30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Syamsul Merasa Dibodohi Bawahan

Hari Ini Divonis

JAKARTA-Hari ini (15/8), majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) akan membacakan putusan dalam perkara dugaan korupsi APBD Langkat dengan terdakwa Gubernur Sumut nonaktif Syamsul Arifin. Tim kuasa hukum mantan bupati Langkat itu berharap majelis hakim tidak menggunakan pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 UU No.31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Pasal ini tentang perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, dengan ancaman penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Rudy Alfonso, kuasa hukum Syamsul, menilai sungguh tidak adil jika kliennya dikenakan ‘pasal berat’ itu.

Menurut Rudy, Syamsul tidak pernah punya niat korupsi. Syamsul, katanya, hanya korban ulah para anak buahnya. “Dilihat dari fakta-fakta persidangan, Bapak ini (Syamsul, Red) hanya melakukan kelalaian saja, dibodoh-bodohi para stafnya. Sama sekali tak ada niat, sehingga tak pas dikenakan pasal 2 ayat (1) itu,” kata Rudy Alfonso kepada Sumut Pos, kemarin (14/8).

Namun, lanjutnya, apa pun vonis yang akan dijatuhkan ke Syamsul, diserahkan sepenuhnya ke majelis hakim yang dipimpin Tjokorda Rae Suamba itu. “Karena kita yakin majelis hakim akan mendasarkan pada rasa keadilan dalam membuat putusan,” imbuhnya.

Syamsul sendiri hingga kemarin masih dalam perawatan tim medis RS Abdi Waluyo, Jakarta, dalam rangka masa pemulihan pascaterserang sejumlah penyakit kronis, terutama jantung. Tidakkah khawatir serangan jantung Syamsul kambuh mendengar vonis? Rudy mengatakan, mestinya dokter lah yang lebih paham soal ini.
“Tapi kita tak bisa melarang. Maunya yang bersangkutan sendiri (Syamsul, Red), pengin cepat selesai, tidak mau masalahnya berlama-lama,” imbuh Rudy.

Seperti diberitakan, pada sidang 26 Juli 2011, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Syamsul 5 tahun penjara. JPU juga meminta majelis hakim dalam putusannya mewajibkan mantan bupati Langkat itu membayar denda Rp500 juta, subsidair 6 bulan kurungan.

Dalam tuntutannya, JPU juga meminta agar terdakwa kasus dugaan korupsi APBD Langkat itu membayar kekurangan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp8,218 miliar. Jumlah ini lantaran uang kerugian negara yang langsung berkaitan dengan Syamsul totalnya Rp88,218 miliar. Sementara, sejak sebelum proses penyidikan dilakukan hingga proses penuntutan, jumlah uang yang sudah dikembalikan Syamsul dan pihak-pihak lain yang pernah menerima kucuran dana APBD Langkat atas perintah Syamsul, sudah mencapai Rp80 miliar.

Sementara, dalam pledoi yang disampaikan secara lisan pada 1 Agustus 2011, Syamsul mengaku tidak keberatan jika dinyatakan bersalah. Hanya saja,  jika kesalahan yang dimaksud terkait dengan kelalaiannya sebagai bupati, bukan kesalahan karena korupsi.

Syamsul terang-terangan keberatan dengan pasal di dakwaan primer dan dituntutkan kepadanya, yakni pasal 2 ayat (1) Jo.pasal 18 UU No.31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Saat itu, Syamsul mengaku tidak keberatan jika dikenakan pasal 3 UU 31/99 itu. Pasal 3 ini menyangkut penyalahgunaan kewenangan, dengan ancaman penjara paling singkat setahun (sam)

Hari Ini Divonis

JAKARTA-Hari ini (15/8), majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) akan membacakan putusan dalam perkara dugaan korupsi APBD Langkat dengan terdakwa Gubernur Sumut nonaktif Syamsul Arifin. Tim kuasa hukum mantan bupati Langkat itu berharap majelis hakim tidak menggunakan pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 UU No.31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Pasal ini tentang perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, dengan ancaman penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Rudy Alfonso, kuasa hukum Syamsul, menilai sungguh tidak adil jika kliennya dikenakan ‘pasal berat’ itu.

Menurut Rudy, Syamsul tidak pernah punya niat korupsi. Syamsul, katanya, hanya korban ulah para anak buahnya. “Dilihat dari fakta-fakta persidangan, Bapak ini (Syamsul, Red) hanya melakukan kelalaian saja, dibodoh-bodohi para stafnya. Sama sekali tak ada niat, sehingga tak pas dikenakan pasal 2 ayat (1) itu,” kata Rudy Alfonso kepada Sumut Pos, kemarin (14/8).

Namun, lanjutnya, apa pun vonis yang akan dijatuhkan ke Syamsul, diserahkan sepenuhnya ke majelis hakim yang dipimpin Tjokorda Rae Suamba itu. “Karena kita yakin majelis hakim akan mendasarkan pada rasa keadilan dalam membuat putusan,” imbuhnya.

Syamsul sendiri hingga kemarin masih dalam perawatan tim medis RS Abdi Waluyo, Jakarta, dalam rangka masa pemulihan pascaterserang sejumlah penyakit kronis, terutama jantung. Tidakkah khawatir serangan jantung Syamsul kambuh mendengar vonis? Rudy mengatakan, mestinya dokter lah yang lebih paham soal ini.
“Tapi kita tak bisa melarang. Maunya yang bersangkutan sendiri (Syamsul, Red), pengin cepat selesai, tidak mau masalahnya berlama-lama,” imbuh Rudy.

Seperti diberitakan, pada sidang 26 Juli 2011, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Syamsul 5 tahun penjara. JPU juga meminta majelis hakim dalam putusannya mewajibkan mantan bupati Langkat itu membayar denda Rp500 juta, subsidair 6 bulan kurungan.

Dalam tuntutannya, JPU juga meminta agar terdakwa kasus dugaan korupsi APBD Langkat itu membayar kekurangan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp8,218 miliar. Jumlah ini lantaran uang kerugian negara yang langsung berkaitan dengan Syamsul totalnya Rp88,218 miliar. Sementara, sejak sebelum proses penyidikan dilakukan hingga proses penuntutan, jumlah uang yang sudah dikembalikan Syamsul dan pihak-pihak lain yang pernah menerima kucuran dana APBD Langkat atas perintah Syamsul, sudah mencapai Rp80 miliar.

Sementara, dalam pledoi yang disampaikan secara lisan pada 1 Agustus 2011, Syamsul mengaku tidak keberatan jika dinyatakan bersalah. Hanya saja,  jika kesalahan yang dimaksud terkait dengan kelalaiannya sebagai bupati, bukan kesalahan karena korupsi.

Syamsul terang-terangan keberatan dengan pasal di dakwaan primer dan dituntutkan kepadanya, yakni pasal 2 ayat (1) Jo.pasal 18 UU No.31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Saat itu, Syamsul mengaku tidak keberatan jika dikenakan pasal 3 UU 31/99 itu. Pasal 3 ini menyangkut penyalahgunaan kewenangan, dengan ancaman penjara paling singkat setahun (sam)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/