30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Syamsul Hobi Beli Berlian

JAKARTA-Masih ingat berita mengenai penggeledahan rumah pribadi Syamsul Arifin, yang beralamat di Jalan STM Suka Darma Nomor 12, Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Medan Johor, Sumut pada 15 Nopember 2010? Saat itu, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang cash ratusan juta rupiah, ratusan juta uang asing, serta sejumlah emas dan berlian.  Untuk uangnya saja kalau dirupiahkan total mencapai sekitar Rp1 miliar.

Nah, rupanya, Syamsul memang hobi menyimpan perhiasan.  Hal ini terungkap dalam persidangan perkara dugaaan korupsi APBD Langkat dengan terdakwa Gubernur Sumut nonaktif, Syamsul Arifin, di pengadilan tipikor, kemarin (18/4)

Dari delapan saksi yang dihadirkan, dua diantaranya adalah pemilik toko emas, yakni Kurniati Kartika dan Erwin Sukamto.

Kurniati Kartika terang-terangan mengaku menerima pembayaran dari terdakwa Syamsul untuk pembelian perhiasan emas. Pembayaran perhiasan berupa kalung emas dan berlian itu dilakukan melalui transfer ker rekening BCA. Hanya saja Kurniati mengaku lupa.

berapa nilai pembayaran maupun berat perhiasan emas yang dibeli mantan Bupati Langkat tersebut.
“Saya ada transaksi jual barang di toko emas. Saya hanya terima laporan bapak ini (Syamsul,Red) yang beli,” ujar Kurniati sembari melihat ke arah Syamsul. Dia  memberikan kesaksian bersamaan dengan tujuh saksi lainnya.
Anggota Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Muhibuddin, menyebutkan keterangan Kurniati saat diperiksa penyidik KPK dan dituangkan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP).  Uang yang ditransfer Syamsul antara lain Rp74 juta dan Rp12 juta.

Hal yang sama diterangkan saksi Erwin Sukamto di depan majelis hakim yang dipimpin Tjokorda Rai Suamba itu. Dia membeber pernah menjual perhiasan emas kepada terdakwa Syamsul dan keluarga, yang nilainya sekitar Rp40 juta.
“Seingat saya yang ditransfer Rp40 juta, melalui bank BCA untuk membayar perhiasan bros,” ungkap Erwin.
Syamsul tidak membantah keterangan kedua penjual emas itu. Hanya saja,  Syamsul yang kemarin mengenakan baju warna biru cerah itu menyatakan, uang yang dipakai untuk membeli emas merupakan uang dari kantongnya sendiri.
“Pembelian emas-emas itu, saya sangkal dari APBD. Itu uang saya sendiri,” kata Syamsul.

Buyung Jadi Bulan-bulanan

Lagi-lagi, mantan Bendahara Umum Pemkab Langkat, Buyung Ritonga, menjadi bulan-bulanan para saksi yang dihadirkan di persidangan perkara dugaaan korupsi APBD Langkat dengan terdakwa Gubernur Sumut nonaktif, Syamsul Arifin, kemarin (18/4). Buyung disebut sebagai pihak yang mengeluarkan uang APBD, yang antara lain diberikan ke sejumlah pihak. Pihak penerima mengaku sebagai uang pinjaman.

Eswin Sukardja, aktivis FKPPI, mengaku pinjam uang Rp100 juta ke Buyung. Tapi, uang sudah dikembalikan.  Begitu pun Akiat, seorang direktur sebuah perusahaan travel. Dia mengaku pinjam ke Buyung Rp200 juta dan sudah dikembalikan Rp100 juta cash dan Rp100 juta dalam bentuk giro.

Pengakuan bahwa aliran dana merupakan uang pinjaman, juga disampaikan Direktur Lembu Andalas, Djois Aryani. Dia mengaku perusahaan pinjam uang Rp2 miliar ke istri Syamsul, Fatimah. “Sebagai perusahaan, kita pinjam,” ujarnya di depan majelis hakim yang dipimpin Tjokorda Rai Suamba itu.

Sementara, Mantan Dandim Langkat, Amir Husein Siregar, mengaku pihaknya menerima bantuan mobil Kijang LGX, yang dipergunakan untuk tugas-tugas pengamanan.

Saat diberi kesempatan menanggapi keterangan saksi, Syamsul menjelaskan, bantuan mobil ke Kodim untuk mengamankan 10 ribuan warga Jawa yang diusir dari Aceh saat konflik bergolak dan berada di Langkat selama dua tahun. “Hukum sih hukum, tapi kepentingan negara di atas segala-galanya,” ujar Syamsul.

Mengenai uang Rp67 miliar yang dikembalikan ke kas Pemkab Langkat, Syamsul menjelaskan, keputusan diambil setelah menggelar rapat, yang juga dihadiri Buyung, untuk menindaklanjuti temuan BPK. “Di rapat saya katakan, okelah, macam mana ngatasinya? (Diputuskan) Bapak atasi dulu, nanti kita cari penyelesaiannya. Itulah maka saya setor Rp67 miliar,” kata Syamsul.

