JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, belum dapat memastikan kapan vaksin Covid-19 tersedia di tanah air. Menurut Terawan, hingga saat ini pemerintah masih menunggu kedatangan vaksin impor, setelah seluruh tahap uji klinis selesai. Sedangkan agar vaksin bisa diberikan kepada masyarakat, Kemenkes masih menunggu lampu hijau dari BPOM.
“KALAU sudah ada (vaksin), kami informasikan. Pimpinan negara pasti akan memberitahukan. Kami memang dalam posisi wait and see kapan datangnya,” kata Terawan dalam rapat bersama Komisi IX DPR, Selasa (17/11).
Terawan mengatakan, BPOM masih terus memantau pengadaan produksi vaksin Covid-19 yang bekerja sama dengan perusahaan farmasi dalam negeri. Kandidat vaksin Covid-19 yang akan dipesan pemerintah, di antaranya Sinovac dan G42/Sinopharm dari China.
“Untuk pelaksanaan vaksinasi, menunggu emergency use authorization (UEA) dari BPOM. Green light (izin) bendera itu Badan POM sebagai otoritas yang punya wewenang. Kemenkes berjuang agar berjalan lancar,” ucap dia.
Terawan berharap, vaksin Covid-19 tersedia secepatnya pada akhir tahun ini. Namun, dia menegaskan, soal keamanan vaksin tetap menjadi prioritas. “Kami doanya makin cepat makin baik, tapi harus juga aman,” ujar dia.
Kendati demikian, Kemenkes telah menyiapkan berbagai hal terkait pendistribusian vaksin Covid-19. Beberapa hal yang disiapkan Kemenkes, di antaranya peraturan pemberian vaksin, tenaga kesehatan sebagai vaksinator, jaringan fasyankes, dan sistem monitoring evaluasi pelaksanaan vaksin.
“Sebagai tanggung jawab saya, saya siapkan sarana dan prasarana peralatan untuk supaya kapan diberikan green light oleh BPOM supaya kita bisa laksanakan (distribusi vaksin),” kata Terawan.
Terawan mengatakan, sasaran penerima vaksin Covid-19 sebanyak 107.206.544 orang berusia 18-59 tahun. Dari total angka itu, 30 persen di antaranya merupakan kelompok penerima vaksin program yang dibiayai pemerintah, sedangkan 70 pesen kelompok penerima vaksin mandiri.
“Jumlah sasaran sudah mengakomodasi rekomendasi WHO yang melakukannya secara bertahap. Pelaksanaan dilakukan dengan pendekatan dua skema,” katanya.
Penerima vaksin program adalah tenaga kesehatan, pelayan publik seperti TNI/Polri, dan satpol PP. Selain itu, peserta BPJS-PBI. Totalnya 32.158.276 orang dengan kebutuhan 73.964.035 dosis vaksin Covid-19. Tiap orang membutuhkan dua dosis vaksin dan wastage rate vaksin sebesar 15 persen.
Kemudian, penerima vaksin mandiri berjumlah 75.048.268 orang dengan kebutuhan 172.611.016 dosis vaksin Covid-19. Penyediaan vaksin mandiri diserahkan kepada BUMN. “Dalam wastage rate, termasuk indeks pemakaian, vaksin sisa tidak terpakai, rusak, hilang ini bisa dimanfaatkan sebagai buffer stock atau bila terjadi kemungkinan kurang atau kebutuhan emergency dan relokasi antardaerah,” ucap Terawan.
Ia mengatakan, pemerintah telah menyiapkan tenaga vaksinasi yang sudah melalui program pelatihan. Saat ini, jumlahnya 23.145 orang tenaga kesehatan.
Selain itu, pemerintah telah menyiapkan berbagai kebutuhan lain untuk pelaksanaan vaksin Covid-19. “Kesimpulannya, Kemenkes telah menyiapkan peraturan, SDM, administrasi, logistik, jaringan fasyankes dan sistem monitoring evaluasi untuk pelaksanaan vaksin Covid-19,” kata dia.
Terawan juga mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan beberapa lembaga terkait harga vaksin Covid-19. Adapun sejumlah lembaga yang akan digandeng untuk vaksin Covid-19 ini diantaranya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Harga, kami koordinasikan apa yang paling feasible (layak) bersama BPKP, LKPP dan dengan KPK kalau perlu,” kata Terawan.
