25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Wawancara Eksklusif Sumut Pos dengan Bupati Tapteng Terpilih, Bonaran Situmeang

Saya Terharu, Ada Warga Nyumbang Saya Seribu

Kemenangan telak pasangan Bonaran Situmeang-Sukran Tandjung di pemilukada Tapanuli Tengah (Tapteng) menjadi bahan perbincangan banyak kalangan, termasuk di Jakarta. Maklum, sempat ada cap miring ke Bonaran, yang melejit namanya saat menjadi pengacara Anggodo Widjojo.

Nyatanya, dia unggul dengan perolehan suara 61 persen. Bagaimana reaksi Bonaran atas kemenangannya itu? Berikut wawancara lewat telepon wartawan Sumut Pos, Soetomo Samsu, dengan Bonaran, kemarin (18/3).

Anda menang mutlak, banyak kalangan kaget. Tanggapan Anda?
Saya juga kaget. Saya mulai kaget saat melihat reaksi masyarakat Tapteng saat saya menyatakan diri ikut mencalonkan diri. Saya bilang saya tak punya uang dan tak akan memberi uang ke masyarakat.

Saya jelaskan, jika saya memberi uang, maka saya nanti jika jadi bupati akan korupsi untuk mengembalikan uang itu. Saya katakan jika saya harus membagi uang, maka saya lebih baik batal mencalonkan dan kembali ke Jakarta. Ternyata masyarakat menerima, bahkan mau membiayai kampanye saya.

Apa benar sih masyarakat menyumbang Anda?
Jika tak percaya, saya ajak kawan-kawan wartawan dari Jakarta untuk melakukan investigasi sekaligus agar tahu mengapa masyarakat mau menyumbang saya.  Ini bukan rekayasa. Ada 20 kecamatan, sebagian warganya membantu saya. Saya naik mobil tiba-tiba distop warga, yang menyerahkan sumbangan, ada yang seribu, dua ribu, ada yang Rp20 ribu.
Saya yakin, pilkada Tapteng merupakan pilkada terbaik di Indonesia. Bang Yassona Laoly (politisi PDIP) dan Bang Akbar Tandjung sampai geleng-geleng kepala melihat saya disumbang warga. Saya terharu. Ini membuat komitmen saya makin kuat, bahwa saya harus selalu pro rakyat.

Berapa sih jumlah bantuan warga yang diberikan ke Anda?
Saya tak pernah menghitungnya. Tapi ada yang kasih Rp1000, Rp5000, Rp20 ribu, langsung saya serahkan ke tim pemenangan. Dengan demikian, ini adalah kemenangan rakyat, bukan kemenangan Bonaran. Saya juga katakan ke rival saya, ini kemenangan masyarakat.

Ini karena Anda memang tidak punya uang, atau ada maksud apa?
Saya ingin memberikan pembelajaran kepada masyarakat mengenai risiko ke depan. Bahwa jika saya melakukan politik uang, membagikan uang, maka dampaknya buruk. Jika saya mengeluarkan sekian, maka saya akan berupaya mengembalikan saat menjabat. Ini artinya korupsi. Jika uang APBD dikorupsi, maka pembangunan tak akan jalan. Tapi memang saya tak punya uang banyak.

Sebagai pengacara, sudah tentu banyak uang. Tapi mengapa malah milih jadi bupati yang gajinya tak seberapa dibanding pendapatan pengacara?

Selama ini, sebagai pengacara, saya membela rakyat sebagai individu. Tapi sebagai bupati, saya akan bisa membela rakyat secara kolektif. Jika nantinya Tapteng bisa maju, itu suatu pahala. Bukan saya tak perlu uang, tapi uang bukan segalanya. Kalau pembangunan di Tapteng baik, masyakarat tidak akan sungkan membantu saya jika saya kekurangan uang. Ini sudah terbukti.

