30.6 C
Medan
Wednesday, May 22, 2024

Setahun Lagi Syamsul Bebas

Hakim Perintahkan KPK Kembalikan Mobil Jaguar dan Rumah Mewah

JAKARTA- Majelis Hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (tipikor) menjatuhkan vonis 2,5 tahun penjara kepada Gubernur Sumut nonaktif, Syamsul Arifin. Bila dihitung-hitung, diprediksi Syamsul tinggal hanya menjalani masa hukuman selama 12 bulan lagi. Bila mendapat remisi, hukuman tokoh Sumut yang akrab disapa Datok ini bahkan bisa lebih sedikit lagi, dan kemungkinan besar akan bebas pada lebaran tahun depan.

Perhitungan masa tahanan Datok yang tinggal 12 bulan lagi berdasarkan pada hukuman 30 bulan potong masa tahanan yang dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Tjokorda Rae Suamba, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (15/8) kemarin.

Selama ini, orang nomor satu di Sumut yang kewenangannya belum dicabut presiden itu sudah menjalani masa 8 bulan penjara. Dengan demikian, hukuman Syamsul tinggal 22 bulan. Mengacu pada KUHAP, seorang terpidana akan bebas bersyarat setelah menjalani dua pertiga masa hukuman. Itu artinya, masa bebas bersyarat akan tiba saat Syamsul menjalani 20 bulan penjara. Bila diasumsikan tahanan Syamsul didiskon 10 bulan (satu pertiga masa tahanan), hukuman Datok tinggal 12 bulan lagi, atau setahun dari sekarang.

Tentu saja, bila mantan bupati Langkat itu dinyatakan berkelakuan baik, masa tahanannya kemungkinan besar akan dipangkas lagi. Wajar bila sebelum Lebaran tahun depan, Syamsul akan menghirup udara bebas. Sekali lagi, hal itu bisa berubah jika yang bersangkutan atau jaksa penuntut mengajukan banding atas putusan majelis hakim.

Seperti diketahui, Majelis Hakim Tipikor menjatuhkan vonis pidana penjara 2 tahun dan 6 bulan kepada Syamsul Arifin. Syamsul terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi APBD Langkat. Mantan bupati Langkat yang terjerat perkara korupsi APBD Langkat itu juga didenda Rp150 juta. Hanya saja, majelis hakim yang diketuai Tjokorda Rae Suamba tidak memerintahkan Syamsul membayar uang kerugian negara.

“Terdakwa Syamsul Arifin secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana penjara 2 tahun dan 6 bulan dan denda Rp150 juta. Apabila tidak dibayar diganti dengan kurungan 3 bulan,” ujar Tjokorda sebelum mengetokkan palu, dalam persidangan di pengadilan Tipikor, kemarin.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Syamsul 5 tahun penjara. JPU juga meminta majelis hakim dalam putusannya mewajibkan mantan bupati Langkat itu membayar denda Rp500 juta, subsidair 6 bulan kurungan. Dalam tuntutannya, JPU juga meminta agar Syamsul membayar kekurangan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp8,218 miliar.

Majelis hakim menyatakan, perbuatan Syamsul melanggar Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 KUHP Ayat (1) sesuai dengan dakwaan subsider.
Dakwaan primer dengan jeratan pasal 2 ayat (1) Jo.pasal 18 UU No.31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, dinyatakan tidak terbukti.

Pasal 3 UU tipikor berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

Kewenangan apa yang disalahgunakan Syamsul? Dalam uraiannya, majelis hakim menyatakan, sejak 2000 Syamsul memerintahkan Buyung Ritonga (pemegang kas Pemkab Langkat 1998-2006), atau Surya Djahisa (Kabag Keuangan 1998-2004), atau Aswan Sufri (Plt Kabag Keuangan 2004-2005 dan Kabag Keuangan 2006-2007), atau Taufik (Kabag Keuangan 2007-2008), agar mengeluarkan sebagian dana APBD dan APBD-P Kabupaten Langkat untuk kepentingan pribadi dan keuarganya, serta pemberian ke pihak lain sesuai keinginan Syamsul.

