25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Tinggalkan Istri Hamil Tua

Muhammad Syarif, Terduga Bomber

Pelaku bom bunuh diri di Masjid Ad-Zikra di lingkungan Mapolresta Cirebon, Jawa Barat, diduga bernama Muhammad Syarif. Dia meninggalkan seorang istri yang sedang hamil tua bernama Sri Maliha (27).

Menurut Sri Maliha, dia tak pernah lagi bertemu suaminya sejak sekitar dua pekan lalu pascaterjadinya kasus pembunuhan anggota Kodim Cirebon Kopral Kepala Sutejo, Minggu (3/4). Menurut Sri, dua pekan lalu suaminya pamit hendak pergi merantau mencari uang untuk biaya persalinan anak pertama mereka. Sri sendiri saat ini tengah hamil 9 bulan.

“Terakhir bertemu dua minggu lalu. Saat itu, suami saya pamit hendak merantau. Tapi ia tidak bilang merantau kemana,” kata Sri saat ditemui wartawan di kediamannya Dusun Senen Gang 30 Bata RT 0301, Desa Panjalin Kidul Kecamatan Sumberwaras Kabupaten Majalengka, Sabtu (16/4) sore.

Sri mengaku mengenal Sarip melelui telepon seluler sekitar 1 tahun silam. Setelah sering berkirim SMS dan saling telepon, mereka pun bertemu. “Kita saling telepon dan SMS-an. Setelah itu bertemu dan akhirnya menikah,” kata Sri tersipu.

Ia menyebutkan, sehari-hari suaminya bekerja di Cirebon sebagai desain grafis di sebuah tempat sablon. Disinggung apakah suaminya sering tak pulang lama, Sri mengelak. Menurutnya, setiap hari suaminya selalu pulang malam setelah bekerja.

“Baru kali ini saja nggak pulang karena bilangnya mau merantau. Saya sudah coba hubungi beberapa kali ke ponselnya, tapi tak pernah aktif lagi,” kata Sri.

Sri bersama suaminya tinggal di rumah berukuran sekitar 120 m2. Dalam satu area rumah tersebut, terdapat dua unit rumah. Sri dan suaminya tinggal di rumah mertua. Sedangkan rumah lainnya dihuni kerabat lainnya.
Syarif sempat kuliah di Bandung. “Suami saya dulu sempat kuliah di Bandung, tidak tahu di mana. Tapi ia juga kuliahnya enggak selesai,” kata Sri.

Sri mengatakan, suaminya bukan termasuk orang yang aneh. Sehari-hari, Syarif malah dikenal orang yang humoris. Hanya saja, sehari-hari Syarif jarang bercerita persoalannya kecuali masalah pekerjaan.
“Orangnya jarang curhat. Paling hanya seputar pekerjaan saja. Ya baru kali ini suami saya enggak terdengar kabarnya. Biasanya setelah kerja pasti pulang malam hari,” ujar Sri.

Di lingkungan tempat tinggalnya, Syarif jarang bergaul. Ia kerap marah-marah kepada orangtuanya.
“Si Syarif itu jarang pulang, berangkat pagi pulang malam. Jarang bergaul dengan tetangga,” kata tetangga Syarif, Enjoh, di sekitar kediaman orangtua Syarif di  Gang Rara Kuning II RT 3 RW 6 nomor 55, Petratean, Kecamatan Pekalipan, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (16/4). Rumah itu terletak di sebelah sekolah Al Huda, Cirebon.

Menurut dia, Syarif suka marah-marah apabila melihat sang ibunda, Ratu Srimulat, tidak mengenakan jilbab atau kerudung. “Dia juga marah kalau orang rumah sering nonton TV. Dia sering ngancam aku putus atau aku jual saja,” ujar Enjoh.

Enjoh mengatakan, Syarif lebih suka beribadah di musala di kawasan Kebon Pring. “Dia jarang salat di Musala Al Huda,” kata Enjoh.

Ketua RT 3, Ending, mengaku kurang kenal dengan Syarif. “Saya tidak terlalu kenal, dia jarang bergaul sama warga di sini. Dia berangkat pagi pulang malam,” kata Ending.

