26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Bikin Ketar-ketir, Pengamanan Habis Rp40 Juta

Tingkah Polah Para Supporter Ba’asyir Selama Sidang Pembacaan Vonis

Sidang Abu Bakar Ba’asyir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak pernah sepi dari kehadiran para pendukungnya. Kebanyakan mereka berasal dari Jamaah Ansharut Tauhid (JAT). Kemarin semakin banyak pendukung setia Ba’asyir yang hadir. Ulah mereka selama sidang berlangsung membuat petugas keamanan ketir-ketir.

DHIMAS G-AGUNG P, Jakarta

KEMARIN siang (16/6) Ana Lestari benar-benar terpukul. Berulang-ulang tangan kanannya mencoba menyeka air matanya dengan tisu. Dia menjerit ketika telinganya mendengar hakim memvonis Abu Bakar Ba’asyir harus berada di balik jeruji 15 tahun.

Bukan hanya Ana yang berteriak histeris. Di sebelah perempuan dari Ciputat, Tangerang, itu ada dua perempuan. Seorang berjilbab hitam dan seorang lagi berjilbab hijau. Mereka juga menangis keras. “Ya Allah, kenapa bisa seperti itu. Ustad bukan teroris,” teriak Ana sambil menahan air mata.

Dengan sesenggukan, perempuan bercadar tersebut tak henti-henti mengecam hakim yang menjatuhkan vonis untuk Ba’asyir. Beberapa perempuan bercadar lain mengucap sumpah bahwa pengadilan manusia tidak bersih dan penuh rekayasa. “Hakim yang mengadili Ustad Abu adalah mereka yang telah diperiksa Komisi Yudisial (KY) karena tak bersih ketika mengadili Antasari (Antasari Azhar, mantan ketua KPK, Red),” tutur perempuan di sebelah Ana.

Para perempuan itu semakin terpukul karena merasa hakim tidak memberikan kesempatan kepada Ba’asyir untuk berbicara. Saat itu suara hakim yang terdengar melalui speaker menyatakan bahwa amir JAT tersebut hanya boleh mengatakan langkah hukum selanjutnya. “Dia (Ba’asyir, Red) sudah tua, dibebaskan pun tidak berbahaya,” imbuh Ana.

Tak lama berselang, para perempuan yang kebanyakan bercadar tersebut tiba-tiba berdiri sambil meneriakkan takbir berkali-kali. Itu terjadi ketika Ba’asyir menyatakan akan mengajukan banding. “Kami tidak akan pernah menyerah,” teriak para pendukung perempuan tersebut. Jumlah mereka tak sampai 40 orang. Tapi, selama sidang, kehadiran mereka menarik perhatian sejumlah wartawan yang meliput. Maklum, mereka duduk di barisan paling depan dan kerap mengobarkan semangat dengan pekikan takbir.

Kehadiran para pendukung Ba’asyir itu memang memberikan warna tersendiri dalam setiap sidang. Saat membeludaknya para pengunjung kemarin, misalnya. Kala itu para pendukung pria yang biasa dipanggil ikhwan memberikan peringatan untuk tidak dekat-dekat dengan para perempuan. “Bukan muhrim, jangan dekat-dekat woi!” teriak salah seorang ikhwan.

Bukan hanya itu. Cara mereka memberikan dukungan juga kadang membuat orang lain heran. Dalam sidang kemarin, para pendukung pria yang berada di luar ruang sidang tiba-tiba melakukan push-up sepuluh kali. Itu terjadi setelah Abu Bilal selaku koordinator lapangan massa tersebut mengatakan bahwa mereka harus siaga. “Agar mereka siap,” tuturnya.

Saat perintah itu keluar dari Abu Bilal, tidak ada yang membantah. Secara terstruktur, mereka langsung mengatur barisan dan mengambil posisi untuk push-up. Panasnya hawa tidak membuat mereka ragu untuk menempelkan tangan di halaman yang mulai menghangat karena sengatan matahari.

Di lapangan, Ustad Akhwan sebagai pelaksana amir JAT langsung berorasi begitu vonis dijatuhkan. Sambil terbata-bata dan menahan air mata, dia mengeluhkan diskriminasi terhadap umat Islam. Menurut dia, seruan dakwah terhadap tauhid yang disuarakan oleh Ba’asyir justru dianggap melawan negara.
“Saya merasa sangat bingung dan sangat kecewa. Mengapa agama lain diberikan ruang yang luas, tapi umat Islam dibatasi, bahkan tidak pernah diberikan porsi yang seimbang?” katanya.

Dia menambahkan, sebenarnya Ba’asyir adalah seseorang nasionalis sejati. Dia peduli bangsa dan arena itu harus diatur secara Islami. Selama ini negara hanya dilihat dari kacamata politik. Itu yang membuat kasus korupsi dan persoalan sosial tidak pernah selesai. “Kendati Ba’asyir dipenjara, perjuangan kami tidak akan berakhir,” tegasnya.
Begitu juga saat sidang dibubarkan. Para pendukung pria tidak langsung meninggalkan tempat secara biasa. Mereka malah berlari kecil mengelilingi halaman PN Jakarta Selatan yang luasnya tidak jauh beda dengan lapangan basket itu. Setelah tiga kali mengelilingi sambil bernyanyi ala militer, mereka baru keluar gerbang dengan kondisi masih berlari kecil.

