30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Korban Tujuh Orang, Anggap Video Tak Benar

Polisi Sebut Warga yang Menyerang Perusahaan Sawit      

JAKARTA-Mabes Polri menampik informasi yang disampaikan lembaga adat Megou Pak, Lampung, kepada Komisi III DPR Rabu (14/12) lalu. Korps Bhayangkara juga menegaskan bahwa video sadis pembantaian yang diputar di komisi bidang hukum tersebut bukanlah peristiwa berdarah yang terjadi di desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Provinsi Sumatera Selatan.

“Ada pihak yang ingin memberi kesan seolah-olah terjadi pembantaian yang dibekingi aparat. Padahal, tidak pernah ada pembantaian itu,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Boy Rafli Amar, di Mabes Polri kemarin (15/12).

Boy mengungkapkan, sejatinya ada dua kasus berbeda. Pertama, bentrokan antara warga dan pegawai PT Sumber Wangi Alam (SWA) di Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, pada 21 April 2011. Kedua, sengketa lahan perkebunan sawit di Kabupaten Mesuji, Lampung, pada November 2010 antara warga dan PT Silva Inhutani. Bedanya, warga Mesuji, Lampung, menuding PT Silva Inhutani tidak memiliki izin di wilayah tersebut.

Nah, peristiwa yang sampai menimbulkan korban jiwa itu terjadi di Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, OKI, Sumatera Selatan. Namun, korban tidak mencapai 30 orang. Tapi tujuh orang. Yang menjadi korban, dua orang dari warga setempat sedangkan lima orang lainnya justru dari petugas keamanan SWA. Sedangkan di Kabupaten Mesuji, Lampung, sengketa tidak sampai menimbulkan bentrokan fisik dan korban jiwa.

Boy menuturkan, peristiwa itu bermula saat PT SWA hendak memanen kelapa sawit yang mereka tanam di lahan seluas 50 hektar. Tapi, mereka dihalang-halangi warga Sungai Sodong yang mengaku memiliki lahan tersebut. Bentrokan antara kedua kubu tak terelakkan hingga menyebabkan seorang warga Sungai Sodong tewas di tempat. Satu orang warga masih sempat melarikan diri namun akhirnya meninggal.

Insiden tersebut membakar amarah warga. Mereka menyerbu camp PT SWA tersebut dengan massa berjumlah sekitar 400 orang dengan tiga truk dan beberapa sepeda motor. Warga yang kalap membakar dan merusak fasilitas perusahaan. Para petugas pamswakarsa yang berada di camp langsung lari. Petugas kepolisian ikut mengevakuasi mereka menembus barikade penduduk.

Tapi, lima karyawan PT SWA masih tertinggal di camp. Mereka menjadi korban amarah warga hingga tewas. “Mereka masih tertinggal di camp karena tak sempat melarikan diri. Mereka tewas di lokasi kejadian. Kalau polisi tidak segera datang ke lokasi, akibatnya bisa lebih buruk,” kata Boy.

Boy mengatakan, Polda Sumatera Selatan lantas menyidik kasus tersebut. Enam orang ditangkap dan diproses hukum. Lima dari mereka adalah karyawan PT SWA. Sedangkan satu orang lagi dari pihak warga. Kasusnya terus bergulir hingga beberapa waktu lalu berkasnya dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan. “Sebentar lagi mereka akan disidang,” kata Boy.

Polda Sumatera Selatan, kata Boy, sedang memburu delapan orang terkait insiden tersebut. Mereka semua adalah warga yang dianggap bertanggung jawab terhadap penganiayaan yang menyebabkan lima orang karyawan PT SWA tewas di camp perkebunan kelapa sawit.

Boy mengungkapkan, video yang diputar di DPR adalah gabungan dari berbagai peristiwa yang dicampuradukkan. Memang, dia mengakui, ada beberapa adegan yang diambil dari bentrok di Sungai Sodong. Yakni ketika ada seseorang dengan senjata laras panjang yang biasa digunakan polisi membawa bagian tubuh korban.
“Itu pasca bentrokan. Makanya terlihat ada beberapa mayat yang bergelimpangan bersama dengan petugas di lokasi kejadian,” katanya.

