25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Mulai Sadar Pentingnya Seleksi Tamu

Ke Komunitas Utan Kayu setelah Ledakan Bom Buku

Peristiwa meledaknya bom buku di kantor Komunitas Utan Kayu, Jakarta Timur, Selasa (15/3) lalu, membuat para aktivis di tempat itu mengevaluasi pola pengamanan mereka yang dianggap terlalu longgar.

AGUNG-KUKUH-DIAN, Jakarta

Padahal beberapa hari sebelum ledakan terjadi, ada tanda-tanda mencurigakan.

Garis polisi (police line) di sudut kantor Komunitas Utan Kayu, Jakarta Timur, itu masih terpasang hingga Rabu (16/3). Serpihan meja kayu mahoni yang sempat berserakan karena ledakan bom buku pada Selasa lalu (15/3) dibiarkan apa adanya. Kedai yang biasa ramai dengan diskusi dan aktivis yang minum kopi itu, kemarin sepi.
Sebuah mobil Innova mendekat. Ulil Abshar Abdalla yang baru sehari lolos dari ancaman bom turun dengan senyum sum ringah.

Mengenakan baju biru, dia tampak santai berjalan menemui beberapa anggota Komunitas Utan Kayu yang bersiaga di salah satu sudut kantor KBR 68 H.

Dia disambut Heru Hendratmoko, direktur produksi KBR 68 H. “Gus, hati-hati jalannya, siapa tahu masih ada sisa bom,” ujar Heru dengan nada bercanda. Ulil pun tertawa. Jaringan Islam Liberal (JIL) didirikan Ulil dan sejumlah anak muda lainnya sekitar 2001. Banyak pihak yang mengapresiasi. Tapi, tidak sedikit pula yang mencibir bahkan menghujat.

Ulil menceritakan, sejak 2002, kritik keras bahkan hujatan terhadap dirinya sudah banyak dialamatkan. Namun, tidak sampai pada ancaman fisik. Termasuk, misalnya, munculnya fatwa bahwa JIL menyimpang dan darah Ulil halal hukumnya. “Itu masih biasa dan wajar karena sebatas wacana. Bahwa wacana itu sudah seharusnya dihadapi juga dengan wacana,” ungkap Ulil.

JIL pun tetap eksis hingga tahun-tahun berikutnya. Pada 2005, Ulil meninggalkan tanah air untuk menyelesaikan program doktoral ke AS. Saat itu, menantu Wakil Rais Am Syuriah PB NU KH Mustofa Bisri (Gus Mus) tersebut sudah tidak menjabat koordinator JIL. Jabatan itu diemban Hamid Basyaib. Kegiatan-kegiatan JIL selama ini cukup beragam. Mulai jaringan penulis liberal, talk show di Kantor Berita Radio (KBR) 68 H, diskusi-diskusi bulanan maupun kerja sama dengan lembaga lain, hingga penerbitan buku.

Di antara program-program yang ada, acara talk show di Kedai Tempo setiap Sabtu memang yang paling menonjol. Terutama saat almarhum Gus Dur masih aktif menjadi narasumber hampir setiap minggu hingga menjelang wafat. “Gerakan semacam JIL harus tetap ada, tidak boleh kalah hanya karena ancaman,” tegas Ulil.

Sebelum peristiwa meledaknya bom buku pada Selasa lalu (15/3), sempat ada aktivitas mencurigakan yang diduga dilakukan orang luar di kawasan Utan Kayu. Heru Hendratmoko menuturkan, dia mendapat laporan bahwa ada mobil mencurigakan yang keluar masuk kawasan. Mereka, kata dia, terdiri atas beberapa orang. Salah seorang di antara mereka bahkan sempat memotret situasi di sekitar kantor beberapa kali. Karena dianggap biasa, tidak ada yang curiga. “Baru ada cerita begini setelah ada kejadian (bom buku meledak),” ujarnya kepada wartawan kemarin (16/3).
Dia menuturkan, setelah kejadian bom buku itu, pihaknya bakal lebih berhati-hati. Kalaupun ada indikasi serupa, mereka akan melapor ke petugas keamanan agar ada tindak lanjut. “Jangan sampai terjadi lagi,” tegasnya.

Juru Bicara KBR 68 H Ade Wahyudi menambahkan, pasca bom buku itu, sistem keamanan kantor akan diperketat. Mulai seleksi tamu hingga upaya preventif. “Ledakan bom ini menunjukkan bahwa masih banyak kelemahan dalam sistem keamanan kami. Sistem keamanan kami harus diperketat agar tidak sampai terulang,” katanya.