Beberapa yel-yel yang mereka nyanyikan adalah khaibar-khaibar ya Yahud (ancaman terhadap kaum Yahudi) dan kecaman-kecaman terhadap Detasemen Khusus 88 seperti Densus Laknatullah. Mereka juga membawa selebaran berisi dukungan terhadap Ba’asyir. Di antaranya, Mujahidin Indonesia, Bebaskan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, Jangan Macam-Macam.

Meski para pendukung saat sidang kemarin tidak sampai menimbulkan kericuhan, mereka selalu mendapat perhatian penuh dari aparat. Para petugas keamanan itu pun ketir-ketir karena ada di antara pendukung yang nakal dan berpotensi memperkeruh suasana. “Ada yang membawa ketapel dan sudah diamankan,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombespol Baharudin Djafar.

Potensi kerusuhan juga muncul karena anggota JAT biasanya tidak menolerasi adanya penyusup. Bahkan, salah seorang wartawan media lokal Jakarta ada yang dituduh sebagai intel kepolisian. “Rapatkan barisan. Ada yang berdandan seperti kita, tetapi tidak ada yang mengenalnya,” teriak seorang perempuan bercadar yang tidak mau disebut namanya.

Kombespol Baharudin Djafar mengaku lega dengan kondusifnya sidang kemarin. Sebanyak 2.886 personel dari Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Selatan plus 550 personel Mabes Polri serta 395 prajurit TNI tidak percuma diturunkan. “Sempat ada kabar bakal muncul masalah, tapi ternyata tidak benar,” urainya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, pengamanan sidang Abu Bakar Ba’asyir memakan anggaran hingga Rp40 juta. Anggaran setiap pengamanan sidang Ba’asyir diakuinya selalu berkisar di angka itu. “Dananya tinggi karena selalu melibatkan personel dalam jumlah besar dan persenjataan lengkap,” aparnya.

Secara terpisah, Kepala Biro Operasi Polda Metro Jaya Kombes Sujarno mengatakan, besarnya anggaran pengamanan bergantung pada tingkat ancamannya. Anggaran itu biasanya terserap pada makan juga. “Taruhlah satu personel makannya Rp10 ribu. Kalau butuh 2.000 personel, berarti butuh Rp20 jutaan,” terang Sujarno.(c2/kum/jpnn)

Tingkah Polah Para Supporter Ba’asyir Selama Sidang Pembacaan Vonis

Sidang Abu Bakar Ba’asyir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak pernah sepi dari kehadiran para pendukungnya. Kebanyakan mereka berasal dari Jamaah Ansharut Tauhid (JAT). Kemarin semakin banyak pendukung setia Ba’asyir yang hadir. Ulah mereka selama sidang berlangsung membuat petugas keamanan ketir-ketir.

DHIMAS G-AGUNG P, Jakarta

KEMARIN siang (16/6) Ana Lestari benar-benar terpukul. Berulang-ulang tangan kanannya mencoba menyeka air matanya dengan tisu. Dia menjerit ketika telinganya mendengar hakim memvonis Abu Bakar Ba’asyir harus berada di balik jeruji 15 tahun.

Bukan hanya Ana yang berteriak histeris. Di sebelah perempuan dari Ciputat, Tangerang, itu ada dua perempuan. Seorang berjilbab hitam dan seorang lagi berjilbab hijau. Mereka juga menangis keras. “Ya Allah, kenapa bisa seperti itu. Ustad bukan teroris,” teriak Ana sambil menahan air mata.

Dengan sesenggukan, perempuan bercadar tersebut tak henti-henti mengecam hakim yang menjatuhkan vonis untuk Ba’asyir. Beberapa perempuan bercadar lain mengucap sumpah bahwa pengadilan manusia tidak bersih dan penuh rekayasa. “Hakim yang mengadili Ustad Abu adalah mereka yang telah diperiksa Komisi Yudisial (KY) karena tak bersih ketika mengadili Antasari (Antasari Azhar, mantan ketua KPK, Red),” tutur perempuan di sebelah Ana.

Para perempuan itu semakin terpukul karena merasa hakim tidak memberikan kesempatan kepada Ba’asyir untuk berbicara. Saat itu suara hakim yang terdengar melalui speaker menyatakan bahwa amir JAT tersebut hanya boleh mengatakan langkah hukum selanjutnya. “Dia (Ba’asyir, Red) sudah tua, dibebaskan pun tidak berbahaya,” imbuh Ana.

Tak lama berselang, para perempuan yang kebanyakan bercadar tersebut tiba-tiba berdiri sambil meneriakkan takbir berkali-kali. Itu terjadi ketika Ba’asyir menyatakan akan mengajukan banding. “Kami tidak akan pernah menyerah,” teriak para pendukung perempuan tersebut. Jumlah mereka tak sampai 40 orang. Tapi, selama sidang, kehadiran mereka menarik perhatian sejumlah wartawan yang meliput. Maklum, mereka duduk di barisan paling depan dan kerap mengobarkan semangat dengan pekikan takbir.