Karena itu, mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya itu menegaskan bahwa petugas kepolisian tidak pernah membekingi siapapun. Apalagi ikut membela perusahaan sawit yang beroperasi di Sungai Sodong. Justru, kata dia, situasi akan memburuk jika petugas tidak turun ke lapangan. “Kami berharap persoalan sengketa tanah segera diselesaikan agar tidak terjadi insiden lagi,” katanya.

Terkait beredarnya video pembantaian warga, Boy mengaku belum tahu motifnya. Yang jelas, Mabes Polri akan menelusuri siapa yang berniat memperkeruh suasana dengan menyebarkan video itu. “Terkesan ada niatan untuk menuduh kami terlibat. Kami akan selidiki,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Pramono Anung Wibowo menilai saat ini sudah ada laporan 30 warga yang diperlakukan tidak manusiawi. Terhadap tindakan keji ini, aparat kepolisian harus proaktif mencari pelaku dan menghukum mereka seberat-beratnya.
“DPR akan terus mendorong agar persoalan ini bisa segera diselesaikan,” kata Pram-sapaan akrab Pramono- di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (15/12).
Menurut Pram, jika memang diperlukan DPR juga akan membuat tim sendiri melakukan investigasi. Sesuai hak legislatifnya, DPR bisa membentuk panitia khusus terkait kasus pembantaian ini. “Kalau memang diperlukan bukan hanya pansus, perlu juga dibuat tim pencari fakta,” tandasnya.
Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan, saat ini ada dua kabupaten di Mesuji yang letaknya di provinsi yang berbeda. Satu di Sumatera Selatan, satu lagi berada di Lampung sebagaimana yang dilaporkan warga adat Megou Pak pada Rabu (14/12) lalu.
“Harus diinventarisasi ijin lokasi menteri-menteri yang terdahulu yang memberikan lahan tidak terbatas, sehingga rumah rakyat digunakan untuk lokasi pembukaan lahan,” ujar Marzuki. (aga/bay/jpnn)

Polisi Sebut Warga yang Menyerang Perusahaan Sawit      

JAKARTA-Mabes Polri menampik informasi yang disampaikan lembaga adat Megou Pak, Lampung, kepada Komisi III DPR Rabu (14/12) lalu. Korps Bhayangkara juga menegaskan bahwa video sadis pembantaian yang diputar di komisi bidang hukum tersebut bukanlah peristiwa berdarah yang terjadi di desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Provinsi Sumatera Selatan.

“Ada pihak yang ingin memberi kesan seolah-olah terjadi pembantaian yang dibekingi aparat. Padahal, tidak pernah ada pembantaian itu,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Boy Rafli Amar, di Mabes Polri kemarin (15/12).

Boy mengungkapkan, sejatinya ada dua kasus berbeda. Pertama, bentrokan antara warga dan pegawai PT Sumber Wangi Alam (SWA) di Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, pada 21 April 2011. Kedua, sengketa lahan perkebunan sawit di Kabupaten Mesuji, Lampung, pada November 2010 antara warga dan PT Silva Inhutani. Bedanya, warga Mesuji, Lampung, menuding PT Silva Inhutani tidak memiliki izin di wilayah tersebut.

Nah, peristiwa yang sampai menimbulkan korban jiwa itu terjadi di Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, OKI, Sumatera Selatan. Namun, korban tidak mencapai 30 orang. Tapi tujuh orang. Yang menjadi korban, dua orang dari warga setempat sedangkan lima orang lainnya justru dari petugas keamanan SWA. Sedangkan di Kabupaten Mesuji, Lampung, sengketa tidak sampai menimbulkan bentrokan fisik dan korban jiwa.

Boy menuturkan, peristiwa itu bermula saat PT SWA hendak memanen kelapa sawit yang mereka tanam di lahan seluas 50 hektar. Tapi, mereka dihalang-halangi warga Sungai Sodong yang mengaku memiliki lahan tersebut. Bentrokan antara kedua kubu tak terelakkan hingga menyebabkan seorang warga Sungai Sodong tewas di tempat. Satu orang warga masih sempat melarikan diri namun akhirnya meninggal.