Karenanya, majelis hakim menilai, perbuatan Syamsul telah memenuhi unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain, sebagaimana diatur di pasal 3. Juga dinyatakan memenuhi unsur menyalahgunaan kewenangan.

Menurut hitung-hitungan hakim, uang kas Pemkab Langkat yang bobol sebesar Rp98,7 miliar. Dari jumlah itu, yang dinikmati Syamsul dan keluarganya sebesar Rp57,749 miliar. Lantaran Syamsul sudah mengembalikan uang ke kas Pemkab Langkat sebesar Rp80,103 miliar, maka Syamsul tidak perlu lagi mengembalikan uang kerugian negara.
Sedang selisihnya atau kelebihannya, kata hakim, itu memang tanggung jawab Syamsul sebagai pemimpin. “Seperti yang sudah dinyatakan sendiri oleh terdakwa,” ujar hakim. Majelis hakim juga menyatakan, mobil Jaguar atas nama putri Syamsul, Beby Ardiana, yang sempat disita KPK, harus dikembalikan ke Beby. Rumah di Pejaten, Jakarta Selatan, juga harus dikembalikan ke pemiliknya.

Hal-hal yang memberatkan Syamsul, karena sebagai bupati dia memerintahkan pengeluaran uang kas yang tidak dianggarkan di APBD. Yang meringankan, menurut hakim, Syamsul sopan, mengembalikan seluruh uang hasil korupsi, sedang mengidap jantung kronis, dan kooperatif.

Akankah Syamsul akan banding atas putusan ini? “Kami pikir-pikir dulu Pak Hakim,” ujar Syamsul saat ditanya Tjokorda.

Anggota kuasa hukum Syamsul, Abdul Hakim Siagian, menyatakan, masalah sisa pengembalian uang Syamsul belum klir. “Itu nanti akan kita cermati,” ujar Abdul Hakim.

Langkat Tuntut Uang Pengembalian

Dari Langkat dilaporkan, eksekutif diminta mendatangi KPK guna koordinasi sekaligus mengambil kembali uang hasil kejahatan mantan Bupati Langkat, Syamsul Arifin yang disita.

“Giliran eksekutif harus menjeput bola. Koordinasi bagaimana ceritanya, agar uang sekitar Rp64 miliar itu bisa diambil untuk pembangunan,” kata Ketua Fraksi PDI-P DPRD Kab Langkat, Ralin Sinulingga di gedung DPRD Langkat, kemarin.
Diungkapkan dia, memang saat ini belum ada keputusan berkekuatan hukum untuk meminta disegerakannya pengembalian uang dimaksud. Pasalnya, vonis diterima Syamsul masih memiliki tenggat waktu guna memberi kesempatan JPU dan kuasa hokum Syamsul mengajukan banding.

Arbai Fauzan politisi PAN sekaligus Ketua Komisi III (Keuangan) DPRD Langkat berharap, Pemkab mencari tahu proses pengambilan uang sitaan dimaksud.

Kepala Bidang (Kabid) Perbendaharaan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPAD), Effendi Matondang, melalui juru bicara Pemkab Langkat, H Syahrizal menjelaskan, Pemkab berupaya melakukan konsultasi dengan pihak terkait usai 17 Agustusan mendatang. Jika dana itu memang boleh segera dicairkan, sangat berimbas kepada beberapa proyek yang sudah direncanakan di P-APBD 2011. “Mungkin, untuk sementara penjelasan disampaikan tadi dapat membantu ke publik,” tukas Rizal.