Usai sidang, kuasa hukum Syamsul, Rudy Alfonso, juga memojokkan Buyung. Dia katakan, Buyunglah yang mengetahui adanya penyimpangan anggaran setiap tahunnya, namun tidak pernah dilaporkan ke Syamsul. “Sehingga baru ketahuan, ada (penyimpanga) sejak 2002 hingga 2007 dan diungkap saat Pak Syamsul sudah menjadi gubernur,” kata Rudy.

Dia mengatakan, kliennya sudi mengembalikan uang Rp67 miliar lantaran tidak mau anak buahnya jadi korban. Meski demikian, Rudy berjanji akan mengejar pengakuan Syamsul yang mengaku pernah mendapat ancaman dari Buyung. Dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa nantinya, Rudy akan meminta Syamsul membeberkan mengenai ancaman Buyung itu.

“Beliau (Syamsul, red) mau diancam Buyung, waktu itu sudah jadi gubernur, akan dihabisi karirnya,” kata Rudy.
Sebelumnya, pada persidangan 21 Maret 2011, Syamsul mengatakan, dirinya pernah diancam Buyung. “Buyung mengancam,” ujarnya kala itu. Hanya saja, kalimatnya sulit dipahami.

Usai sidang 21 Maret itu, wartawan minta penegasan maksud ancaman itu. “Pernah ada ancaman Buyung ke saya melalui Surya. Dia akan hancurkan saya,” kata Syamsul singkat.

Kemarin, sebelum sidang ditutup Syamsul meminta izin ke hakim bahwa pada 23 April mendatang akan melakukan medical check up. “Pak hakim, saya izin Sabtu check up karena sudah 1,5 bulan tak check up,” kata mantan bupati Langkat itu. Hakim Tjokorda mengizinkan, dengan meminta agar segera mengajukan surat izin.
Rudy Alfonso kepada koran ini mengatakan, memang pihak tim pengacara lupa hingga 1,5 bulan Syamsul belum cek kesehatan. Rencanannya, check up akan dilakukan di RS Thamrin, Jakarta Pusat, yang jaraknya hanya sekitar 1,5 kilometer dari rutan Salemba.

Sidang kemarin sendiri berlangsung singkat, hanya sekitar satu jam. Delapan saksi dari kalangan swasta yang dihadirkan hanya diajukan pertanyaan singkat-singkat.  Selain yang sudah disebutkan di atas, saksi lainnya adalah Elly Syahrini, Erwin Sukamto, Kurniati Kartika, dan Leo Harmen.(sam)

JAKARTA-Masih ingat berita mengenai penggeledahan rumah pribadi Syamsul Arifin, yang beralamat di Jalan STM Suka Darma Nomor 12, Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Medan Johor, Sumut pada 15 Nopember 2010? Saat itu, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang cash ratusan juta rupiah, ratusan juta uang asing, serta sejumlah emas dan berlian.  Untuk uangnya saja kalau dirupiahkan total mencapai sekitar Rp1 miliar.

Nah, rupanya, Syamsul memang hobi menyimpan perhiasan.  Hal ini terungkap dalam persidangan perkara dugaaan korupsi APBD Langkat dengan terdakwa Gubernur Sumut nonaktif, Syamsul Arifin, di pengadilan tipikor, kemarin (18/4)

Dari delapan saksi yang dihadirkan, dua diantaranya adalah pemilik toko emas, yakni Kurniati Kartika dan Erwin Sukamto.

Kurniati Kartika terang-terangan mengaku menerima pembayaran dari terdakwa Syamsul untuk pembelian perhiasan emas. Pembayaran perhiasan berupa kalung emas dan berlian itu dilakukan melalui transfer ker rekening BCA. Hanya saja Kurniati mengaku lupa.

berapa nilai pembayaran maupun berat perhiasan emas yang dibeli mantan Bupati Langkat tersebut.
“Saya ada transaksi jual barang di toko emas. Saya hanya terima laporan bapak ini (Syamsul,Red) yang beli,” ujar Kurniati sembari melihat ke arah Syamsul. Dia  memberikan kesaksian bersamaan dengan tujuh saksi lainnya.
Anggota Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Muhibuddin, menyebutkan keterangan Kurniati saat diperiksa penyidik KPK dan dituangkan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP).  Uang yang ditransfer Syamsul antara lain Rp74 juta dan Rp12 juta.

Hal yang sama diterangkan saksi Erwin Sukamto di depan majelis hakim yang dipimpin Tjokorda Rai Suamba itu. Dia membeber pernah menjual perhiasan emas kepada terdakwa Syamsul dan keluarga, yang nilainya sekitar Rp40 juta.
“Seingat saya yang ditransfer Rp40 juta, melalui bank BCA untuk membayar perhiasan bros,” ungkap Erwin.
Syamsul tidak membantah keterangan kedua penjual emas itu. Hanya saja,  Syamsul yang kemarin mengenakan baju warna biru cerah itu menyatakan, uang yang dipakai untuk membeli emas merupakan uang dari kantongnya sendiri.
“Pembelian emas-emas itu, saya sangkal dari APBD. Itu uang saya sendiri,” kata Syamsul.