Di sekitar tempat kejadian perkara (TKP) kemarin, para karyawan beraktivitas seperti biasa. Bahkan, saat pagi, para karyawan dikumpulkan agar waspada namun tetap tenang. Juga, agar semua aktivitas kantor tetap berjalan sebagaimana mestinya. “Semua berlangsung seperti biasa. Yang penting tidak mengganggu TKP,” jelasnya.
Sementara itu, hingga kemarin, Kasatreskrim Polres Jakarta Timur Kompol Dodi Rahmawan masih dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Beberapa polisi, baik berseragam maupun berpakaian preman, turut berjaga-jaga di Gedung Kencana RSCM. Memang, di gedung anyar di sebelah barat gedung utama RSCM itulah Dodi dirawat. Tepatnya di kamar 411 di lantai 4.

Sebelumnya, begitu terkena ledakan yang menghancurkan tangan kirinya, Dodi langsung dilarikan ke RSCM. Beberapa saat setelah tiba di RSCM, tim dokter yang menangani Dodi langsung mengambil langkah besar. “Tadi malam (15/3) kami melakukan operasi untuk mengamputasi tangan Dodi,” ungkap dr Dohar Tobing di RSCM kemarin.

Dokter spesialis ortopedi itu merupakan salah seorang anggota tim dokter yang menangani Dodi. Menurut dia, operasi amputasi tersebut dilakukan beberapa jam setelah Dodi tiba di RSCM.

Menurut dia, operasi selama 2,5 jam itu berlangsung lancar. Bagian yang diamputasi bagian bawah pergelangan tangan kiri Dodi. Menurut Dohar, amputasi dilakukan untuk menghindarkan infeksi lantaran terkena material dalam bom. “Selain itu, tangannya sudah hancur. Jadi, tidak bisa diperbaiki lagi,” jelasnya.

Saat ditanya kemungkinan menggunakan tangan palsu, Dohar pun menyatakan kemungkinan tersebut sangat besar. Namun, yang pasti, pemasangan tangan palsu harus menunggu kondisi tangan Dodi benar-benar baik dan harus ada persetujuan dari keluarga.

Yang jelas, hingga kini, pihaknya belum membicarakan kemungkinan pemasangan tangan palsu tersebut kepada pihak keluarga. Sebab, fokus tim dokter dan keluarga saat ini adalah penyembuhan serta pemulihan tangan Dodi.
Kondisi Silvana Said, istri Dodi, pun semakin baik. Setelah sempat shock dan beberapa kali pingsan begitu mengetahui suaminya menjadi korban bom buku, pagi kemarin Silvana sudah bisa diajak berkomunikasi oleh tim dokter. “Tadi pagi saya berbincang dengan istrinya,” ujar salah seorang dokter ICU Rudiyanto ketika ditemui di ruang bedah utama RSCM. Sekitar pukul 08.00, Silvana kembali ingin melihat kondisi terakhir alumnus Akpol 1995 tersebut di ruang ICU (sebelum dipindah ke Gedung Kencana).

Rudiyanto mengungkapkan, Silvana sudah tenang meski masih tampak shock, apalagi begitu melihat tangan suaminya sudah diamputasi. Namun, kata dia, Dodi yang juga sudah sadar dan kondisinya semakin baik itu meminta istri dan keluarganya tetap tabah serta tenang.

Berdasar pantauan Jawa Pos (grup Sumut Pos), beberapa pihak terus berdatangan untuk menjenguk dan memberikan dukungan kepada Dodi. Sekitar pukul 14.00, rombongan ibu Bhayangkari Polda Metro Jaya pun datang dengan bus khusus milik Polda Metro Jaya.

“Mereka hanya ingin membesuk dan memberikan dukungan kepada Dodi serta keluarga,” kata Kapolres Jakarta Timur Kombespol Saidal Mursalim saat ditemui di Gedung Kencana.
Menurut dia, kondisi Dodi yang menjadi anak buahnya sejak tiga bulan itu sudah membaik. Dia pun menuturkan, sebenarnya Dodi adalah anak buah yang bisa diandalkan. Di mata Saidal, Dodi merupakan polisi yang rajin, ulet, dan tekun.

Tapi, mengapa dia berusaha menjinakkan bom sendiri. “Mungkin itu insting dia di lapangan,” jawab Saidal. Dia menegaskan, sebagai Kapolres, dia tidak pernah memerintah Dodi menjinakkan bom tersebut. Saidal mengaku mendapat laporan bahwa ada bom di wilayahnya pukul 14.30. “Saya langsung perintahkan untuk memasang police line dan mengevakuasi warga, namun jangan sampai menimbulkan kegaduhan,” ungkapnya.