Hormati Hukum

Atas putusan ini, masyarakat Sumatera Utara diminta menghormati dan menghargai putusan bersalah yang dijatuhkan majelis hakim Tipikor kepada gubernur nonaktif, Syamsul Arifin. “Sidang ini juga telah melalui proses yang panjang. Kita harus menghormati keputusan hukum tersebut,” ungkap Wakil Ketua DPRD Sumut, Chaidir Ritonga, kemarin.
Sebagai anggota legislatif dari Partai Golkar, Chaidir berharap proses yang telah dijalani bisa menjadi kepastian hukum. “Melalui putusan ini kita harap sudah bisa menjadi kepastian hukum apakah Bang Syamsul memang bersalah atau tidak. Walau kita tahu bersama Bang Syamsul memang belum mengajukan banding,” ujar Chaidir.

Chaidir juga mengatakan, pendapatnya tersebut bukan untuk mengintrevensi keputusan hukum. “Ini lebih kepada mengedukasi masyarakat, bagaimana menyikapi dan bisa menghormati keputusan peradilan yang telah menjadi putusan,” katanya.

Karena, menurutnya, selama ini keputusan hukum di Indonesia banyak menuai reaksi yang berlebihan dari masyarakat. “Memang, ini disebabkan tingginya mosi tak percaya terhadap petinggi-petinggi penegak hukum,” ujarnya lagi.

Wakil Ketua DPRD Sumut Sigit Pramono mengungkapkan, putusan tersebut sudah memenuhi prinsip keadilan. “Putusan itu sudah menghasilkan sikap yang paling adil untuk Bang Syamsul,” katanya.
Ia hanya berpesan, Syamsul bisa menjaga kesehatan dan bisa lebih bersabar menjalani vonis. “Harusnya Bang Syamsul juga sudah mempersiapkan diri dengan segala risiko yang akan diterimanya. Ia harus bisa bersabar dan yang terpenting bisa menjaga kesehatannya,” tuturnya lagi.

Politisi PKS Zulkarnain juga mengungkapkan hal serupa. “Kiranya Bang Syamsul diberikan ketabahan dan kekuatan. Ini merupakan bagian dari jalan kehidupan agar ke depan bisa menjadi lebih baik lagi,” ujarnya.
Ia juga menuturkan, Syamsul sempat mengatakan satu hal kepadanya yakni ‘Inilah resiko seorang pemimpin.’ “Kita berharap beliau tetap bisa tabah menjalaninya,” katanya.

Disikapi Beragam

Misno Adi selaku Direktur Investigasi Lembaga Pengkajian Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) Pusat menegaskan, vonis diterima Syamsul sudah cukup menyatakan mantan bupati dua periode tersebut bersalah melakukan praktik korupsi. “Bukan persoalan waktunya, satu hari pun sudah mengindikasikan kalau perbuatan dilakukan Syamsul melanggar hukum. Dan bukan tidak mungkin, sepak terjang kepolitisan dia kandas usai tuntutan sekaligus vonis itu,” sebut Misno.

TS Syafi’i warga Langkat berlembaga Pemberdayaan Masyarakat Langkat (PML) menuturkan, sebagai putra Langkat mantan bupati itu sudah memberikan warna tersendiri meskipun terjerat dalam kasus korupsi. Sepak terjang Syamsul dari beberapa organisasi hingga menjabat Gubsu dinilai cukup bombastis, dan tak dapat dipungkiri prestise Langkat turut terangkat.

Sedangkan Koordinator Kelompok Studi dan Edukasi Masyarakat Marginal (KSEMAR) Sumut, Togar Lubis, berpendapat kalau hukuman Syamsul terlalu ringan. “Masyarakat awam pastinya akan terpana dengan vonis itu. Ini bisa menimbulkan preseden tidak baik buat peradilan,” seru Togar Lubis melalui selulernya, kemarin.
Bukan bermaksud membandingkan, dicontohkan Lubis, Azizah M Seif Cs yang merupakan staf Syamsul ketika menjabat bupati dikenakan hukuman badan 4 tahun penjara setelah dituntut 5 tahun penjara di pengadilan negeri (PN) Stabat. Mantan Kadis P dan P Langkat itu merugikan negara Rp2 miliar lebih. Begitu juga dengan dua staf Azizah, Adilita maupun Imail dikenakan hukuman sama.(sam/saz/mag-4)