Kehadiran para pendukung Ba’asyir itu memang memberikan warna tersendiri dalam setiap sidang. Saat membeludaknya para pengunjung kemarin, misalnya. Kala itu para pendukung pria yang biasa dipanggil ikhwan memberikan peringatan untuk tidak dekat-dekat dengan para perempuan. “Bukan muhrim, jangan dekat-dekat woi!” teriak salah seorang ikhwan.

Bukan hanya itu. Cara mereka memberikan dukungan juga kadang membuat orang lain heran. Dalam sidang kemarin, para pendukung pria yang berada di luar ruang sidang tiba-tiba melakukan push-up sepuluh kali. Itu terjadi setelah Abu Bilal selaku koordinator lapangan massa tersebut mengatakan bahwa mereka harus siaga. “Agar mereka siap,” tuturnya.

Saat perintah itu keluar dari Abu Bilal, tidak ada yang membantah. Secara terstruktur, mereka langsung mengatur barisan dan mengambil posisi untuk push-up. Panasnya hawa tidak membuat mereka ragu untuk menempelkan tangan di halaman yang mulai menghangat karena sengatan matahari.

Di lapangan, Ustad Akhwan sebagai pelaksana amir JAT langsung berorasi begitu vonis dijatuhkan. Sambil terbata-bata dan menahan air mata, dia mengeluhkan diskriminasi terhadap umat Islam. Menurut dia, seruan dakwah terhadap tauhid yang disuarakan oleh Ba’asyir justru dianggap melawan negara.
“Saya merasa sangat bingung dan sangat kecewa. Mengapa agama lain diberikan ruang yang luas, tapi umat Islam dibatasi, bahkan tidak pernah diberikan porsi yang seimbang?” katanya.

Dia menambahkan, sebenarnya Ba’asyir adalah seseorang nasionalis sejati. Dia peduli bangsa dan arena itu harus diatur secara Islami. Selama ini negara hanya dilihat dari kacamata politik. Itu yang membuat kasus korupsi dan persoalan sosial tidak pernah selesai. “Kendati Ba’asyir dipenjara, perjuangan kami tidak akan berakhir,” tegasnya.
Begitu juga saat sidang dibubarkan. Para pendukung pria tidak langsung meninggalkan tempat secara biasa. Mereka malah berlari kecil mengelilingi halaman PN Jakarta Selatan yang luasnya tidak jauh beda dengan lapangan basket itu. Setelah tiga kali mengelilingi sambil bernyanyi ala militer, mereka baru keluar gerbang dengan kondisi masih berlari kecil.

Beberapa yel-yel yang mereka nyanyikan adalah khaibar-khaibar ya Yahud (ancaman terhadap kaum Yahudi) dan kecaman-kecaman terhadap Detasemen Khusus 88 seperti Densus Laknatullah. Mereka juga membawa selebaran berisi dukungan terhadap Ba’asyir. Di antaranya, Mujahidin Indonesia, Bebaskan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, Jangan Macam-Macam.

Meski para pendukung saat sidang kemarin tidak sampai menimbulkan kericuhan, mereka selalu mendapat perhatian penuh dari aparat. Para petugas keamanan itu pun ketir-ketir karena ada di antara pendukung yang nakal dan berpotensi memperkeruh suasana. “Ada yang membawa ketapel dan sudah diamankan,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombespol Baharudin Djafar.

Potensi kerusuhan juga muncul karena anggota JAT biasanya tidak menolerasi adanya penyusup. Bahkan, salah seorang wartawan media lokal Jakarta ada yang dituduh sebagai intel kepolisian. “Rapatkan barisan. Ada yang berdandan seperti kita, tetapi tidak ada yang mengenalnya,” teriak seorang perempuan bercadar yang tidak mau disebut namanya.

Kombespol Baharudin Djafar mengaku lega dengan kondusifnya sidang kemarin. Sebanyak 2.886 personel dari Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Selatan plus 550 personel Mabes Polri serta 395 prajurit TNI tidak percuma diturunkan. “Sempat ada kabar bakal muncul masalah, tapi ternyata tidak benar,” urainya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, pengamanan sidang Abu Bakar Ba’asyir memakan anggaran hingga Rp40 juta. Anggaran setiap pengamanan sidang Ba’asyir diakuinya selalu berkisar di angka itu. “Dananya tinggi karena selalu melibatkan personel dalam jumlah besar dan persenjataan lengkap,” aparnya.

Secara terpisah, Kepala Biro Operasi Polda Metro Jaya Kombes Sujarno mengatakan, besarnya anggaran pengamanan bergantung pada tingkat ancamannya. Anggaran itu biasanya terserap pada makan juga. “Taruhlah satu personel makannya Rp10 ribu. Kalau butuh 2.000 personel, berarti butuh Rp20 jutaan,” terang Sujarno.(c2/kum/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/