Dia pun menegaskan, dia tidak pernah memerintah anak buahnya menjinakkan bom itu. Namun, saat ditanya apakah Dodi telah ceroboh, dia tidak menjawab dengan tegas. “Kan sudah ada tim yang menginvestigasi. Kita tunggu saja,” ujarnya. (jpnn)

Ke Komunitas Utan Kayu setelah Ledakan Bom Buku

Peristiwa meledaknya bom buku di kantor Komunitas Utan Kayu, Jakarta Timur, Selasa (15/3) lalu, membuat para aktivis di tempat itu mengevaluasi pola pengamanan mereka yang dianggap terlalu longgar.

AGUNG-KUKUH-DIAN, Jakarta

Padahal beberapa hari sebelum ledakan terjadi, ada tanda-tanda mencurigakan.

Garis polisi (police line) di sudut kantor Komunitas Utan Kayu, Jakarta Timur, itu masih terpasang hingga Rabu (16/3). Serpihan meja kayu mahoni yang sempat berserakan karena ledakan bom buku pada Selasa lalu (15/3) dibiarkan apa adanya. Kedai yang biasa ramai dengan diskusi dan aktivis yang minum kopi itu, kemarin sepi.
Sebuah mobil Innova mendekat. Ulil Abshar Abdalla yang baru sehari lolos dari ancaman bom turun dengan senyum sum ringah.

Mengenakan baju biru, dia tampak santai berjalan menemui beberapa anggota Komunitas Utan Kayu yang bersiaga di salah satu sudut kantor KBR 68 H.

Dia disambut Heru Hendratmoko, direktur produksi KBR 68 H. “Gus, hati-hati jalannya, siapa tahu masih ada sisa bom,” ujar Heru dengan nada bercanda. Ulil pun tertawa. Jaringan Islam Liberal (JIL) didirikan Ulil dan sejumlah anak muda lainnya sekitar 2001. Banyak pihak yang mengapresiasi. Tapi, tidak sedikit pula yang mencibir bahkan menghujat.

Ulil menceritakan, sejak 2002, kritik keras bahkan hujatan terhadap dirinya sudah banyak dialamatkan. Namun, tidak sampai pada ancaman fisik. Termasuk, misalnya, munculnya fatwa bahwa JIL menyimpang dan darah Ulil halal hukumnya. “Itu masih biasa dan wajar karena sebatas wacana. Bahwa wacana itu sudah seharusnya dihadapi juga dengan wacana,” ungkap Ulil.

JIL pun tetap eksis hingga tahun-tahun berikutnya. Pada 2005, Ulil meninggalkan tanah air untuk menyelesaikan program doktoral ke AS. Saat itu, menantu Wakil Rais Am Syuriah PB NU KH Mustofa Bisri (Gus Mus) tersebut sudah tidak menjabat koordinator JIL. Jabatan itu diemban Hamid Basyaib. Kegiatan-kegiatan JIL selama ini cukup beragam. Mulai jaringan penulis liberal, talk show di Kantor Berita Radio (KBR) 68 H, diskusi-diskusi bulanan maupun kerja sama dengan lembaga lain, hingga penerbitan buku.

Di antara program-program yang ada, acara talk show di Kedai Tempo setiap Sabtu memang yang paling menonjol. Terutama saat almarhum Gus Dur masih aktif menjadi narasumber hampir setiap minggu hingga menjelang wafat. “Gerakan semacam JIL harus tetap ada, tidak boleh kalah hanya karena ancaman,” tegas Ulil.

Sebelum peristiwa meledaknya bom buku pada Selasa lalu (15/3), sempat ada aktivitas mencurigakan yang diduga dilakukan orang luar di kawasan Utan Kayu. Heru Hendratmoko menuturkan, dia mendapat laporan bahwa ada mobil mencurigakan yang keluar masuk kawasan. Mereka, kata dia, terdiri atas beberapa orang. Salah seorang di antara mereka bahkan sempat memotret situasi di sekitar kantor beberapa kali. Karena dianggap biasa, tidak ada yang curiga. “Baru ada cerita begini setelah ada kejadian (bom buku meledak),” ujarnya kepada wartawan kemarin (16/3).
Dia menuturkan, setelah kejadian bom buku itu, pihaknya bakal lebih berhati-hati. Kalaupun ada indikasi serupa, mereka akan melapor ke petugas keamanan agar ada tindak lanjut. “Jangan sampai terjadi lagi,” tegasnya.

Juru Bicara KBR 68 H Ade Wahyudi menambahkan, pasca bom buku itu, sistem keamanan kantor akan diperketat. Mulai seleksi tamu hingga upaya preventif. “Ledakan bom ini menunjukkan bahwa masih banyak kelemahan dalam sistem keamanan kami. Sistem keamanan kami harus diperketat agar tidak sampai terulang,” katanya.

