25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Kasus Kajari Ketangkap Tangan

Bambang w soehartoJAKARTA- Operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Sabtu (14/12) di Praya, Nusa Tenggara Barat kembali menyeret politisi.

Dia adalah Bambang Wiratmadji Soeharto, yang menjabat sebagai Ketua Dewan Penasihat Partai Hanura. Oleh KPK, Bambang yang juga mantan anggota Komnas HAM itu dimasukkan dalam daftar cegahn
Jubir KPK Johan Budi mengatakan, pencegahan terhadap Bambang tidak sendiri. Ada empat orang lain yang dilarang KPK bepergian ke luar negeri selama enam bulan. Mereka adalah, Jaksa Kejari Praya yang bernama Apriyanto Kurniawan. Lantas, Kepala Pengadilan Negeri (PN) Praya, Sumedi.

Dua nama lainnya adalah hakim PN Praya, Anak Agung Putra Wiratjaya dan Dewi Santimi. Menurut Johan, mereka dicegah karena terkait dengan kasus suap yang dilakukan Lusita Ani Razak terhadap Kajari Praya, Subri. “Supaya sewaktu-waktu dipanggil, tidak sedang di luar negeri,” ujarnya.

Tidak banyak penjelasan yang disampaikan Johan soal kenapa mereka dicegah. Dia hanya mengatakan kalau para penegak hukum yang dicegah karena berkaitan dengan penanganan perkara. Sedangkan nama Bambang ikut masuk daftar cegah karena statusnya sebagai pengusaha.

Menurut informasi yang dikumpulkan, Bambang yang merupakan politisi Hanura itu ikut terseret karena menjabat sebagai Presiden Direktur PT Pantai Aan. Perusahaan itu disebut sedang bersengketa dengan seseorang yang bernama Sugiharta alias Along. Mereka memperebutkan tanah seluas 2,200 m2 di Lombok.

Alo dipolisikan karena dituduh memalsukan sertifikat yang diklaim sebagai milik PT Pantai Aan tersebut. Dalam perjalanan menjelang vonis yang direncanakan pada awal Januari, terjadilah penyuapan. Ada dugaan, perusahaan tersebut tidak percaya diri dalam menghadapi sidang. Akhirnya, memilih menyuap jaksa.

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, pencegahan itu perlu dilakukan karena pihaknya perlu mengumpulkan banyak informasi. Sebab, dia merasa ada kaitan antara private sector dan penegak hukum. “Menariknya disitu. Dan itu akan kami dalami untuk memastikan kaitannya seperti apa,” jelasnya.

Dia melanjutkan, KPK juga masih mendalami dugaan adanya orang lain yang menjadi tersangka. Disamping itu, Busyro menduga kalau Lusita dan Bambang memang memiliki kaitan dalam pekerjaan. Namun, dia menegaskan kalau dicegahnya Bambang tidak ada kaitan dengan Partai Hanura. “Nggak ada,” tegasnya.

Terpisah, Ketua Fraksi Hanura Syarifuddin Sudding, menyatakan sudah mendengar dugaan keterlibatan Bambang yang juga Ketua Dewan Penasihat Hanura itu dalam kasus suap jaksa. Sudding mengaku sudah berkomunikasi dengan ketua umum Wiranto untuk mengklarifikasi hal itu.

“Saya baru komunikasi dengan ketua umum, kita akan konfirmasi dulu dengan Pak Bambang,” kata Sudding di Gedung DPR, Jakarta, kemarin (16/12).

Menurut Sudding, partainya tidak akan main-main dengan kader yang terlibat kasus hukum. Anggota komisi hukum DPR itu berjanji partainya akan menindak tegas kader yang terlibat kasus hukum. “Siapapun anggota yang terlibat akan dilakukan tindakan tegas, siapapun yang terlibat dalam persoalan hukum,” ujarnya.

Pemberhentian Sementara Subri
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Praya, Nusa Tenggara Barat (NTB) Subri yang telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus suap perkara pemalsuan sertifikat tanah, segera diberhentikan sementara. Jaksa Agung Basrief Arief menegaskan, pemberhentian sementara yang bersangkutan tinggal menunggu proses administrasi.

“Ini kan ketentuan perundang-undangan tadi. Saya kan tinggal menunggu administrasinya saja,” ujarnya saat ditemui di Istana Wakil Presiden, kemarin. Basrief menuturkan, pihaknya telah meminta Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAMPidsus) Widyo Pramono untuk segera berkoordinasi dengan KPK, mengurus administrasi pemberhentian Jaksa Subri.

“Kalau de facto kan sudah jelas. Kita semua sudah tahu dia sekarang sudah ditangkap dan ditahan di KPK. Nah, de jure-nya, administrasinya, ini saya minta tadi JAMPidsus untuk berkoordinasi ke KPK. Setelah itu dapat saya akan menerbitkan sebagai pemberhentian sementara,” paparnya.