Hakim Perintahkan KPK Kembalikan Mobil Jaguar dan Rumah Mewah

JAKARTA- Majelis Hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (tipikor) menjatuhkan vonis 2,5 tahun penjara kepada Gubernur Sumut nonaktif, Syamsul Arifin. Bila dihitung-hitung, diprediksi Syamsul tinggal hanya menjalani masa hukuman selama 12 bulan lagi. Bila mendapat remisi, hukuman tokoh Sumut yang akrab disapa Datok ini bahkan bisa lebih sedikit lagi, dan kemungkinan besar akan bebas pada lebaran tahun depan.

Perhitungan masa tahanan Datok yang tinggal 12 bulan lagi berdasarkan pada hukuman 30 bulan potong masa tahanan yang dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Tjokorda Rae Suamba, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (15/8) kemarin.

Selama ini, orang nomor satu di Sumut yang kewenangannya belum dicabut presiden itu sudah menjalani masa 8 bulan penjara. Dengan demikian, hukuman Syamsul tinggal 22 bulan. Mengacu pada KUHAP, seorang terpidana akan bebas bersyarat setelah menjalani dua pertiga masa hukuman. Itu artinya, masa bebas bersyarat akan tiba saat Syamsul menjalani 20 bulan penjara. Bila diasumsikan tahanan Syamsul didiskon 10 bulan (satu pertiga masa tahanan), hukuman Datok tinggal 12 bulan lagi, atau setahun dari sekarang.

Tentu saja, bila mantan bupati Langkat itu dinyatakan berkelakuan baik, masa tahanannya kemungkinan besar akan dipangkas lagi. Wajar bila sebelum Lebaran tahun depan, Syamsul akan menghirup udara bebas. Sekali lagi, hal itu bisa berubah jika yang bersangkutan atau jaksa penuntut mengajukan banding atas putusan majelis hakim.

Seperti diketahui, Majelis Hakim Tipikor menjatuhkan vonis pidana penjara 2 tahun dan 6 bulan kepada Syamsul Arifin. Syamsul terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi APBD Langkat. Mantan bupati Langkat yang terjerat perkara korupsi APBD Langkat itu juga didenda Rp150 juta. Hanya saja, majelis hakim yang diketuai Tjokorda Rae Suamba tidak memerintahkan Syamsul membayar uang kerugian negara.

“Terdakwa Syamsul Arifin secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana penjara 2 tahun dan 6 bulan dan denda Rp150 juta. Apabila tidak dibayar diganti dengan kurungan 3 bulan,” ujar Tjokorda sebelum mengetokkan palu, dalam persidangan di pengadilan Tipikor, kemarin.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Syamsul 5 tahun penjara. JPU juga meminta majelis hakim dalam putusannya mewajibkan mantan bupati Langkat itu membayar denda Rp500 juta, subsidair 6 bulan kurungan. Dalam tuntutannya, JPU juga meminta agar Syamsul membayar kekurangan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp8,218 miliar.

Majelis hakim menyatakan, perbuatan Syamsul melanggar Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 KUHP Ayat (1) sesuai dengan dakwaan subsider.
Dakwaan primer dengan jeratan pasal 2 ayat (1) Jo.pasal 18 UU No.31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, dinyatakan tidak terbukti.

Pasal 3 UU tipikor berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

Kewenangan apa yang disalahgunakan Syamsul? Dalam uraiannya, majelis hakim menyatakan, sejak 2000 Syamsul memerintahkan Buyung Ritonga (pemegang kas Pemkab Langkat 1998-2006), atau Surya Djahisa (Kabag Keuangan 1998-2004), atau Aswan Sufri (Plt Kabag Keuangan 2004-2005 dan Kabag Keuangan 2006-2007), atau Taufik (Kabag Keuangan 2007-2008), agar mengeluarkan sebagian dana APBD dan APBD-P Kabupaten Langkat untuk kepentingan pribadi dan keuarganya, serta pemberian ke pihak lain sesuai keinginan Syamsul.

