KPK mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif, Akil Mochtar. Terangka kasus dugaan suapn
penanganan sengketa Pemilihan Kepala Daerah di Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banten itu kembali dijerat dengan sangkaan menerima pemberian lainnya terkait perkara yang ditangani MK.
“Penyidik KPK telah mengeluarkan sprindik baru berkaitan penanganan perkara penerimaan hadiah yang berkaitan dengan penanganan perkara di lingkungan MK yang diduga dilakukan oleh tersangka Akil Mochtar. Yang dulu kan terkait Pilkada Gunung Mas dan Lebak, sekarang ini ada penerimaan yang lain,” kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, Rabu (16/10).
Menurut Johan, sprindik baru itu dikeluarkan sejak tanggal 10 Oktober 2013. KPK memutuskan mengeluarkan sprindik baru itu setelah menemukan bukti-bukti baru dalam pengembangan penyidikan kasus yang menjerat Akil.
Johan menambahkan, bukti-bukti baru itu didapatkan berdasarkan keterangan saksi atau tersangka dalam proses penyidikan, hasil penggeledahan dan penelusuran penyidik.
“Setelah dilakukan pengembangan penyidikan, Akil juga disangkakan melanggar Pasal 12 B selain Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” kata Johan. Lantas kasus suap apalagi yang dijeratkan ke Akil? “Saya belum dapat informasi,” katanya.
Seperti diketahui, dalam kasus dugaan suap penanganan sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banten di MK, Akil ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Barang bukti dalam kasus suap Pilkada Gunung Mas adalah uang dalam bentuk dolar Singapura (SGD) sebesar 284.050, serta bentuk dolar Amerika Serikat (USD) sebanyak 22.000.
Jika dirupiahkan total nilainya sekitar Rp3 miliar. Sedangkan, dalam kasus suap Pilkada Lebak, barang buktinya adalah uang Rp1 miliar dalam bentuk pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu yang berada dalam travel bag.
Akil sendiri menolak dikait-kaitkan dengan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Demikian dikatakan Akil melalui Kuasa Hukumnya Otto Hasibuan, kemarin (16/10).
Menurut Otto, belum ada pengumuman resmi dari KPK soal dugaan TPPU. Sebab, kasus yang dihadapi Akil adalah terkait dugaan suap.
“Jadi kalau suap, uangnya di tangan KPK, lalu pencucian uangnya ada dimana?” tanya Otto saat menjenguk Akil di rutan KPK, Jakarta, kemarin.
Otto membandingkan perkara yang dialami kliennya berbeda dengan kasus Djoko Susilo yang juga disangka pasal pencucian uang. Kalau perkara Djoko, Otto menilai ada uang, memperkaya diri sendiri korupsi dulu. Jadi uang korupsi tersebut dikumpulkan, baru kemudian di samarkan dengan cara beli aset dan sebagainya.
“Kalau ini kan pasal suap, berarti kan uangnya ditangkap diterima langsung. Kan katanya kasus ini tangkap tangan berarti nggak ada yang dicuci dong,” tandasnya. (gil/fas/jpnn)
Jerat Korupsi Akil Bertambah
KPK mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif, Akil Mochtar. Terangka kasus dugaan suapn
penanganan sengketa Pemilihan Kepala Daerah di Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banten itu kembali dijerat dengan sangkaan menerima pemberian lainnya terkait perkara yang ditangani MK.
“Penyidik KPK telah mengeluarkan sprindik baru berkaitan penanganan perkara penerimaan hadiah yang berkaitan dengan penanganan perkara di lingkungan MK yang diduga dilakukan oleh tersangka Akil Mochtar. Yang dulu kan terkait Pilkada Gunung Mas dan Lebak, sekarang ini ada penerimaan yang lain,” kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, Rabu (16/10).
Menurut Johan, sprindik baru itu dikeluarkan sejak tanggal 10 Oktober 2013. KPK memutuskan mengeluarkan sprindik baru itu setelah menemukan bukti-bukti baru dalam pengembangan penyidikan kasus yang menjerat Akil.
Johan menambahkan, bukti-bukti baru itu didapatkan berdasarkan keterangan saksi atau tersangka dalam proses penyidikan, hasil penggeledahan dan penelusuran penyidik.
“Setelah dilakukan pengembangan penyidikan, Akil juga disangkakan melanggar Pasal 12 B selain Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” kata Johan. Lantas kasus suap apalagi yang dijeratkan ke Akil? “Saya belum dapat informasi,” katanya.
Seperti diketahui, dalam kasus dugaan suap penanganan sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banten di MK, Akil ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Barang bukti dalam kasus suap Pilkada Gunung Mas adalah uang dalam bentuk dolar Singapura (SGD) sebesar 284.050, serta bentuk dolar Amerika Serikat (USD) sebanyak 22.000.
Jika dirupiahkan total nilainya sekitar Rp3 miliar. Sedangkan, dalam kasus suap Pilkada Lebak, barang buktinya adalah uang Rp1 miliar dalam bentuk pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu yang berada dalam travel bag.
Akil sendiri menolak dikait-kaitkan dengan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Demikian dikatakan Akil melalui Kuasa Hukumnya Otto Hasibuan, kemarin (16/10).
Menurut Otto, belum ada pengumuman resmi dari KPK soal dugaan TPPU. Sebab, kasus yang dihadapi Akil adalah terkait dugaan suap.
“Jadi kalau suap, uangnya di tangan KPK, lalu pencucian uangnya ada dimana?” tanya Otto saat menjenguk Akil di rutan KPK, Jakarta, kemarin.
Otto membandingkan perkara yang dialami kliennya berbeda dengan kasus Djoko Susilo yang juga disangka pasal pencucian uang. Kalau perkara Djoko, Otto menilai ada uang, memperkaya diri sendiri korupsi dulu. Jadi uang korupsi tersebut dikumpulkan, baru kemudian di samarkan dengan cara beli aset dan sebagainya.
“Kalau ini kan pasal suap, berarti kan uangnya ditangkap diterima langsung. Kan katanya kasus ini tangkap tangan berarti nggak ada yang dicuci dong,” tandasnya. (gil/fas/jpnn)