Basrief melanjutkan, pihaknya akan memberikan bantuan kepada KPK jika diperlukan. Namun, dalam hal ini, pihaknya hanya bisa masuk dalam ranah pelanggaran etik. “Ranah pidana masuk di sana (KPK). Kalau pelanggaran etik itu otomatis. Itu sudah pasti kita tindak lanjuti, SOP-nya sudah seperti itu,” lanjutnya.

Sementara, terkait penangkapan jaksa Subri oleh KPK, Basrief mengungkapkan hal tersebut menjadi keprihatinan tersendiri, dimana lembaganya tengah melakukan reformasi birokrasi. Meski begitu, dia mengucapkan terimakasih kepada KPK terkait penangkapan Jaksa Subri atas kasus suap tersebut.

“Di sinilah kita melihat bahwa penegakan hukum itu tidak ada diskriminatif. Siapapun yang melakukan pelanggaran hukum tentu harus ditindaklanjuti,” ungkapnya.

Basrief pun berharap kasus tersebut bisa menjadi sebuah pelajaran bagi para jaksa lainnya. Dia juga menekankan akan kembali melakukan evaluasi secara menyeluruh, tidak hanya terbatas pada kasus korupsi. “Saya sudah lakukan itu (evaluasi). Saya minta seluruh unit kerja untuk melakukan evaluasi terhadap penanganan kasus-kasus seperti itu, tidak hanya korupsi, tapi seluruh kasus,” katanya.

Ketika disinggung adanya dugaan dari KPK bahwa bukan pertama kalinya Jaksa Subri menerima suap, Basrief enggan berkomentar. Dia hanya menuturkan, pihaknya justru baru mengetahui kasus suap tersebut dari KPK. Dia juga mengaku tidak pernah mendengar adanya dugaan suap Jaksa Subri yang lain.

“Saya baru tahu yang masalah ini (kasus suap). Kalau di KPK seperti itu, ya kita akan lihat apa memang sudah berkali-kali dilakukan di NTB ini,” imbuhnya.

Di bagian lain, pihak istana juga ikut angkat bicara terkait kasus suap yang kembali melibatkan seorang aparat penegak hukum. Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha menuturkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah mengetahui kasus tersebut dari pemberitaan.

Terkait penangkapan yang dilakukan KPK, Presiden SBY menyatakan akan mendukung segala upaya yang dilakukan KPK. “Karena bagaimanapun semua orang tanpa kecuali, siapapun itu berkedudukan sama di hadapan hukum. Jadi, tentu ini sesuatu yang kalau memang terbukti, tidak bisa ditolerir dan tetap harus diproses secara hukum sebagaimana hukum yang berlaku,” papar Julian di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin. (dim/ken/bay/jpnn/rbb)

Bambang w soehartoJAKARTA- Operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Sabtu (14/12) di Praya, Nusa Tenggara Barat kembali menyeret politisi.

Dia adalah Bambang Wiratmadji Soeharto, yang menjabat sebagai Ketua Dewan Penasihat Partai Hanura. Oleh KPK, Bambang yang juga mantan anggota Komnas HAM itu dimasukkan dalam daftar cegahn
Jubir KPK Johan Budi mengatakan, pencegahan terhadap Bambang tidak sendiri. Ada empat orang lain yang dilarang KPK bepergian ke luar negeri selama enam bulan. Mereka adalah, Jaksa Kejari Praya yang bernama Apriyanto Kurniawan. Lantas, Kepala Pengadilan Negeri (PN) Praya, Sumedi.

Dua nama lainnya adalah hakim PN Praya, Anak Agung Putra Wiratjaya dan Dewi Santimi. Menurut Johan, mereka dicegah karena terkait dengan kasus suap yang dilakukan Lusita Ani Razak terhadap Kajari Praya, Subri. “Supaya sewaktu-waktu dipanggil, tidak sedang di luar negeri,” ujarnya.

Tidak banyak penjelasan yang disampaikan Johan soal kenapa mereka dicegah. Dia hanya mengatakan kalau para penegak hukum yang dicegah karena berkaitan dengan penanganan perkara. Sedangkan nama Bambang ikut masuk daftar cegah karena statusnya sebagai pengusaha.

Menurut informasi yang dikumpulkan, Bambang yang merupakan politisi Hanura itu ikut terseret karena menjabat sebagai Presiden Direktur PT Pantai Aan. Perusahaan itu disebut sedang bersengketa dengan seseorang yang bernama Sugiharta alias Along. Mereka memperebutkan tanah seluas 2,200 m2 di Lombok.

Alo dipolisikan karena dituduh memalsukan sertifikat yang diklaim sebagai milik PT Pantai Aan tersebut. Dalam perjalanan menjelang vonis yang direncanakan pada awal Januari, terjadilah penyuapan. Ada dugaan, perusahaan tersebut tidak percaya diri dalam menghadapi sidang. Akhirnya, memilih menyuap jaksa.

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, pencegahan itu perlu dilakukan karena pihaknya perlu mengumpulkan banyak informasi. Sebab, dia merasa ada kaitan antara private sector dan penegak hukum. “Menariknya disitu. Dan itu akan kami dalami untuk memastikan kaitannya seperti apa,” jelasnya.