Kemarin (16/4), kediaman orangtua Syarif sepi. Rumah sederhana itu terletak di perkampungan padat. Rumah bercat merah jambu dan pintu pagar warna cokelat itu tampak tertutup. Lampu di teras dibiarkan menyala. Tidak ada penghuni yang beraktivitas.

Di mata tetangga, Muhammad Syarif, dulu gemar bergaul. Namun, setelah mengenyam pendidikan di pesantren di Solo, Jawa Tengah, sikap Syarif berubah. “Dulu sama warga sini dia akrab, cuma setelah masuk pesantren di daerah Solo, dia berubah. Pulang-pulang sudah memakai jubah,” cerita tetangga Syarif, Neni, di sekitar kediaman orangtua Syarif.

Neni mengaku tidak tahu nama pesantren tempat Syarif menimba ilmu dan sejak  kapan serta hingga kapan Syarif belajar di pesantren itu. Menurut Neni, Syarif sering marah-marah, dan melawan orangtuanya. “Seperti nendang TV dan berani sama orangtua, sering berantem sama bapaknya,” ujar Neni.

Syarif diketahui sebagai anak keempat dari tujuh bersaudara. Tetangga yang lain juga membenarkan Syarif pernah masuk pesantren di Solo. “Ia benar sejak pulang dari Solo dia sering marah-marah dan berani melawan sama orangtuanya,” kata seorang ibu yang enggan disebut namanya ini.

Namun Pondok Pesantren (Ponpes) Al Mukmin, di Ngruki, Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah belum bisa memastikan apakah Syarif pernah menimba ilmu di tempat tersebut.

“Secara pribadi saya tidak kenal dengan Sarip. Foto yang beredar di media saya juga tidak pernah kenal, tapi pengelola ponpes sedang mengkroscek,” ujar salah satu ustad di Ponpes Ngruki, Abdul Rohim Ba’asyir saat dihubungi, Sabtu (16/4).

Menurut anak kandung Ustad Ba’asyir ini, Syarip hanya disebutkan pernah di pesantren Solo, tapi hal tersebut belum tentu dari Al Mukmin, Ngruki. “Tapi sedang kita cek ke pengelola pesantren,” terangnya.

Pria yang akrab di sapa Iim ini juga tidak bisa memastikan apakah Syarif masuk dalam Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) Cirebon. Hal ini dkarenakan JAT Cirebon sedang ada masalah. “JAT Cirebon ada masalah, kita agak sulit menghubungi mereka. Kita belum bisa memastikan apakah Sarip itu anggota JAT Cirebon,” imbuhnya.
Sebelumnya, dugaan terlibatnya Syarif dalam bom bunuh diri di Mapolres Cirebon Kota, mengemuka setelah salah satu kerabatnya, Elang Rasyid mengenali wajah pelaku bom tersebut mirip keponakannya. Syarip sendiri menjadi target buruan polisi karena diduga sebagai pelaku pembunuhan pembunuhan anggota Kodim Cirebon Kopral Kepala Sutejo, Minggu (3/4) lalu.

Identitas warga Jalan Pekalipan Kota Cirebon ini diketahui setelah SIM atas nama dirinya ditemukan di lokasi tempat pembunuhan sadis Kopral Sutejo di Jalan Raya Talun, Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon.
“Wajahnya memang mirip keponakan saya. Sekarang bahkan pihak keluarga sudah dilakukan tes darah oleh pihak kepolisian,” ujar Elang.

Sebelumnya, polisi mengaku memeriksa tiga sampel darah warga Cirebon terkait aksi bom bunuh diri di Masjid Mapolres Cirebon Kota. Ketiga warga Cirebon tersebut datang ke Mapolres karena merasa kehilangan anggota keluarganya.

“Memang sudah ada dari masyarakat yang datang ke sini (Mapolres) yang datang melaporkan anggota keluarganya yang hilang. Mereka datang untuk menyesuaikan ciri-ciri korban tewas yang diduga pelaku,” kata Kabid Humas, Kombes Pol Agus Rianto di Mapolres Cirebon Kota, Sabtu (16/4). (net/bbs/jpnn)

Muhammad Syarif, Terduga Bomber

Pelaku bom bunuh diri di Masjid Ad-Zikra di lingkungan Mapolresta Cirebon, Jawa Barat, diduga bernama Muhammad Syarif. Dia meninggalkan seorang istri yang sedang hamil tua bernama Sri Maliha (27).