Insiden tersebut membakar amarah warga. Mereka menyerbu camp PT SWA tersebut dengan massa berjumlah sekitar 400 orang dengan tiga truk dan beberapa sepeda motor. Warga yang kalap membakar dan merusak fasilitas perusahaan. Para petugas pamswakarsa yang berada di camp langsung lari. Petugas kepolisian ikut mengevakuasi mereka menembus barikade penduduk.

Tapi, lima karyawan PT SWA masih tertinggal di camp. Mereka menjadi korban amarah warga hingga tewas. “Mereka masih tertinggal di camp karena tak sempat melarikan diri. Mereka tewas di lokasi kejadian. Kalau polisi tidak segera datang ke lokasi, akibatnya bisa lebih buruk,” kata Boy.

Boy mengatakan, Polda Sumatera Selatan lantas menyidik kasus tersebut. Enam orang ditangkap dan diproses hukum. Lima dari mereka adalah karyawan PT SWA. Sedangkan satu orang lagi dari pihak warga. Kasusnya terus bergulir hingga beberapa waktu lalu berkasnya dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan. “Sebentar lagi mereka akan disidang,” kata Boy.

Polda Sumatera Selatan, kata Boy, sedang memburu delapan orang terkait insiden tersebut. Mereka semua adalah warga yang dianggap bertanggung jawab terhadap penganiayaan yang menyebabkan lima orang karyawan PT SWA tewas di camp perkebunan kelapa sawit.

Boy mengungkapkan, video yang diputar di DPR adalah gabungan dari berbagai peristiwa yang dicampuradukkan. Memang, dia mengakui, ada beberapa adegan yang diambil dari bentrok di Sungai Sodong. Yakni ketika ada seseorang dengan senjata laras panjang yang biasa digunakan polisi membawa bagian tubuh korban.
“Itu pasca bentrokan. Makanya terlihat ada beberapa mayat yang bergelimpangan bersama dengan petugas di lokasi kejadian,” katanya.

Karena itu, mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya itu menegaskan bahwa petugas kepolisian tidak pernah membekingi siapapun. Apalagi ikut membela perusahaan sawit yang beroperasi di Sungai Sodong. Justru, kata dia, situasi akan memburuk jika petugas tidak turun ke lapangan. “Kami berharap persoalan sengketa tanah segera diselesaikan agar tidak terjadi insiden lagi,” katanya.

Terkait beredarnya video pembantaian warga, Boy mengaku belum tahu motifnya. Yang jelas, Mabes Polri akan menelusuri siapa yang berniat memperkeruh suasana dengan menyebarkan video itu. “Terkesan ada niatan untuk menuduh kami terlibat. Kami akan selidiki,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Pramono Anung Wibowo menilai saat ini sudah ada laporan 30 warga yang diperlakukan tidak manusiawi. Terhadap tindakan keji ini, aparat kepolisian harus proaktif mencari pelaku dan menghukum mereka seberat-beratnya.
“DPR akan terus mendorong agar persoalan ini bisa segera diselesaikan,” kata Pram-sapaan akrab Pramono- di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (15/12).
Menurut Pram, jika memang diperlukan DPR juga akan membuat tim sendiri melakukan investigasi. Sesuai hak legislatifnya, DPR bisa membentuk panitia khusus terkait kasus pembantaian ini. “Kalau memang diperlukan bukan hanya pansus, perlu juga dibuat tim pencari fakta,” tandasnya.
Ketua DPR Marzuki Alie menyatakan, saat ini ada dua kabupaten di Mesuji yang letaknya di provinsi yang berbeda. Satu di Sumatera Selatan, satu lagi berada di Lampung sebagaimana yang dilaporkan warga adat Megou Pak pada Rabu (14/12) lalu.
“Harus diinventarisasi ijin lokasi menteri-menteri yang terdahulu yang memberikan lahan tidak terbatas, sehingga rumah rakyat digunakan untuk lokasi pembukaan lahan,” ujar Marzuki. (aga/bay/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/