedua pria itu lalu menyerang anggota polisi menggunakan senjata api yang langsung dibalas polisi. Nur Iman, pedagang angkringan di lokasi kejadian, tewas terkena peluru nyasar.

“Ketika terdengar suara tembakan, masyarakat lalu keluar dan menonton peristiwa tersebut. Sigit Qurdowi yang menyerang anggota kepolisian dengan menembak membabi buta sehingga mengenai Nur Iman,” jelas Anton.
Setelah melumpuhkan keduanya, pihak kepolisian menggeledah rumah Sigit dan Hendro. Dari rumah itu, polisi mengamankan barang bukti berupa 3 pucuk pistol, 1 granat manggis yang masih aktif dan 100 butir amunisi campuran untuk senjata api pendek.

Tiga mayat korban baku tembak dalam penyergapan Densus 88 Antiteror Mabes Polri dan Polda Jateng di Cemani, Sukoharjo, kemarin (14/5) diotopsi di RS Bhayangkara. Tiga jenazah tersebut diangkut dengan menggunakan ambulans yang berbeda. Dua jenazah yang diduga jaringan teroris diangkut dengan menggunakan satu ambulans dan satu korban tewas salah sasaran tembak (Nur Iman) dibawa dengan menggunakan ambulans yang berbeda.
Jenazah tiba di RS Bhayangkara kemarin sekitar pukul 12.30 dengan iring-iringan ambulans milik DVI Dokpol RS Bhayangkara Jogjakarta. Tiga mayat itu langsung diotopsi petugas DVI RS Bhayangkara Semarang. Otopsi di RS Bhayangkara dijaga ketat polisi bersenjata lengkap. Wartawan tidak diperbolehkan masuk ke rumah sakit. Setelah menjalani otopsi, tiga mayat itu dilarikan ke rumah duka di Klaten dan Sukoharjo.

Menurut Kabid Humas Polda Jateng, Kombespol Djihartono, otopsi tersebut sengaja dilakukan di Semarang untuk mempermudah koordinasi dengan keluarga Nur Iman maupun dua terduga teroris lainnya. Selain itu, lokasi tewasnya para korban berada di Jawa Tengah.

“Untuk mempermudah koordinasi saja, lagi pula TKP-nya kan ada di Jawa Tengah,” ujar Djihartono kemarin.
Disinggung soal tertembaknya Nur Iman yang diduga salah sasaran, Djihartono memastikan bahwa Nur Iman tertembak bukan oleh peluru anggota kepolisian, melainkan senjata yang ditembakkan para teroris yang disergap.
Sebab, saat disergap, para pelaku terduga teroris tersebut melawan dengan cara menembakkan senjata ke arah petugas secara membabi buta. “Saat para pelaku menembakkan senjatanya ke arah petugas, satu peluru mengenai korban Nur Iman ini dan peluru tersebut mengenai dadanya,” tambah Djihartono.

Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Edward Aritonang kemarin langsung menggelar jumpa pers soal kematian warga sipil Nur Iman dalam insiden baku tembak antara Densus 88 dan terduga teroris. Dia menegaskan, Iman tewas karena terkena peluru yang ditembakkan secara membabi buta oleh pelaku.

“Peluru yang mengenai Nur Iman, pedagang angkringan, berasal dari tembakan yang dilepaskan oleh tersangka dengan membabi buta. Tidak berasal dari petugas kepolisian,” kata Edward. “Untuk membuktikannya, akan diperiksa secara scientific crime identification melalui pemeriksaan lab (laboratorium, Red) dan sidik jari,” tambahnya.
Kapolda mengatakan, kecil kemungkinan peluru tersebut berasal dari senapan petugas. Sebab, tim Densus 88 dan Polda Jawa Tengah (Jateng) baru melepaskan tembakan setelah ada warga sipil yang terjatuh.

“Dua tersangka yang merasa terdesak langsung mengeluarkan tembakan membabi buta. Ada warga yang keluar untuk melihat dan terkena tembakan. Setelah tahu ada yang jatuh, pemimpin penangkapan menginstruksikan tim melepaskan tembakan untuk melumpuhkan dua tersangka,” imbuhnya.

Jajaran Mabes Polri turut berduka cita atas tewasnya seorang pedagang angkringan, Nur Iman, yang tewas dalam baku tembak antara Densus 88 dan pelaku teror di Sukoharjo. Keluarga Nur Iman akan diberi santunan.
“Kita turut prihatin dan belasungkawa. Insya Allah akan kita beri santunan,” kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Bachrul Alam. Anton enggan membocorkan jumlah santunan yang akan diberikan. “Nominalnya tidak perlu disebutkan,” elaknya.