Menurut Sri Maliha, dia tak pernah lagi bertemu suaminya sejak sekitar dua pekan lalu pascaterjadinya kasus pembunuhan anggota Kodim Cirebon Kopral Kepala Sutejo, Minggu (3/4). Menurut Sri, dua pekan lalu suaminya pamit hendak pergi merantau mencari uang untuk biaya persalinan anak pertama mereka. Sri sendiri saat ini tengah hamil 9 bulan.

“Terakhir bertemu dua minggu lalu. Saat itu, suami saya pamit hendak merantau. Tapi ia tidak bilang merantau kemana,” kata Sri saat ditemui wartawan di kediamannya Dusun Senen Gang 30 Bata RT 0301, Desa Panjalin Kidul Kecamatan Sumberwaras Kabupaten Majalengka, Sabtu (16/4) sore.

Sri mengaku mengenal Sarip melelui telepon seluler sekitar 1 tahun silam. Setelah sering berkirim SMS dan saling telepon, mereka pun bertemu. “Kita saling telepon dan SMS-an. Setelah itu bertemu dan akhirnya menikah,” kata Sri tersipu.

Ia menyebutkan, sehari-hari suaminya bekerja di Cirebon sebagai desain grafis di sebuah tempat sablon. Disinggung apakah suaminya sering tak pulang lama, Sri mengelak. Menurutnya, setiap hari suaminya selalu pulang malam setelah bekerja.

“Baru kali ini saja nggak pulang karena bilangnya mau merantau. Saya sudah coba hubungi beberapa kali ke ponselnya, tapi tak pernah aktif lagi,” kata Sri.

Sri bersama suaminya tinggal di rumah berukuran sekitar 120 m2. Dalam satu area rumah tersebut, terdapat dua unit rumah. Sri dan suaminya tinggal di rumah mertua. Sedangkan rumah lainnya dihuni kerabat lainnya.
Syarif sempat kuliah di Bandung. “Suami saya dulu sempat kuliah di Bandung, tidak tahu di mana. Tapi ia juga kuliahnya enggak selesai,” kata Sri.

Sri mengatakan, suaminya bukan termasuk orang yang aneh. Sehari-hari, Syarif malah dikenal orang yang humoris. Hanya saja, sehari-hari Syarif jarang bercerita persoalannya kecuali masalah pekerjaan.
“Orangnya jarang curhat. Paling hanya seputar pekerjaan saja. Ya baru kali ini suami saya enggak terdengar kabarnya. Biasanya setelah kerja pasti pulang malam hari,” ujar Sri.

Di lingkungan tempat tinggalnya, Syarif jarang bergaul. Ia kerap marah-marah kepada orangtuanya.
“Si Syarif itu jarang pulang, berangkat pagi pulang malam. Jarang bergaul dengan tetangga,” kata tetangga Syarif, Enjoh, di sekitar kediaman orangtua Syarif di  Gang Rara Kuning II RT 3 RW 6 nomor 55, Petratean, Kecamatan Pekalipan, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (16/4). Rumah itu terletak di sebelah sekolah Al Huda, Cirebon.

Menurut dia, Syarif suka marah-marah apabila melihat sang ibunda, Ratu Srimulat, tidak mengenakan jilbab atau kerudung. “Dia juga marah kalau orang rumah sering nonton TV. Dia sering ngancam aku putus atau aku jual saja,” ujar Enjoh.

Enjoh mengatakan, Syarif lebih suka beribadah di musala di kawasan Kebon Pring. “Dia jarang salat di Musala Al Huda,” kata Enjoh.

Ketua RT 3, Ending, mengaku kurang kenal dengan Syarif. “Saya tidak terlalu kenal, dia jarang bergaul sama warga di sini. Dia berangkat pagi pulang malam,” kata Ending.