Buyung Jadi Bulan-bulanan

Lagi-lagi, mantan Bendahara Umum Pemkab Langkat, Buyung Ritonga, menjadi bulan-bulanan para saksi yang dihadirkan di persidangan perkara dugaaan korupsi APBD Langkat dengan terdakwa Gubernur Sumut nonaktif, Syamsul Arifin, kemarin (18/4). Buyung disebut sebagai pihak yang mengeluarkan uang APBD, yang antara lain diberikan ke sejumlah pihak. Pihak penerima mengaku sebagai uang pinjaman.

Eswin Sukardja, aktivis FKPPI, mengaku pinjam uang Rp100 juta ke Buyung. Tapi, uang sudah dikembalikan.  Begitu pun Akiat, seorang direktur sebuah perusahaan travel. Dia mengaku pinjam ke Buyung Rp200 juta dan sudah dikembalikan Rp100 juta cash dan Rp100 juta dalam bentuk giro.

Pengakuan bahwa aliran dana merupakan uang pinjaman, juga disampaikan Direktur Lembu Andalas, Djois Aryani. Dia mengaku perusahaan pinjam uang Rp2 miliar ke istri Syamsul, Fatimah. “Sebagai perusahaan, kita pinjam,” ujarnya di depan majelis hakim yang dipimpin Tjokorda Rai Suamba itu.

Sementara, Mantan Dandim Langkat, Amir Husein Siregar, mengaku pihaknya menerima bantuan mobil Kijang LGX, yang dipergunakan untuk tugas-tugas pengamanan.

Saat diberi kesempatan menanggapi keterangan saksi, Syamsul menjelaskan, bantuan mobil ke Kodim untuk mengamankan 10 ribuan warga Jawa yang diusir dari Aceh saat konflik bergolak dan berada di Langkat selama dua tahun. “Hukum sih hukum, tapi kepentingan negara di atas segala-galanya,” ujar Syamsul.

Mengenai uang Rp67 miliar yang dikembalikan ke kas Pemkab Langkat, Syamsul menjelaskan, keputusan diambil setelah menggelar rapat, yang juga dihadiri Buyung, untuk menindaklanjuti temuan BPK. “Di rapat saya katakan, okelah, macam mana ngatasinya? (Diputuskan) Bapak atasi dulu, nanti kita cari penyelesaiannya. Itulah maka saya setor Rp67 miliar,” kata Syamsul.

Usai sidang, kuasa hukum Syamsul, Rudy Alfonso, juga memojokkan Buyung. Dia katakan, Buyunglah yang mengetahui adanya penyimpangan anggaran setiap tahunnya, namun tidak pernah dilaporkan ke Syamsul. “Sehingga baru ketahuan, ada (penyimpanga) sejak 2002 hingga 2007 dan diungkap saat Pak Syamsul sudah menjadi gubernur,” kata Rudy.

Dia mengatakan, kliennya sudi mengembalikan uang Rp67 miliar lantaran tidak mau anak buahnya jadi korban. Meski demikian, Rudy berjanji akan mengejar pengakuan Syamsul yang mengaku pernah mendapat ancaman dari Buyung. Dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa nantinya, Rudy akan meminta Syamsul membeberkan mengenai ancaman Buyung itu.

“Beliau (Syamsul, red) mau diancam Buyung, waktu itu sudah jadi gubernur, akan dihabisi karirnya,” kata Rudy.
Sebelumnya, pada persidangan 21 Maret 2011, Syamsul mengatakan, dirinya pernah diancam Buyung. “Buyung mengancam,” ujarnya kala itu. Hanya saja, kalimatnya sulit dipahami.

Usai sidang 21 Maret itu, wartawan minta penegasan maksud ancaman itu. “Pernah ada ancaman Buyung ke saya melalui Surya. Dia akan hancurkan saya,” kata Syamsul singkat.

Kemarin, sebelum sidang ditutup Syamsul meminta izin ke hakim bahwa pada 23 April mendatang akan melakukan medical check up. “Pak hakim, saya izin Sabtu check up karena sudah 1,5 bulan tak check up,” kata mantan bupati Langkat itu. Hakim Tjokorda mengizinkan, dengan meminta agar segera mengajukan surat izin.
Rudy Alfonso kepada koran ini mengatakan, memang pihak tim pengacara lupa hingga 1,5 bulan Syamsul belum cek kesehatan. Rencanannya, check up akan dilakukan di RS Thamrin, Jakarta Pusat, yang jaraknya hanya sekitar 1,5 kilometer dari rutan Salemba.

Sidang kemarin sendiri berlangsung singkat, hanya sekitar satu jam. Delapan saksi dari kalangan swasta yang dihadirkan hanya diajukan pertanyaan singkat-singkat.  Selain yang sudah disebutkan di atas, saksi lainnya adalah Elly Syahrini, Erwin Sukamto, Kurniati Kartika, dan Leo Harmen.(sam)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/