Menurut dia, Nur Iman tewas ditembak oleh terduga teroris, Sigit Qurdowi. “Iya (bukan ditembak polisi) karena pelaku Sigit Qurdowi yang menembak duluan dan kondisi di sana banyak warga yang menonton,” kata Anton.
Aparat kepolisian juga tidak sempat melakukan sterilisasi lokasi. “Karena dia nembak duluan,” ujarnya. Namun demikian, kata Anton, sesuai prosedur tetap terduga teroris harus dilumpuhkan karena telah mengorbankan sipil.

Komnas HAM Turun Tangan

Komnas HAM Persoalkan Penggerebekan Teroris di Sukoharjo
Penggerebekan terduga teroris yang menewaskan seorang pedagang, Nur Iman, menyedot perhatian Komnas HAM. Komnas HAM akan turun tangan memonitoring prosedur penangkapan dan penindakan teroris.
“Kami akan melakukan monitoring peristiwa operasi Densus 88 yang terjadi beberapa bulan, termasuk penggerebekan yang terakhir di Sukoharjo dan Klaten,” kata Ketua Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ifdhal Kasim, Sabtu (14/5).

Ifdhal mengatakan, Komnas HAM akan mendalami konteks prosedur penindakan, penahanan, dan penangkapan terduga teroris apakah sudah sesuai dengan UU Antiteroris atau seperti apa. Ini akan didalami dan kita akan ke lapangan,” ujarnya.

Menurut dia, penggerebekan di Sukoharjo dan Klaten telah ada proses pengintaian orang yang diduga teroris sebelumnya. “Dalam penangkapan orang yang diduga teroris, kami lihat sebagian operasi ini menyimpangi hukum acara pidana yang mengatur penangkapan. Misal Klaten, dan Sukoharjo menangkap keluarga, istri anak-anak dari terduga teroris,” paparnya.

Ifdhal berpendapat, hal tersebut dari sudut pandang HAM dipertanyakan keperluan dan proporsional ikut mengamankan dan menangkap keluarga, istri bahkan anak-anak terduga teroris.

“Polisi seharusnya mengedepankan nilai HAM apakah anak, istri dan keluarga proporsional diamankan, ditahan untuk mendapat informasi terkait aktivitas suami mereka sebagai pelaku teroris,” kata Ifdhal.
Ifdhal menambahkan penegak hukum juga diberikan pengecualian untuk menggunakan kekerasan seperti penembakan dalam upaya pengamanan dan
mencegah kerugian masyarakat secara lebih luas dari ancaman teroris, misalnya pelaku teroris membawa bom, dan senjata.

“Absah, dibenarkan jika polisi melakukan penembakan atau melumpuhkan teroris ini jika membahayakan keamanan. Jadi tidak bisa dibilang melanggar HAM. Yang menjadi soal adalah yang di luar keperluan itu, apakah proporsional menangkap istri dan anaknya. Ini masih daerah abu-abu yang dipersoalkan dalam perlindungan hak warga negara dari teroris,” kata Ifdhal.
(vj/c11/zal/isk/c6/kum/jpnn)

Tiga Tewas Baku Tembak di Sukoharjo

SUKOHARJO-Polisi menggerebek terduga teroris di Kampung Dukuh, Desa Sanggrahan, Grogol, Sukoharjo, Sabtu (14/5) dini hari. Tiga orang tewas setelah terjadi baku tembak. 2 orang terduga teroris dan 1 orang pedagang. 2 orang terduga teroris, Sigit Qurdowi dan Hendro. Sedangkan korban warga sipil, Nur Iman, yang sehari-hari berjualan hik (makanan khas Solo).

Menurut polisi, keduanya melakukan perlawanan dengan melepaskan tembakan saat hendak ditangkap. Sigit yang menjadi Amir Tim Hisbah diduga kuat tengah merencanakan penyerangan kepada pihak kepolisiann
“Mereka merencanakan pembalasan terhadap Polri pada bulan Mei 2011,” kata Kabag Penum Mabes Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar dalam siaran pers, Sabtu (14/5).

Tim Densus 88 menembak mati keduanya dalam penggerebekan di Jalan Pelajar Pejuang, Cemani Sukoharjo, sekitar pukul 01.15 WIB. Keduanya ditengarai terlibat sejumlah aksi teror. “Catatan keterlibatan 2 orang pelaku tersebut merupakan DPO bom gereja dan Mapolsek Pasar Kliwon pada bulan Desember 2010 dan juga terlibat jaringan terorisme di Cirebon,” terang Boy.

