JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemerintah merevisi sejumlah istilah yang selama ini telah dikenal di tengah masyarakat. Seperti istilah untuk kebijakan nasional di tengah pandemi Covid-19, serta istilah kesehatan untuk pencegahan dan pengendalian Covid-19. Tak ada perbedaan mendasar dalam perubahan istilah tersebut. Hanya saja, istilah-istilah lama tak lagi digunakan.
ISTILAH yang berubah salahsatunya diksi new normal yang diubah menjadi istilah adaptasi kebiasaan baru (AKB). Alasan perubahan, istilah new normal kerap salah dipahami masyarakat sebagai kembali normal pada kebiasaan lama sebelum pandemi. Alhasil, langkah menjaga diri dari Covid-19 menjadi kendur.
Dengan mengubah istilah, masyarakat diharapkan tetap produktif melakukan kegiatan ekonomi, sosial, budaya pendidikan dan agama, namun tetap aman dengan disiplin menjalankan protokol kesehatan.
“Adaptasi kebiasaan baru berarti kebiasaan baru dalam menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 dalam berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari. Seperti menggunakan masker, jaga jarak 1-2 meter, dan cuci tangan dengan sabun dengan air mengalir, menjadi kebiasaan baru kita. Ini semua hal-hal kecil dan mudah kita lakukan, namun memiliki dampak yang besar dalam memutus rantai penularan Covid-19. Inilah adaptasi kebiasaan baru yang diharapkan pemerintah kepada masyarakat pada saat pandemi korona ini,” kata Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Sumut, Whiko Irwan, Selasa (14/7).
Ia mengakui, banyak masyarakat, instansi, dan pelaku usaha yang telah disiplin melaksanakan protokol kesehatan dalam kegiatan aktifitas sehari-hari. “Untuk itu GTPP Covid-19 Sumut mengucapkan banyak terimakasih,” ujar dia.
Namun untuk memutus rantai penularan Covid-19, diperlukan peran seluruh masyarakat tanpa kecuali. Untuk itu, Whiko berpesan agar orang-orang muda senantiasa memakai masker dan menjalankan protokol kesehatan lainnya. Meski mungkin memiliki imun yang kuat, tetapi orang di sekitarnya bisa saja rentan terpapar.
“Kita sebagai orang-orang muda yang kuat, produktif, memiliki imunitas yang kuat, kita mungkin tidak akan sakit akibat Covid. Tetapi janganlah kita menjadi carrier atau pengidap Covid yang tanpa gejala, dan menularkannya kepada orang-orang disekitar kita,” harapnya.
Jika terdeteksi positif Covid-19, lanjutnya, seluruh keluarga dan diri sendiri akan diisolasi, baik secara mandiri maupun rumah sakit. “Dengan isolasi, berarti kita tidak bisa bekerja di kantor maupun tempat kerja kita di luar rumah. Penghasilan menurun dan beban keluarga menjadi meningkat. Kita akan diisolasi sampai dinyatakan sembuh dengan bukti swab PCR negatif 2 kali berturut-turut,” katanya.
Whiko juga menyampaikan kabar baik, di mana laboratorium PCR RSUD Deliserdang telah dibuka dan beroperasi. Pembukaan lab tersebut sangat membantu pemerintah provinsi dan kabupaten dalam melakukan deteksi Covid-19 di masyarakat.
“Sehingga penderita Covid tadi dapat segera diisolasi dan dipisahkan dari masyarakat, untuk memutus rantai penularannya. Angka covid yang kita dapatkan akan menjadi bahan masukan dalam evaluasi dan tindak lanjut kebijakan pemerintah daerah ke depan,” katanya.
Definisi Status Pasien Berubah
Tak hanya mengubah diksi new normal, istilah kesehatan juga berubah. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI resmi merevisi pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19. Revisi ini membuat istilah yang selama ini dikenal diubah.
Juru Bicara Pemerintah untuk Pencegahan Covid-19 Achmad Yurianto, Selasa (14/7) mengumumkan bahwa Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto telah meneken Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) nomor HK.01.07/MENKES/413/2020. Ini merupakan revisi kelima. Menurut Yuri, dalam revisi ini wajib digunakan oleh pemerintah pusat dan daerah hingga tenaga kesehatan.
Dalam KMK anyar itu menyebutkan alasan kenapa harus diubah. Salah satu pertimbangannya adalah perlu ada penyesuaian dengan perkembangan keilmuan dan teknis kebutuhan pelayanan.