Di sekitar tempat kejadian perkara (TKP) kemarin, para karyawan beraktivitas seperti biasa. Bahkan, saat pagi, para karyawan dikumpulkan agar waspada namun tetap tenang. Juga, agar semua aktivitas kantor tetap berjalan sebagaimana mestinya. “Semua berlangsung seperti biasa. Yang penting tidak mengganggu TKP,” jelasnya.
Sementara itu, hingga kemarin, Kasatreskrim Polres Jakarta Timur Kompol Dodi Rahmawan masih dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Beberapa polisi, baik berseragam maupun berpakaian preman, turut berjaga-jaga di Gedung Kencana RSCM. Memang, di gedung anyar di sebelah barat gedung utama RSCM itulah Dodi dirawat. Tepatnya di kamar 411 di lantai 4.

Sebelumnya, begitu terkena ledakan yang menghancurkan tangan kirinya, Dodi langsung dilarikan ke RSCM. Beberapa saat setelah tiba di RSCM, tim dokter yang menangani Dodi langsung mengambil langkah besar. “Tadi malam (15/3) kami melakukan operasi untuk mengamputasi tangan Dodi,” ungkap dr Dohar Tobing di RSCM kemarin.

Dokter spesialis ortopedi itu merupakan salah seorang anggota tim dokter yang menangani Dodi. Menurut dia, operasi amputasi tersebut dilakukan beberapa jam setelah Dodi tiba di RSCM.

Menurut dia, operasi selama 2,5 jam itu berlangsung lancar. Bagian yang diamputasi bagian bawah pergelangan tangan kiri Dodi. Menurut Dohar, amputasi dilakukan untuk menghindarkan infeksi lantaran terkena material dalam bom. “Selain itu, tangannya sudah hancur. Jadi, tidak bisa diperbaiki lagi,” jelasnya.

Saat ditanya kemungkinan menggunakan tangan palsu, Dohar pun menyatakan kemungkinan tersebut sangat besar. Namun, yang pasti, pemasangan tangan palsu harus menunggu kondisi tangan Dodi benar-benar baik dan harus ada persetujuan dari keluarga.

Yang jelas, hingga kini, pihaknya belum membicarakan kemungkinan pemasangan tangan palsu tersebut kepada pihak keluarga. Sebab, fokus tim dokter dan keluarga saat ini adalah penyembuhan serta pemulihan tangan Dodi.
Kondisi Silvana Said, istri Dodi, pun semakin baik. Setelah sempat shock dan beberapa kali pingsan begitu mengetahui suaminya menjadi korban bom buku, pagi kemarin Silvana sudah bisa diajak berkomunikasi oleh tim dokter. “Tadi pagi saya berbincang dengan istrinya,” ujar salah seorang dokter ICU Rudiyanto ketika ditemui di ruang bedah utama RSCM. Sekitar pukul 08.00, Silvana kembali ingin melihat kondisi terakhir alumnus Akpol 1995 tersebut di ruang ICU (sebelum dipindah ke Gedung Kencana).

Rudiyanto mengungkapkan, Silvana sudah tenang meski masih tampak shock, apalagi begitu melihat tangan suaminya sudah diamputasi. Namun, kata dia, Dodi yang juga sudah sadar dan kondisinya semakin baik itu meminta istri dan keluarganya tetap tabah serta tenang.

Berdasar pantauan Jawa Pos (grup Sumut Pos), beberapa pihak terus berdatangan untuk menjenguk dan memberikan dukungan kepada Dodi. Sekitar pukul 14.00, rombongan ibu Bhayangkari Polda Metro Jaya pun datang dengan bus khusus milik Polda Metro Jaya.

“Mereka hanya ingin membesuk dan memberikan dukungan kepada Dodi serta keluarga,” kata Kapolres Jakarta Timur Kombespol Saidal Mursalim saat ditemui di Gedung Kencana.
Menurut dia, kondisi Dodi yang menjadi anak buahnya sejak tiga bulan itu sudah membaik. Dia pun menuturkan, sebenarnya Dodi adalah anak buah yang bisa diandalkan. Di mata Saidal, Dodi merupakan polisi yang rajin, ulet, dan tekun.

Tapi, mengapa dia berusaha menjinakkan bom sendiri. “Mungkin itu insting dia di lapangan,” jawab Saidal. Dia menegaskan, sebagai Kapolres, dia tidak pernah memerintah Dodi menjinakkan bom tersebut. Saidal mengaku mendapat laporan bahwa ada bom di wilayahnya pukul 14.30. “Saya langsung perintahkan untuk memasang police line dan mengevakuasi warga, namun jangan sampai menimbulkan kegaduhan,” ungkapnya.

Dia pun menegaskan, dia tidak pernah memerintah anak buahnya menjinakkan bom itu. Namun, saat ditanya apakah Dodi telah ceroboh, dia tidak menjawab dengan tegas. “Kan sudah ada tim yang menginvestigasi. Kita tunggu saja,” ujarnya. (jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/