Polisi menyita sejumlah barang bukti dari 2 pelaku yang tewas itu. 2 Pucuk senjata api FN, 1 pucuk senjata api Baretta, 1 buah granat manggis, dan sekitar 100 butir peluru senjata api FN.

Kadiv Humas Polda Metro Jaya, Brigjen Polisi Anton Bahrul Alam dalam keterangan pers di Mabes Polri menambahkan, keduanya juga ditengarai berkaitan dengan 4 orang tersangka lain yang sebelumnya ditangkap di Solo yaitu Edi Tri Wiyanto, Hari Budiarto, Ari Budi Santoso dan Arifin Nur Haryono.

“Jadi sekitar pukul 01.00 dua orang pelaku Sigit Qurdowi dan pengawalnya Hendro berboncengan sepeda motor keluar dari rumah daerah Cemani, Sukoharjo. Kedua pelaku ini melihat dua anggota kepolisian,” tutur Anton mengisahkan peristiwa baku tembak polisi dengan Sigit dan Hendro.

Kedua pria itu lalu menyerang anggota polisi menggunakan senjata api yang langsung dibalas polisi. Nur Iman, pedagang angkringan di lokasi kejadian, tewas terkena peluru nyasar.

“Ketika terdengar suara tembakan, masyarakat lalu keluar dan menonton peristiwa tersebut. Sigit Qurdowi yang menyerang anggota kepolisian dengan menembak membabi buta sehingga mengenai Nur Iman,” jelas Anton.
Setelah melumpuhkan keduanya, pihak kepolisian menggeledah rumah Sigit dan Hendro. Dari rumah itu, polisi mengamankan barang bukti berupa 3 pucuk pistol, 1 granat manggis yang masih aktif dan 100 butir amunisi campuran untuk senjata api pendek.

Tiga mayat korban baku tembak dalam penyergapan Densus 88 Antiteror Mabes Polri dan Polda Jateng di Cemani, Sukoharjo, kemarin (14/5) diotopsi di RS Bhayangkara. Tiga jenazah tersebut diangkut dengan menggunakan ambulans yang berbeda. Dua jenazah yang diduga jaringan teroris diangkut dengan menggunakan satu ambulans dan satu korban tewas salah sasaran tembak (Nur Iman) dibawa dengan menggunakan ambulans yang berbeda.
Jenazah tiba di RS Bhayangkara kemarin sekitar pukul 12.30 dengan iring-iringan ambulans milik DVI Dokpol RS Bhayangkara Jogjakarta. Tiga mayat itu langsung diotopsi petugas DVI RS Bhayangkara Semarang. Otopsi di RS Bhayangkara dijaga ketat polisi bersenjata lengkap. Wartawan tidak diperbolehkan masuk ke rumah sakit. Setelah menjalani otopsi, tiga mayat itu dilarikan ke rumah duka di Klaten dan Sukoharjo.

Menurut Kabid Humas Polda Jateng, Kombespol Djihartono, otopsi tersebut sengaja dilakukan di Semarang untuk mempermudah koordinasi dengan keluarga Nur Iman maupun dua terduga teroris lainnya. Selain itu, lokasi tewasnya para korban berada di Jawa Tengah.

“Untuk mempermudah koordinasi saja, lagi pula TKP-nya kan ada di Jawa Tengah,” ujar Djihartono kemarin.
Disinggung soal tertembaknya Nur Iman yang diduga salah sasaran, Djihartono memastikan bahwa Nur Iman tertembak bukan oleh peluru anggota kepolisian, melainkan senjata yang ditembakkan para teroris yang disergap.
Sebab, saat disergap, para pelaku terduga teroris tersebut melawan dengan cara menembakkan senjata ke arah petugas secara membabi buta. “Saat para pelaku menembakkan senjatanya ke arah petugas, satu peluru mengenai korban Nur Iman ini dan peluru tersebut mengenai dadanya,” tambah Djihartono.

Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Edward Aritonang kemarin langsung menggelar jumpa pers soal kematian warga sipil Nur Iman dalam insiden baku tembak antara Densus 88 dan terduga teroris. Dia menegaskan, Iman tewas karena terkena peluru yang ditembakkan secara membabi buta oleh pelaku.