Menurutnya, tak ada perbedaan mendasar dalam aturan ini. Hanya saja, istilah-istilah yang kerap digunakan tak lagi digunakan. Istilah itu adalah orang dalam pemantauan (ODP) pasien dalam pengawasan (PDP), orang tanpa gejala (OTG), dan kasus konfirmasi. “Kami ubah menjadi kasus suspect, kasus probable, kasus konfirmasi, kontak erat, pelaku perjalanan selesai isolasi, dan kematian,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes itu.
Relawan Tim Komunikasi GTPP Covid-19 Sumut, dr Putri Mentari Sitanggang, dalam keterangan pers melalui video streaming YouTube, Selasa (14/7) sore, menjelaskan suspect adalah pertama, orang yang dengan ISPA dan pada hari 14 terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di negara atau di wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal.
Kedua, adalah orang dengan salah satu gejala atau tanda ISPA dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi Covid-19.
Ketiga, orang dengan ISPA atau pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di RS dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.
Selanjutnya, sambung dia, kasus probable adalah kasus suspect dengan ISPA berat atau meninggal dunia dengan gambaran klinis yang meyakinkan Covid-19 dan belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR. Kemudian, kasus konfirmasi yaitu seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi Covid-19 yang dibuktikan dengan laboratorium RT PCR.
“Konfirmasi ini dibagi menjadi dua, yaitu kasus konfirmasi dengan gejala dan kasus konfirmasi tanpa gejala,” terangnya.
Berikutnya, adalah kontak erat. Kontak erat ini yaitu orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau konfirmasi Covid-19. Di mana riwayat kontak yang dimaksud antara lain, kontak tatap muka atau berdekatan dengan kasus konfirmasi dalam radius satu meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau lebih.
Putri melanjutkan, kontak erat ini kemudian adalah sentuhan fisik langsung dengan kasus probable, seperti bersalaman, berpegangan dan lain-lain. Selanjutnya orang yang memberikan perawatan langsung kepada kasus probable tanpa menggunakan APD sesuai standar.
“Keempat adalah situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian resiko lokal yang ditetapkan tim penyelidikan epidemiologi setempat pada kasus probable yang bergejala untuk menemukan kontak erat. Periode kontak dihitung dari dua hari sebelum dan 14 hari setelah tanggal pengambilan spesimen kasus konfirmasi,” jabarnya.
Sedangkan untuk pelaku perjalanan adalah seseorang yang melakukan perjalanan dari dalam dan luar negeri dalam 14 hari terakhir. Dinyatakan discurt apabila seseorang yang status suspect dengan RT PCR dua kali negatif selama dua hari berturut-turut dengan selang waktu lebih 24 jam.
“Selanjutnya seseorang yang melakukan kontak erat yang telah melakukan masa karantina selama 14 hari,” ucapnya.
Sementara itu, untuk definisi selesai isolasi adalah apabila kasus konfirmasi tanpa gejala yang tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT PCR dengan ditambah 10 hari isolasi mandiri sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi. Kedua, kasus konfirmasi dengan gejala yang tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT PCR dihitung 10 hari sejak tanggal muncul gejala dengan ditambah minimal tiga hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.
Ketiga, kasus konfirmasi dengan gejala yang mendapat hasil pemeriksaan follow up RT PCR satu kali negatif dengan ditambah minimal tiga hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan. “Terakhir pada kematian Covid-19 untuk kepentingan survailens adalah kasus konfirmasi yang meninggal dunia,” pungkasnya.
Positif Capai 2.497 Kasus
Mengenai peningkatan jumlah pasien dengan konfirmasi positif Covid-19 di Sumut, dr Putri Mentari menyampaikan, bertambah sebanyak 130 kasus positif. Dengan penambahan tersebut, jumlahnya kini menjadi 2.497 kasus.
“Pasien dengan konfirmasi positif terus bertambah dan saat ini jumlahnya mencapai 2.497 orang,” ungkap Putri, Selasa (14/7).
Selain itu, penambahan juga terjadi pada angka pasien dalam pengawasan (PDP) dari 284 menjadi 293 orang. Kemudian, orang dalam pemantauan (ODP) dari 2.212 menjadi 2.262 orang. “Pasien meninggal akibat Covid-19 juga bertambah menjadi 131 orang dan pasien sembuh bertambah menjadi 597 orang,” jelasnya.
Pengamat: Rakyat Bingung
Pengamat sosial dari UMSU, Shohibul Ansor Siregar, mengatakan perubahan diksi atau istilah dari new normal menjadi AKB, menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam menanggulangi pandemi Covid-19.