Karenanya, majelis hakim menilai, perbuatan Syamsul telah memenuhi unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain, sebagaimana diatur di pasal 3. Juga dinyatakan memenuhi unsur menyalahgunaan kewenangan.

Menurut hitung-hitungan hakim, uang kas Pemkab Langkat yang bobol sebesar Rp98,7 miliar. Dari jumlah itu, yang dinikmati Syamsul dan keluarganya sebesar Rp57,749 miliar. Lantaran Syamsul sudah mengembalikan uang ke kas Pemkab Langkat sebesar Rp80,103 miliar, maka Syamsul tidak perlu lagi mengembalikan uang kerugian negara.
Sedang selisihnya atau kelebihannya, kata hakim, itu memang tanggung jawab Syamsul sebagai pemimpin. “Seperti yang sudah dinyatakan sendiri oleh terdakwa,” ujar hakim. Majelis hakim juga menyatakan, mobil Jaguar atas nama putri Syamsul, Beby Ardiana, yang sempat disita KPK, harus dikembalikan ke Beby. Rumah di Pejaten, Jakarta Selatan, juga harus dikembalikan ke pemiliknya.

Hal-hal yang memberatkan Syamsul, karena sebagai bupati dia memerintahkan pengeluaran uang kas yang tidak dianggarkan di APBD. Yang meringankan, menurut hakim, Syamsul sopan, mengembalikan seluruh uang hasil korupsi, sedang mengidap jantung kronis, dan kooperatif.

Akankah Syamsul akan banding atas putusan ini? “Kami pikir-pikir dulu Pak Hakim,” ujar Syamsul saat ditanya Tjokorda.

Anggota kuasa hukum Syamsul, Abdul Hakim Siagian, menyatakan, masalah sisa pengembalian uang Syamsul belum klir. “Itu nanti akan kita cermati,” ujar Abdul Hakim.

Langkat Tuntut Uang Pengembalian

Dari Langkat dilaporkan, eksekutif diminta mendatangi KPK guna koordinasi sekaligus mengambil kembali uang hasil kejahatan mantan Bupati Langkat, Syamsul Arifin yang disita.

“Giliran eksekutif harus menjeput bola. Koordinasi bagaimana ceritanya, agar uang sekitar Rp64 miliar itu bisa diambil untuk pembangunan,” kata Ketua Fraksi PDI-P DPRD Kab Langkat, Ralin Sinulingga di gedung DPRD Langkat, kemarin.
Diungkapkan dia, memang saat ini belum ada keputusan berkekuatan hukum untuk meminta disegerakannya pengembalian uang dimaksud. Pasalnya, vonis diterima Syamsul masih memiliki tenggat waktu guna memberi kesempatan JPU dan kuasa hokum Syamsul mengajukan banding.

Arbai Fauzan politisi PAN sekaligus Ketua Komisi III (Keuangan) DPRD Langkat berharap, Pemkab mencari tahu proses pengambilan uang sitaan dimaksud.

Kepala Bidang (Kabid) Perbendaharaan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPAD), Effendi Matondang, melalui juru bicara Pemkab Langkat, H Syahrizal menjelaskan, Pemkab berupaya melakukan konsultasi dengan pihak terkait usai 17 Agustusan mendatang. Jika dana itu memang boleh segera dicairkan, sangat berimbas kepada beberapa proyek yang sudah direncanakan di P-APBD 2011. “Mungkin, untuk sementara penjelasan disampaikan tadi dapat membantu ke publik,” tukas Rizal.

