Soal Pemindahtanganan PT Inalum
JAKARTA-Pemerintah tetap memastikan bahwa saham milik Jepang yang mencapai 60 persen pada perusahaan PT Indonesia Aluminium (Inalum), tetap harus dibeli. Namun terkait nilainya, masih akan menjadi salah satu bahan perundingan yang akan dilakukan dalam waktu dekat.
“Tetap harus dibeli dong. Secara hukum itu harus dilakukan. Namun cara pembayarannya tentu masih akan dinegosiasikan,” kata Ketua tim Perundingan Perjanjian Kerja Sama PT Inalum, MS Hidayat, Jumat (14/9).
Sebab sebagaimana diberitakan sebelumnya, penggagas berdirinya pabrik Inalum dan PLTA Siguragura, Bisuk Siahaan, menyatakan, bahwa pada dasarnya kedua perusahaan tersebut diserahkan secara cuma-cuma oleh pihak Jepang. Seiring berakhirnya kontrak kerja sama selama 30 tahunn
Dan hal tersebut termaktub dalam master of agreement (perjanjian induk) yang telah ditandatangani antara perwakilan Indonesia, pemerintah Jepang, dan sebelas perusahaan swasta Jepang saat perusahaan mulai dibangun.
Menurut MS Hidayat yang juga merupakan Menteri Perindusrian ini, pembelian saham milik Jepang oleh pemerintah Indonesia, nilainya mungkin cukup besar. Apalagi sebagaimana diketahui, Indonesia hanya memiliki 40 persen saham. Sementara selebihnya merupakan kepunyaan Jepang. Namun itu tentu telah diantisipasi. “Toh dalam perusahaan itu kan ada dana yang besar. Jadi dana yang disiapkan pemerintah, itu memang untuk membeli saham tersebut. Dan saat ini tim juga tengah menghitung harganya,”ungkapnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardoyo pernah menyatakan untuk Inalum pemerintah menganggarkan Rp5 triliun tahun 2013. “Ini akan kita ajukan kepada DPR. Tahun lalu, kita sudah punya Rp2 triliun yang ada pada anggaran APBN,” ungkapnya akhir Juli lalu.
Saat ini, tim perunding menurut MS.Hidayat, telah siap menghadapi perundingan tahap akhir dengan Jepang. Berbagai bahan perundingan yang akan dibawa nantinya, telah disiapkan dengan sebaik-baiknya. Baik itu terkait audit laporan keuangan, harga saham dan sejumlah hal lainnya. “Audit dilakukan oleh BPKP dan swasta. Karena berdasarkan master of agreement disebutkan, setahun sebelum penyerahan secara fisik take over dilakukan, pembicaraan sudah harus selesai,” katanya.
Artinya tepat 31 Oktober mendatang, perundingan sudah harus menemukan titik temu. Karena 31 Oktober 2013, persis perjanjian kontrak kerjasama 30 tahun berakhir. Namun kapan tepatnya perundingan tersebut akan dilakukan, MS Hidayat belum bersedia menyebutkan. “Itu akan dilakukan dalam September-Oktober ini. Karena 31 Oktober 2013, sudah bisa diambilalih. Jadi setahun sebelum itu, perundingan sudah harus selesai. Jadi ada masa transisi selama satu tahun,” jelasnya.
Pembicaraan sendiri nantinya dipastikan akan berlangsung cukup alot. Hal ini diketahui, karena MS Hidayat memastikan pemerintah tetap berpegang pada komitment awal untuk menguasai sepenuhnya perusahaan tersebut. Sementara pihak Jepang menyatakan tetap ingin berperan. “Iya, mereka masih ada keinginan untuk ikut bergabung. Tapi tidak lagi memegang saham mayoritas,” ungkap Hidayat yang meski demikian, berharap perundingan akan berjalan sesuai yang diharapkan pemerintah.
Sementara itu saat ditanya apakah pemerintah telah melakukan inspeksi terkait seluruh peralatan yang ada di Inalum, Hidayat menyatakan saat ini tim inspeksi masih terus bekerja. “Jadi audit masih terus dilakukan. Sekarang masih diinventarisir. Nanti dalam perundingan, tentu akan kita cocokkan,” ungkapnya.
Pemprovsu Siapkan Perusahaan Daerah Kelola Inalum
Perusahaan Daerah (PD) Pembangunan dan Prasarana Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu), diproyeksikan sebagai perusahaan yang akan mengelola PT Inalum pasca 2013 mendatang.
Itu dikemukakan Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara (Sekdaprovsu), Nurdin Lubis. “Untuk itu kita siap, kita bisa membuat perusahaan dan bisa juga memberdayakan perusahaan yang ada. Ada Perusahaan Daerah (PD) PD Pembangunan dan Prasarana. Seperti dalam kaitan PT Agincourt,” ungkap Nurdin Lubis, kemarin.
Bagaimana dengan rencana pengambilalihan Inalum? Karena menurut Bisuk Siahaan, pengambilalihan Inalum pada prinsipnya free alias gratis. “Kalau untuk itu, saya no comment-lah. Itu pemerintah pusat. Ini masukan bagi pemerintah pusat, saya tidak bisa mengomentari itu, karena ini pendapat pribadi beliau (Bisuk Siahaan, Red),” akunya.
Bagaimana soal tim pelobi, setidaknya menurut Bisuk Siahaan, Pemda dan Pemprov akan kehilangan 4 pemberian Inalum jika Inalumtidak dikuasai Jepang lagi. Menyikapi pertanyaan itu, menurutnya, apa yang dilakukan tim pelobi Pemprovsu, baik para kepala daerah di sekitaran Danau Toba, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumut bahkan Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu, Gatot Pujo Nugroho sudah cukup maksimal.
“Baik para kepala daerah yang berada di seputaran danau toba, serta Bappeda dan bahkan Plt Gubsu. Saya pikir sudah cukuplah,” jawabnya.
“Ya kita berharap, pemerintah pusat mendengarkanlah aspirasi masyarakat Sumut,” tambahnya. (gir/ari)