Kemarin (16/4), kediaman orangtua Syarif sepi. Rumah sederhana itu terletak di perkampungan padat. Rumah bercat merah jambu dan pintu pagar warna cokelat itu tampak tertutup. Lampu di teras dibiarkan menyala. Tidak ada penghuni yang beraktivitas.

Di mata tetangga, Muhammad Syarif, dulu gemar bergaul. Namun, setelah mengenyam pendidikan di pesantren di Solo, Jawa Tengah, sikap Syarif berubah. “Dulu sama warga sini dia akrab, cuma setelah masuk pesantren di daerah Solo, dia berubah. Pulang-pulang sudah memakai jubah,” cerita tetangga Syarif, Neni, di sekitar kediaman orangtua Syarif.

Neni mengaku tidak tahu nama pesantren tempat Syarif menimba ilmu dan sejak  kapan serta hingga kapan Syarif belajar di pesantren itu. Menurut Neni, Syarif sering marah-marah, dan melawan orangtuanya. “Seperti nendang TV dan berani sama orangtua, sering berantem sama bapaknya,” ujar Neni.

Syarif diketahui sebagai anak keempat dari tujuh bersaudara. Tetangga yang lain juga membenarkan Syarif pernah masuk pesantren di Solo. “Ia benar sejak pulang dari Solo dia sering marah-marah dan berani melawan sama orangtuanya,” kata seorang ibu yang enggan disebut namanya ini.

Namun Pondok Pesantren (Ponpes) Al Mukmin, di Ngruki, Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah belum bisa memastikan apakah Syarif pernah menimba ilmu di tempat tersebut.

“Secara pribadi saya tidak kenal dengan Sarip. Foto yang beredar di media saya juga tidak pernah kenal, tapi pengelola ponpes sedang mengkroscek,” ujar salah satu ustad di Ponpes Ngruki, Abdul Rohim Ba’asyir saat dihubungi, Sabtu (16/4).

Menurut anak kandung Ustad Ba’asyir ini, Syarip hanya disebutkan pernah di pesantren Solo, tapi hal tersebut belum tentu dari Al Mukmin, Ngruki. “Tapi sedang kita cek ke pengelola pesantren,” terangnya.

Pria yang akrab di sapa Iim ini juga tidak bisa memastikan apakah Syarif masuk dalam Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) Cirebon. Hal ini dkarenakan JAT Cirebon sedang ada masalah. “JAT Cirebon ada masalah, kita agak sulit menghubungi mereka. Kita belum bisa memastikan apakah Sarip itu anggota JAT Cirebon,” imbuhnya.
Sebelumnya, dugaan terlibatnya Syarif dalam bom bunuh diri di Mapolres Cirebon Kota, mengemuka setelah salah satu kerabatnya, Elang Rasyid mengenali wajah pelaku bom tersebut mirip keponakannya. Syarip sendiri menjadi target buruan polisi karena diduga sebagai pelaku pembunuhan pembunuhan anggota Kodim Cirebon Kopral Kepala Sutejo, Minggu (3/4) lalu.

Identitas warga Jalan Pekalipan Kota Cirebon ini diketahui setelah SIM atas nama dirinya ditemukan di lokasi tempat pembunuhan sadis Kopral Sutejo di Jalan Raya Talun, Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon.
“Wajahnya memang mirip keponakan saya. Sekarang bahkan pihak keluarga sudah dilakukan tes darah oleh pihak kepolisian,” ujar Elang.

Sebelumnya, polisi mengaku memeriksa tiga sampel darah warga Cirebon terkait aksi bom bunuh diri di Masjid Mapolres Cirebon Kota. Ketiga warga Cirebon tersebut datang ke Mapolres karena merasa kehilangan anggota keluarganya.

“Memang sudah ada dari masyarakat yang datang ke sini (Mapolres) yang datang melaporkan anggota keluarganya yang hilang. Mereka datang untuk menyesuaikan ciri-ciri korban tewas yang diduga pelaku,” kata Kabid Humas, Kombes Pol Agus Rianto di Mapolres Cirebon Kota, Sabtu (16/4). (net/bbs/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/