“Pemerintah kurang konsepsional dalam melahirkan terminologi. Seperti istilah social distancing yang diperkenalkan. Rakyat belum paham, sudah diperkenalkan lagi terminologi baru, yakni physical distancing. Dalam keadaan semua konsep dan terminologi itu, muncul lagi istilah new normal yang dibayang-bayangi istilah tatanan normal baru dan adaptasi kebiasaan baru,” terangnya.
Melihat data lonjakan kasus positif setiap hari, sebut dia, ada tanda-tanda serius kekhawatiran secara nasional. Jika ditelaah lebih parsial, terdapat daerah-daerah tertentu yang sangat mencemaskan. Karena itu sukar membuat prediksi dan berharap kurva melandai ke depan.
“Meskipun tak dinyatakan secara tegas, kelihatannya kondisi aktual di Indonesia sangat mirip dengan konsep herd immunity. Saya tidak setuju dengan konsep itu. Namun jika itulah yang akan dipilih, maka program untuk menumbuhkan imunitas rakyat harus dikedepankan. Di antaranya, bagikan secara teratur vitamin B, D, E, C atau yang direkomendasikan ahli kesehatan kepada seluruh rakyat. Pastikan tak seorang pun yang tak kebagian sambil mengintensifkan program pencegahan lainnya termasuk pengetatan protokol, kualitas perawatan medis termasuk strategi isolasi,” katanya.
Dua Warga Dairi Positif Covid-19
Penyebaran Covid-19 di Kabupaten Dairi terus bertambah. Sebanyak 2 orang warga di kabupaten itu terkonfirmasi positif Covid-19, Selasa (14/7).
Ketua Pokja Humas GTPP Covid-19 Dairi, Rahmatsyah Munthe, membenarkan penambahan warga positif Covid-19 dimaksud. Ia menjelaskan, pasien pertama adalah yakni warga Kecamatan Sumbul berusia 24 tahun, dan kedua warga Kecamatan Gunung Sitember berusia 63 tahun. “Keduanya berjenis kelamin laki-laki,” sebut Rahmatsyah yang juga Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika, Dairi ini.
Warga Sumbul saat ini dirawat di rumah sakit Bina Kasih Medan, sedangkan warga Gunung Sitember dirawat di rumah sakit Elisabet Medan.
“Warga Gunung Sitember sebelumnya masuk daftar Pasien Dalam Pengawasan (PDP) di rumah sakit Elisabet. Riwayat medis lansia itu yakni mengeluhkan batuk, sesak, meriang, gula, serta TB paru. Saat dilakukan test swab, dia dinyatakan positif Covid-19,” ungkapnya.
Sementara warga Sumbul diketahui positif Covid-19 saat mengurus dokumen bebas Covid-19, karena yang bersangkutan akan merantau ke Kalimantan.
Data hingga Senin (13/7), jumlah penyebaran Covid-19 di Dairi yakni positif 2 orang, orang tanpa gejala (OTG) 32 orang, dan yang menjalani isolasi dirumah singgah di Taman Wisata Iman (TWI) Sitinjo sebanyak 34 orang.
Akumulasi penyebaran Covid-19 sampai saat ini, positif 4 orang, PDP meninggal 4 orang, serta pasien sembuh 7 orang.
“Saat ini di Dairi, ada 2 kecamatan yang berstatus zona merah. Yakni Kecamatan Sumbul dan Gunung Sitember. Status kuning di Kecamatan Tanah Pinem dan Siempat Nempu Hilir. Dan 11 kecamatan lainya berstatus zona Hijau,” jelasnya.
Ditanya, soal penutupan 2 posko pemeriksaan di perbatasan Dairi dengan Pakpak Bharat yakni posko di Lae Mbulan dan perbatasan Dairi dengan Aceh Selatan berlokasi di Sidiangkat, Rahmatsyah mengatakan, penutupan terkait efisiensi anggaran.
Di samping itu, Gustu berasumsi kedua daerah itu kini sudah zona hijau penyebaran Covid-19. “Begitupun, Gustu Covid-19 Dairi tetap mengajak masyarakat waspada dan selalu mengikuti protokol kesehatan. Hindari keramaian, tetap memakai masker bila keluar dari rumah, rajin mencuci tangan, serta jaga kesehatan dengan mengomsumsi makanan bergizi,” pungkasnya. (prn/ris/rud)