29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Terkait Jatuhnya Dua Pesawat yang Mengakibatkan 4 Perwira Meninggal

TNI-AU: Diduga Tak Terjadi Tabrakan di Udara

PASURUAN, SUMUTPOS.CO – Penyebab kecelakaan dua pesawat EMB-314 Super Tucano milik TNI-AU yang mengakibatkan empat perwira meninggal masih didalami.

TNI-AU telah meminta keterangan dari empat awak lain yang selamat saat melakukan latihan profisiensi formasi. Hasil sementara diduga tidak terjadi tabrakan di udara.

Kadispen TNI-AU Marsekal Pertama Agung Sasongkojati mengatakan, pihaknya berbicara langsung dengan empat awak pesawat yang selamat tersebut. Dari mereka diketahui kronologi sebelum terjadinya kecelakaan. ’’Empat pesawat flight dengan baik. Pre-take off dan pre-engine baik,’’ paparnya.

Keempat pesawat take off atau terbang satu per satu sejak pukul 10.51 dari Lanud Abdulrachman Saleh, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis (16/11) lalu. Setelah terbang, empat pesawat bergabung membentuk formasi. ’’Masuk ke awan in out atau kondisi awan tipis-tipis,’’ jelasnya.

Namun, tiba-tiba muncul awan tebal yang pekat. Jarak pandang hilang. Pilot tidak mampu melihat pesawat lain terdekat yang hanya berjarak sekitar 30 meter. ’’Pilot lalu menyebut blind atau buta, prosedur yang dilakukan saat dalam kondisi kehilangan pandangan,’’ paparnya.

Lantas, dalam kondisi tersebut, pesawat menjauhkan diri. Itu sesuai prosedur untuk menjauh atau tidak mempertahankan formasi. ’’Sejurus kemudian, saya tidak tahu berapa lama, terdengar suara emergency locator transmitter (LT). Artinya, ada pesawat kehilangan fungsinya,’’ terang Agung menirukan keterangan salah seorang awak pesawat yang selamat.

Tidak berapa lama, terdengar suara atau bunyi LT kedua. Artinya, pesawat kedua kehilangan fungsinya. Dua LT yang berbunyi tidak bersamaan itu menguatkan dugaan pesawat tidak mengalami tabrakan atau senggolan di udara. ’’Kalau tabrakan di udara bunyi bersamaan,’’ terangnya.

Kedua pesawat yang nahas itu adalah Super Tucano TT-3311 dan TT-3103. TT-3311 dipiloti Letkol Pnb Sandhra Gunawan dan Kolonel Adm Widiono Hadiwijaya berada di back seat. Adapun TT-3103 dipiloti Pnb Yuda Anggara Seta, sedangkan Kolonel Pnb Subhan di kursi belakang.

TT-3103 jatuh di jurang di kawasan Perhutani di Watu Gede, Desa Keduwung, Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Sedangkan TT-3311 jatuh di tegalan kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, persisnya di Desa Wonorejo, Kecamatan Lumbang, juga di Kabupaten Pasuruan. Keempat awak pesawat meninggal.

Saat ini, lanjut Agung, tim menunggu untuk bisa mengetahui data dalam flight data recorder (FDR). FDR saat ini telah ditemukan dan berada di Lanud Abdulrachman Saleh. ’’Tapi, belum dibuka,’’ terangnya di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, kemarin.

Menurutnya, terdapat 5 M yang dikaji. Yakni, man, management, machine, medium, and mission. Karena kecelakaan bukan akibat satu hal, melainkan akumulasi dari beberapa hal.

Agung mengungkapkan, akan dilakukan perbaikan prosedur penerbangan dalam menghadapi kondisi semacam itu. Sebab, prosedur saat ini hanya mampu menyelamatkan dua pesawat. ’’Perbaikan prosedur diharapkan mampu menyelamatkan keempat-empatnya bila terjadi kondisi yang sama. Kalau bisa jangan sampai kecelakaan untuk perbaikan,’’ jelasnya.

Dia menyebut, hingga saat ini investigasi masih dilakukan internal TNI-AU. Dari Pusat Kelayakan dan Keselamatan Penerbangan TNI-AU serta skuadron 21. ’’Kami memiliki banyak lulusan investigasi dari luar negeri,’’ paparnya.