Menurut dia, ini penting agar pengadaan vaksin Covid-19 tidak terjadi penyelewengan. “Kita harus konsolidasikan berapa paling layak supaya kita berada dalam jalur pengadaan yang benar,” jelas Terawan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan vaksin akan tiba di Indonesia pada akhir November 2020. Namun, dia menyebut pemberian vaksin harus dilakukan secara hati-hati sehingga tidak bisa langsung didistribusikan ke masyarakat.
“Vaksin datang itu kurang lebih nanti di akhir November. Tetap kita hati-hati, tetap harus melewati tahapan-tahapan di BPOM. Jumlahnya saya tidak berbicara. Setelah datang harus melalui lagi tahapan di BPOM Waktunya kurang lebih tiga pekan hingga sebulan,” kata Jokowi dalam wawancara eksklusif Rosi dengan Presiden RI di Kompas TV, Senin (16/11).
Jokowi pun memperkirakan vaksin Covid-19 siap disuntikkan kepada masyarakat sekitar akhir 2020 atau awal 2021. Namun, dia tidak menyebut secara spesifik merek vaksin yang akan tiba di Indonesia.
Daftar Obat Covid-19
Sementara itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI sudah mengeluarkan persetujuan penggunaan dalam kondisi kedaruratan (emergency use authorization) dua obat COVID-19. Obat-obat tersebut sudah mempublikasikan hasil uji klinis secara internasional.
“Saat ini ada dua obat yang dipercaya dapat meningkatkan angka kesembuhan dan menurunkan angka kematian pasien COVID-19,” kata Kepala BPOM, Penny Lukito dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI pada Selasa, 17 November 2020.
Obat COVID-19 pertama yang mengantongi persetujuan penggunaan darurat BPOM adalah favipiravir (tablet). Dengan nama produk AVIGAN dan Faviravir.
Indikasi penggunaan obat ini untuk pasien COVID-19 derajat ringan hingga sedang pada pasien dewasa di atas 18 tahun yang dirawat di rumah sakit.
Obat kedua berbentuk serbuk injeksi bernama remdesivir. Dengan nama produk Covifor, Desrem, Jubi-R, Remdac, Cipremi.
“Remdesivir untuk pasien COVID-19 derajat berat yang dirawat di rumah sakit,” terang Penny.
Obat tersebut mendapatkan persetujuan untuk digunakan darurat salahsatu aspeknya karena sudah mempublikasikan hasil uji klinis secara internasional.
Saat ini BPOM juga mendampingi beberapa instansi dalam penelitian herbal dalam pengobatan COVID-19. Ada 14 produk yang saat ini didampingi BPOM, salah satunya Bejo dari PT Bintang Toedjo yang dalam pengujian sebagai imunomodulator.
“Tujuannya (produk tersebut) sebagai pendamping dalam pengobatan COVID-19, seperti untuk meningkatkan daya tahan tubuh (imunomodulator). Ada juga yang mengusulkan dalam penelitiannya untuk perbaikan kondisi saat sakit COVID-19,” terang Penny masih di kesempatan yang sama.
Obat Herbal
Sembari menunggu keberadaan vaksin-vaksin yang sedang dalam tahap uji klinis, masyarakat mengalihkan perhatiannya kepada obat-obatan herbal penjaga imunitas.
CEO Kalbe Farma Vidjongtius mengatakan, perusahaan kini sudah memiliki belasan produk herbal di mana di masa depan akan terus bertambah sesuai permintaan konsumen.
“Masyarakat juga semakin sadar akan standardisasi uji klinis. Makanya kami juga terus kembangkan produk herbal dengan standar tersebut. Potensinya di masa depan sangat besar,” ungkapnya dalam webinar Markplus The 2nd Series Industry Roundtable (Episode 18), Selasa (17/11).
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Bidang Humas DPP GP Jamu Edward Basilianus mengatakan, industri obat herbal diharapkan bisa tumbuh sampai tujuh persen. Data Kementerian Perindustrian juga menunjukkan potensi nilai penjualan jamu di pasar domestik sekitar Rp 20 triliun dengan ekspor senilai Rp 16 triliun.
Kata dia, Indonesia memiliki sumber daya untuk produksi obat-obat herbal dari dalam negeri yang melimpah. Meski begitu, masih banyak produk herbal yang mengandalkan bahan baku impor. “Ini yang harus kita tekankan. Bahan baku dalam negeri juga bisa menekan harga produk herbal lebih terjangkau,” kata Edward. (kps/lp6)