Anda dan pasangan Anda bukan birokrat pemerintahan. Yakin mampu menjalankan roda pemerintahan dengan baik?
Saya pernah menjadi konsultan sebuah BUMN selama 10 tahun. Saya tahu birokrasi. (*)

Saya Terharu, Ada Warga Nyumbang Saya Seribu

Kemenangan telak pasangan Bonaran Situmeang-Sukran Tandjung di pemilukada Tapanuli Tengah (Tapteng) menjadi bahan perbincangan banyak kalangan, termasuk di Jakarta. Maklum, sempat ada cap miring ke Bonaran, yang melejit namanya saat menjadi pengacara Anggodo Widjojo.

Nyatanya, dia unggul dengan perolehan suara 61 persen. Bagaimana reaksi Bonaran atas kemenangannya itu? Berikut wawancara lewat telepon wartawan Sumut Pos, Soetomo Samsu, dengan Bonaran, kemarin (18/3).

Anda menang mutlak, banyak kalangan kaget. Tanggapan Anda?
Saya juga kaget. Saya mulai kaget saat melihat reaksi masyarakat Tapteng saat saya menyatakan diri ikut mencalonkan diri. Saya bilang saya tak punya uang dan tak akan memberi uang ke masyarakat.

Saya jelaskan, jika saya memberi uang, maka saya nanti jika jadi bupati akan korupsi untuk mengembalikan uang itu. Saya katakan jika saya harus membagi uang, maka saya lebih baik batal mencalonkan dan kembali ke Jakarta. Ternyata masyarakat menerima, bahkan mau membiayai kampanye saya.

Apa benar sih masyarakat menyumbang Anda?
Jika tak percaya, saya ajak kawan-kawan wartawan dari Jakarta untuk melakukan investigasi sekaligus agar tahu mengapa masyarakat mau menyumbang saya.  Ini bukan rekayasa. Ada 20 kecamatan, sebagian warganya membantu saya. Saya naik mobil tiba-tiba distop warga, yang menyerahkan sumbangan, ada yang seribu, dua ribu, ada yang Rp20 ribu.
Saya yakin, pilkada Tapteng merupakan pilkada terbaik di Indonesia. Bang Yassona Laoly (politisi PDIP) dan Bang Akbar Tandjung sampai geleng-geleng kepala melihat saya disumbang warga. Saya terharu. Ini membuat komitmen saya makin kuat, bahwa saya harus selalu pro rakyat.

Berapa sih jumlah bantuan warga yang diberikan ke Anda?
Saya tak pernah menghitungnya. Tapi ada yang kasih Rp1000, Rp5000, Rp20 ribu, langsung saya serahkan ke tim pemenangan. Dengan demikian, ini adalah kemenangan rakyat, bukan kemenangan Bonaran. Saya juga katakan ke rival saya, ini kemenangan masyarakat.

Ini karena Anda memang tidak punya uang, atau ada maksud apa?
Saya ingin memberikan pembelajaran kepada masyarakat mengenai risiko ke depan. Bahwa jika saya melakukan politik uang, membagikan uang, maka dampaknya buruk. Jika saya mengeluarkan sekian, maka saya akan berupaya mengembalikan saat menjabat. Ini artinya korupsi. Jika uang APBD dikorupsi, maka pembangunan tak akan jalan. Tapi memang saya tak punya uang banyak.

Sebagai pengacara, sudah tentu banyak uang. Tapi mengapa malah milih jadi bupati yang gajinya tak seberapa dibanding pendapatan pengacara?

Selama ini, sebagai pengacara, saya membela rakyat sebagai individu. Tapi sebagai bupati, saya akan bisa membela rakyat secara kolektif. Jika nantinya Tapteng bisa maju, itu suatu pahala. Bukan saya tak perlu uang, tapi uang bukan segalanya. Kalau pembangunan di Tapteng baik, masyakarat tidak akan sungkan membantu saya jika saya kekurangan uang. Ini sudah terbukti.

Anda dan pasangan Anda bukan birokrat pemerintahan. Yakin mampu menjalankan roda pemerintahan dengan baik?
Saya pernah menjadi konsultan sebuah BUMN selama 10 tahun. Saya tahu birokrasi. (*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/