Kapan investigasi itu selesai? Agung menyebut belum dapat dipastikan jangka waktunya. ’’Nantinya akan diumumkan,’’ terangnya.

PASURUAN, SUMUTPOS.CO – Penyebab kecelakaan dua pesawat EMB-314 Super Tucano milik TNI-AU yang mengakibatkan empat perwira meninggal masih didalami.

TNI-AU telah meminta keterangan dari empat awak lain yang selamat saat melakukan latihan profisiensi formasi. Hasil sementara diduga tidak terjadi tabrakan di udara.

Kadispen TNI-AU Marsekal Pertama Agung Sasongkojati mengatakan, pihaknya berbicara langsung dengan empat awak pesawat yang selamat tersebut. Dari mereka diketahui kronologi sebelum terjadinya kecelakaan. ’’Empat pesawat flight dengan baik. Pre-take off dan pre-engine baik,’’ paparnya.

Keempat pesawat take off atau terbang satu per satu sejak pukul 10.51 dari Lanud Abdulrachman Saleh, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis (16/11) lalu. Setelah terbang, empat pesawat bergabung membentuk formasi. ’’Masuk ke awan in out atau kondisi awan tipis-tipis,’’ jelasnya.

Namun, tiba-tiba muncul awan tebal yang pekat. Jarak pandang hilang. Pilot tidak mampu melihat pesawat lain terdekat yang hanya berjarak sekitar 30 meter. ’’Pilot lalu menyebut blind atau buta, prosedur yang dilakukan saat dalam kondisi kehilangan pandangan,’’ paparnya.

Lantas, dalam kondisi tersebut, pesawat menjauhkan diri. Itu sesuai prosedur untuk menjauh atau tidak mempertahankan formasi. ’’Sejurus kemudian, saya tidak tahu berapa lama, terdengar suara emergency locator transmitter (LT). Artinya, ada pesawat kehilangan fungsinya,’’ terang Agung menirukan keterangan salah seorang awak pesawat yang selamat.

Tidak berapa lama, terdengar suara atau bunyi LT kedua. Artinya, pesawat kedua kehilangan fungsinya. Dua LT yang berbunyi tidak bersamaan itu menguatkan dugaan pesawat tidak mengalami tabrakan atau senggolan di udara. ’’Kalau tabrakan di udara bunyi bersamaan,’’ terangnya.

Kedua pesawat yang nahas itu adalah Super Tucano TT-3311 dan TT-3103. TT-3311 dipiloti Letkol Pnb Sandhra Gunawan dan Kolonel Adm Widiono Hadiwijaya berada di back seat. Adapun TT-3103 dipiloti Pnb Yuda Anggara Seta, sedangkan Kolonel Pnb Subhan di kursi belakang.

TT-3103 jatuh di jurang di kawasan Perhutani di Watu Gede, Desa Keduwung, Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Sedangkan TT-3311 jatuh di tegalan kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, persisnya di Desa Wonorejo, Kecamatan Lumbang, juga di Kabupaten Pasuruan. Keempat awak pesawat meninggal.

Saat ini, lanjut Agung, tim menunggu untuk bisa mengetahui data dalam flight data recorder (FDR). FDR saat ini telah ditemukan dan berada di Lanud Abdulrachman Saleh. ’’Tapi, belum dibuka,’’ terangnya di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, kemarin.

Menurutnya, terdapat 5 M yang dikaji. Yakni, man, management, machine, medium, and mission. Karena kecelakaan bukan akibat satu hal, melainkan akumulasi dari beberapa hal.

Agung mengungkapkan, akan dilakukan perbaikan prosedur penerbangan dalam menghadapi kondisi semacam itu. Sebab, prosedur saat ini hanya mampu menyelamatkan dua pesawat. ’’Perbaikan prosedur diharapkan mampu menyelamatkan keempat-empatnya bila terjadi kondisi yang sama. Kalau bisa jangan sampai kecelakaan untuk perbaikan,’’ jelasnya.

Dia menyebut, hingga saat ini investigasi masih dilakukan internal TNI-AU. Dari Pusat Kelayakan dan Keselamatan Penerbangan TNI-AU serta skuadron 21. ’’Kami memiliki banyak lulusan investigasi dari luar negeri,’’ paparnya.

Kapan investigasi itu selesai? Agung menyebut belum dapat dipastikan jangka waktunya. ’’Nantinya akan diumumkan,’’ terangnya.

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/