33.6 C
Medan
Tuesday, June 25, 2024

Telaah Kasus Travellers Cheque Miranda

Setelah menelaah persidangan perkara Mantan Ketua KPK Antasari Azhar, Komisi Yudisial (KY) juga didorong untuk menelaah kasus suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom.
Proses penanganan perkara yang telah menjebloskan sejumlah anggota DPR periode 1999- 2004 ke penjara itu dianggap menyimpan kejanggalan.

“Sejumlah politisi yang disangka menerima suap sudah divonis dan lainnya berstatus tersangka. Namun, pemberi suapnya sampai hari ini tidak pernah bisa dihadirkan KPK,” kata anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo di Jakarta, kemarin (17/4).

Menurut dia, KY memiliki alasan yang cukup untuk menelaah persidangan perkara suap travellers cheque tersebut. Bahkan, para politisi yang telah menjadi terpidana atau masih berstatus tersangka juga bisa bersikap proaktif dengan meminta KY melakukan penelaahan.

“Kalau tidak ada inisiatif dari KY, saya menyarankan agar para politisi yang disangka menerima suap menempuh langkah dan proses yang sama dengan yang dilakukan Antasari Azhar, yakni membuat laporan ke KY,” ujar Bambang.
Politisi dari Partai Golkar itu menambahkan terkait pasal dakwaan juga terasa ada kejanggalan. Awalnya, perkara ini diidentifikasi sebagai kasus suap. Tapi, vonis terhadap terdakwa Hamka Yandu (Fraksi Golkar), Dudhie Makmun Murod (FPDIP), Endin AJ Soefihara (FPPP), dan Udju Djuhaeri (Fraksi TNI/Polri) pada 17 Mei 2010 adalah terbukti menerima hadiah atau gratifikasi. “Jadi, ketika menjatuhkan vonis, pertimbangan hukum hakim Pengadilan Tipikor bukan pasal yang mengatur pidana penyuapan, melainkan pasal tentang gratifikasi,” ungkapnya.

Hakim Pengadilan Tipikor memang memvonis Hamka Yandu cs melanggar Pasal 11 UU No.31/1999 jo UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 KUHP, yakni menerima hadiah. “Menurut hukum kita, pemberi hadiah tak bisa dihukum,” katanya.(pri/jpnn)

Setelah menelaah persidangan perkara Mantan Ketua KPK Antasari Azhar, Komisi Yudisial (KY) juga didorong untuk menelaah kasus suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom.
Proses penanganan perkara yang telah menjebloskan sejumlah anggota DPR periode 1999- 2004 ke penjara itu dianggap menyimpan kejanggalan.

“Sejumlah politisi yang disangka menerima suap sudah divonis dan lainnya berstatus tersangka. Namun, pemberi suapnya sampai hari ini tidak pernah bisa dihadirkan KPK,” kata anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo di Jakarta, kemarin (17/4).

Menurut dia, KY memiliki alasan yang cukup untuk menelaah persidangan perkara suap travellers cheque tersebut. Bahkan, para politisi yang telah menjadi terpidana atau masih berstatus tersangka juga bisa bersikap proaktif dengan meminta KY melakukan penelaahan.

“Kalau tidak ada inisiatif dari KY, saya menyarankan agar para politisi yang disangka menerima suap menempuh langkah dan proses yang sama dengan yang dilakukan Antasari Azhar, yakni membuat laporan ke KY,” ujar Bambang.
Politisi dari Partai Golkar itu menambahkan terkait pasal dakwaan juga terasa ada kejanggalan. Awalnya, perkara ini diidentifikasi sebagai kasus suap. Tapi, vonis terhadap terdakwa Hamka Yandu (Fraksi Golkar), Dudhie Makmun Murod (FPDIP), Endin AJ Soefihara (FPPP), dan Udju Djuhaeri (Fraksi TNI/Polri) pada 17 Mei 2010 adalah terbukti menerima hadiah atau gratifikasi. “Jadi, ketika menjatuhkan vonis, pertimbangan hukum hakim Pengadilan Tipikor bukan pasal yang mengatur pidana penyuapan, melainkan pasal tentang gratifikasi,” ungkapnya.

Hakim Pengadilan Tipikor memang memvonis Hamka Yandu cs melanggar Pasal 11 UU No.31/1999 jo UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 KUHP, yakni menerima hadiah. “Menurut hukum kita, pemberi hadiah tak bisa dihukum,” katanya.(pri/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/