Hormati Hukum

Atas putusan ini, masyarakat Sumatera Utara diminta menghormati dan menghargai putusan bersalah yang dijatuhkan majelis hakim Tipikor kepada gubernur nonaktif, Syamsul Arifin. “Sidang ini juga telah melalui proses yang panjang. Kita harus menghormati keputusan hukum tersebut,” ungkap Wakil Ketua DPRD Sumut, Chaidir Ritonga, kemarin.
Sebagai anggota legislatif dari Partai Golkar, Chaidir berharap proses yang telah dijalani bisa menjadi kepastian hukum. “Melalui putusan ini kita harap sudah bisa menjadi kepastian hukum apakah Bang Syamsul memang bersalah atau tidak. Walau kita tahu bersama Bang Syamsul memang belum mengajukan banding,” ujar Chaidir.

Chaidir juga mengatakan, pendapatnya tersebut bukan untuk mengintrevensi keputusan hukum. “Ini lebih kepada mengedukasi masyarakat, bagaimana menyikapi dan bisa menghormati keputusan peradilan yang telah menjadi putusan,” katanya.

Karena, menurutnya, selama ini keputusan hukum di Indonesia banyak menuai reaksi yang berlebihan dari masyarakat. “Memang, ini disebabkan tingginya mosi tak percaya terhadap petinggi-petinggi penegak hukum,” ujarnya lagi.

Wakil Ketua DPRD Sumut Sigit Pramono mengungkapkan, putusan tersebut sudah memenuhi prinsip keadilan. “Putusan itu sudah menghasilkan sikap yang paling adil untuk Bang Syamsul,” katanya.
Ia hanya berpesan, Syamsul bisa menjaga kesehatan dan bisa lebih bersabar menjalani vonis. “Harusnya Bang Syamsul juga sudah mempersiapkan diri dengan segala risiko yang akan diterimanya. Ia harus bisa bersabar dan yang terpenting bisa menjaga kesehatannya,” tuturnya lagi.

Politisi PKS Zulkarnain juga mengungkapkan hal serupa. “Kiranya Bang Syamsul diberikan ketabahan dan kekuatan. Ini merupakan bagian dari jalan kehidupan agar ke depan bisa menjadi lebih baik lagi,” ujarnya.
Ia juga menuturkan, Syamsul sempat mengatakan satu hal kepadanya yakni ‘Inilah resiko seorang pemimpin.’ “Kita berharap beliau tetap bisa tabah menjalaninya,” katanya.

Disikapi Beragam

Misno Adi selaku Direktur Investigasi Lembaga Pengkajian Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) Pusat menegaskan, vonis diterima Syamsul sudah cukup menyatakan mantan bupati dua periode tersebut bersalah melakukan praktik korupsi. “Bukan persoalan waktunya, satu hari pun sudah mengindikasikan kalau perbuatan dilakukan Syamsul melanggar hukum. Dan bukan tidak mungkin, sepak terjang kepolitisan dia kandas usai tuntutan sekaligus vonis itu,” sebut Misno.

TS Syafi’i warga Langkat berlembaga Pemberdayaan Masyarakat Langkat (PML) menuturkan, sebagai putra Langkat mantan bupati itu sudah memberikan warna tersendiri meskipun terjerat dalam kasus korupsi. Sepak terjang Syamsul dari beberapa organisasi hingga menjabat Gubsu dinilai cukup bombastis, dan tak dapat dipungkiri prestise Langkat turut terangkat.

Sedangkan Koordinator Kelompok Studi dan Edukasi Masyarakat Marginal (KSEMAR) Sumut, Togar Lubis, berpendapat kalau hukuman Syamsul terlalu ringan. “Masyarakat awam pastinya akan terpana dengan vonis itu. Ini bisa menimbulkan preseden tidak baik buat peradilan,” seru Togar Lubis melalui selulernya, kemarin.
Bukan bermaksud membandingkan, dicontohkan Lubis, Azizah M Seif Cs yang merupakan staf Syamsul ketika menjabat bupati dikenakan hukuman badan 4 tahun penjara setelah dituntut 5 tahun penjara di pengadilan negeri (PN) Stabat. Mantan Kadis P dan P Langkat itu merugikan negara Rp2 miliar lebih. Begitu juga dengan dua staf Azizah, Adilita maupun Imail dikenakan hukuman sama.(sam/saz/mag-4)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/