Dia melanjutkan, KPK juga masih mendalami dugaan adanya orang lain yang menjadi tersangka. Disamping itu, Busyro menduga kalau Lusita dan Bambang memang memiliki kaitan dalam pekerjaan. Namun, dia menegaskan kalau dicegahnya Bambang tidak ada kaitan dengan Partai Hanura. “Nggak ada,” tegasnya.

Terpisah, Ketua Fraksi Hanura Syarifuddin Sudding, menyatakan sudah mendengar dugaan keterlibatan Bambang yang juga Ketua Dewan Penasihat Hanura itu dalam kasus suap jaksa. Sudding mengaku sudah berkomunikasi dengan ketua umum Wiranto untuk mengklarifikasi hal itu.

“Saya baru komunikasi dengan ketua umum, kita akan konfirmasi dulu dengan Pak Bambang,” kata Sudding di Gedung DPR, Jakarta, kemarin (16/12).

Menurut Sudding, partainya tidak akan main-main dengan kader yang terlibat kasus hukum. Anggota komisi hukum DPR itu berjanji partainya akan menindak tegas kader yang terlibat kasus hukum. “Siapapun anggota yang terlibat akan dilakukan tindakan tegas, siapapun yang terlibat dalam persoalan hukum,” ujarnya.

Pemberhentian Sementara Subri
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Praya, Nusa Tenggara Barat (NTB) Subri yang telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus suap perkara pemalsuan sertifikat tanah, segera diberhentikan sementara. Jaksa Agung Basrief Arief menegaskan, pemberhentian sementara yang bersangkutan tinggal menunggu proses administrasi.

“Ini kan ketentuan perundang-undangan tadi. Saya kan tinggal menunggu administrasinya saja,” ujarnya saat ditemui di Istana Wakil Presiden, kemarin. Basrief menuturkan, pihaknya telah meminta Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAMPidsus) Widyo Pramono untuk segera berkoordinasi dengan KPK, mengurus administrasi pemberhentian Jaksa Subri.

“Kalau de facto kan sudah jelas. Kita semua sudah tahu dia sekarang sudah ditangkap dan ditahan di KPK. Nah, de jure-nya, administrasinya, ini saya minta tadi JAMPidsus untuk berkoordinasi ke KPK. Setelah itu dapat saya akan menerbitkan sebagai pemberhentian sementara,” paparnya.

Basrief melanjutkan, pihaknya akan memberikan bantuan kepada KPK jika diperlukan. Namun, dalam hal ini, pihaknya hanya bisa masuk dalam ranah pelanggaran etik. “Ranah pidana masuk di sana (KPK). Kalau pelanggaran etik itu otomatis. Itu sudah pasti kita tindak lanjuti, SOP-nya sudah seperti itu,” lanjutnya.

Sementara, terkait penangkapan jaksa Subri oleh KPK, Basrief mengungkapkan hal tersebut menjadi keprihatinan tersendiri, dimana lembaganya tengah melakukan reformasi birokrasi. Meski begitu, dia mengucapkan terimakasih kepada KPK terkait penangkapan Jaksa Subri atas kasus suap tersebut.

“Di sinilah kita melihat bahwa penegakan hukum itu tidak ada diskriminatif. Siapapun yang melakukan pelanggaran hukum tentu harus ditindaklanjuti,” ungkapnya.

Basrief pun berharap kasus tersebut bisa menjadi sebuah pelajaran bagi para jaksa lainnya. Dia juga menekankan akan kembali melakukan evaluasi secara menyeluruh, tidak hanya terbatas pada kasus korupsi. “Saya sudah lakukan itu (evaluasi). Saya minta seluruh unit kerja untuk melakukan evaluasi terhadap penanganan kasus-kasus seperti itu, tidak hanya korupsi, tapi seluruh kasus,” katanya.

Ketika disinggung adanya dugaan dari KPK bahwa bukan pertama kalinya Jaksa Subri menerima suap, Basrief enggan berkomentar. Dia hanya menuturkan, pihaknya justru baru mengetahui kasus suap tersebut dari KPK. Dia juga mengaku tidak pernah mendengar adanya dugaan suap Jaksa Subri yang lain.

“Saya baru tahu yang masalah ini (kasus suap). Kalau di KPK seperti itu, ya kita akan lihat apa memang sudah berkali-kali dilakukan di NTB ini,” imbuhnya.

Di bagian lain, pihak istana juga ikut angkat bicara terkait kasus suap yang kembali melibatkan seorang aparat penegak hukum. Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha menuturkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah mengetahui kasus tersebut dari pemberitaan.

Terkait penangkapan yang dilakukan KPK, Presiden SBY menyatakan akan mendukung segala upaya yang dilakukan KPK. “Karena bagaimanapun semua orang tanpa kecuali, siapapun itu berkedudukan sama di hadapan hukum. Jadi, tentu ini sesuatu yang kalau memang terbukti, tidak bisa ditolerir dan tetap harus diproses secara hukum sebagaimana hukum yang berlaku,” papar Julian di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin. (dim/ken/bay/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/