Site icon SumutPos

Hakim Imas Terima ‘Recehan’

JAKARTA- Manajer Administrasi PT Onamba Indonesia (OI) yang menjadi tersangka suap, Odi Juanda, membantah tudingan bahwa dirinya berinisiatif untuk menyogok hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial Bandung, Imas Dianasari. Kepada wartawan, Odi justru mengaku bahwa dirinya yang diminta menemui Imas.
“Itu tidak benar (menjadi inisiator suap). Saya yang dipanggil ke sana (dipanggil Imas),” ujar Odi di KPK, Jumat (15/7).

Sementara penasehat hukum Odi, Syarifuddin Harahap, menegaskan bahwa sangat tidak logis jika kliennya harus menyogok Imas yang hanya hakim ad hoc di PHI Bandung. Sebab, kasus sengketa antara PT OI dengan serikat karyawan yang diberhentikan sudah sampai tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).

“Bodoh banget kalau memang masalah kasasi, kita berhubungan ke hakim tingkat PHI. Kalau mau (menyuap) itu harusnya ke MA. Paling tidak gunakan dari panitera MA,” ujar Syarifuddin.
Karenanya, Syarufiddin justru menganggap Odi menjadi korban pemerasan yang dilakukan Hakim Imas. “Ini saya buka saja satu lagi, bahwa (Imas) minta pertama Rp50 juta untuk blocking hakim MA. Tapi perusahaan (PT OI) ketika diminta itu tidak punya duit jadi Rp10 juta pun diminta,” beber Syarifuddin.

Selain itu, lanjutnya, Imas juga tak peduli soal nilai uang. “Setiap pertemuan itu si Imas Rp200 ribu saja diterimanya. Dengan alasan uang transport,” sambung Syarifuddin. Tak hanya itu, Imas juga pernah minta uang untuk menginap di sebuah hotel di kawasan Ancol, Jakarta Utara. “Tapi nilai rupiahnya saja nggak tahu,” ucap Sayrifuddin.

Seperti diketahui, Imas dan Odi ditangkap di Bandung pada akhir Juni lalu. Keduanya berhubungan terkait proses sengkete perburuhan antara PD OI dengan karyawan yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Saat penangkapan, KPK menemukan uang Rp 200 juta yang diduga sebagai suap.
Oleh KPK, Imas dijerat dengan pasal 12 huruf C dan/atau pasal 6 ayat 2 dan/atau pasal 15 dan/atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, yang melarang hakim menerima pemberian dari pihak lain terkait perkara yang ditangani. Sedangkan Odi dijerat dengan pasal 6 ayat (1) huruf a dan/atau pasal 15 dan atau pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor karena diduga memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.(ara/jpnn)

Exit mobile version