“Peluru yang mengenai Nur Iman, pedagang angkringan, berasal dari tembakan yang dilepaskan oleh tersangka dengan membabi buta. Tidak berasal dari petugas kepolisian,” kata Edward. “Untuk membuktikannya, akan diperiksa secara scientific crime identification melalui pemeriksaan lab (laboratorium, Red) dan sidik jari,” tambahnya.
Kapolda mengatakan, kecil kemungkinan peluru tersebut berasal dari senapan petugas. Sebab, tim Densus 88 dan Polda Jawa Tengah (Jateng) baru melepaskan tembakan setelah ada warga sipil yang terjatuh.

“Dua tersangka yang merasa terdesak langsung mengeluarkan tembakan membabi buta. Ada warga yang keluar untuk melihat dan terkena tembakan. Setelah tahu ada yang jatuh, pemimpin penangkapan menginstruksikan tim melepaskan tembakan untuk melumpuhkan dua tersangka,” imbuhnya.

Jajaran Mabes Polri turut berduka cita atas tewasnya seorang pedagang angkringan, Nur Iman, yang tewas dalam baku tembak antara Densus 88 dan pelaku teror di Sukoharjo. Keluarga Nur Iman akan diberi santunan.
“Kita turut prihatin dan belasungkawa. Insya Allah akan kita beri santunan,” kata Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Bachrul Alam. Anton enggan membocorkan jumlah santunan yang akan diberikan. “Nominalnya tidak perlu disebutkan,” elaknya.

Menurut dia, Nur Iman tewas ditembak oleh terduga teroris, Sigit Qurdowi. “Iya (bukan ditembak polisi) karena pelaku Sigit Qurdowi yang menembak duluan dan kondisi di sana banyak warga yang menonton,” kata Anton.
Aparat kepolisian juga tidak sempat melakukan sterilisasi lokasi. “Karena dia nembak duluan,” ujarnya. Namun demikian, kata Anton, sesuai prosedur tetap terduga teroris harus dilumpuhkan karena telah mengorbankan sipil.

Komnas HAM Turun Tangan

Komnas HAM Persoalkan Penggerebekan Teroris di Sukoharjo
Penggerebekan terduga teroris yang menewaskan seorang pedagang, Nur Iman, menyedot perhatian Komnas HAM. Komnas HAM akan turun tangan memonitoring prosedur penangkapan dan penindakan teroris.
“Kami akan melakukan monitoring peristiwa operasi Densus 88 yang terjadi beberapa bulan, termasuk penggerebekan yang terakhir di Sukoharjo dan Klaten,” kata Ketua Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ifdhal Kasim, Sabtu (14/5).

Ifdhal mengatakan, Komnas HAM akan mendalami konteks prosedur penindakan, penahanan, dan penangkapan terduga teroris apakah sudah sesuai dengan UU Antiteroris atau seperti apa. Ini akan didalami dan kita akan ke lapangan,” ujarnya.

Menurut dia, penggerebekan di Sukoharjo dan Klaten telah ada proses pengintaian orang yang diduga teroris sebelumnya. “Dalam penangkapan orang yang diduga teroris, kami lihat sebagian operasi ini menyimpangi hukum acara pidana yang mengatur penangkapan. Misal Klaten, dan Sukoharjo menangkap keluarga, istri anak-anak dari terduga teroris,” paparnya.

Ifdhal berpendapat, hal tersebut dari sudut pandang HAM dipertanyakan keperluan dan proporsional ikut mengamankan dan menangkap keluarga, istri bahkan anak-anak terduga teroris.

“Polisi seharusnya mengedepankan nilai HAM apakah anak, istri dan keluarga proporsional diamankan, ditahan untuk mendapat informasi terkait aktivitas suami mereka sebagai pelaku teroris,” kata Ifdhal.
Ifdhal menambahkan penegak hukum juga diberikan pengecualian untuk menggunakan kekerasan seperti penembakan dalam upaya pengamanan dan
mencegah kerugian masyarakat secara lebih luas dari ancaman teroris, misalnya pelaku teroris membawa bom, dan senjata.

“Absah, dibenarkan jika polisi melakukan penembakan atau melumpuhkan teroris ini jika membahayakan keamanan. Jadi tidak bisa dibilang melanggar HAM. Yang menjadi soal adalah yang di luar keperluan itu, apakah proporsional menangkap istri dan anaknya. Ini masih daerah abu-abu yang dipersoalkan dalam perlindungan hak warga negara dari teroris,” kata Ifdhal.
(vj/c11/zal/isk/c6/kum/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/