26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Premium tak Ramah Lingkungan? Pemerintah Kemana saja..

Ilustrasi
Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pengamat energi Sofyano Zakaria nampak geram dengan alasan yang dikemukakan pemerintah untuk menyodorkan bahan bakar minyak (BBM) jenis baru, pertalite sebagai pengganti premium.

Salah satu alasan hadirnya pertalite ini disebut karena premium tidak ramah lingkungan. Padahal sudah berpuluh tahun, Indonesia menggunakan BBM jenis premium.

“Sejak zaman orde baru, negeri ini juga sudah menggunakan premium, malah di bawah RON 88,” ungkap Sofyan, Minggu (19/4).

Atas pernyataan tersebut, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) ini meminta agar pemerintah menjelaskan secara detail kepada masyarakat. Apa saja dampak dari penggunaan premium jangka panjang terhadap lingkungan dengan disertai hasil nyata penelitian tersebut.

Sebab, sepengetahuan Sofyan, belum ada survei atau penelitian dampak dari penggunaan premium secara berkelanjutan. “Jika pemerintah membuat alasan bahwa premium tidak ramah lingkungan, maka pemerintah harusnya mampu menjelaskan secara terang benderang kepada masyarakat. Apa dampak negatifnya dari digunakannya premium yang harus bisa dibuktikan pemerintah, karena premium sudah digunakan sejak puluhan tahun lamanya oleh rakyat di NKRI,” jelasnya.

Sofyan lantas membandingkan dengan beberapa negara lain, yang sampai saat ini masih menggunakan premium. Seperti Amerika Serikat, Rusia dan Mesir. Menurut hematnya, jika premium mempunyai dampak buruk bagi lingkungan, negara-negara tersebut pasti sudah lebih dulu melepas penggunaan premium sejak lama.

“Jadi, jika premium dinyatakan sebagai BBM yang tidak ramah lingkungan maka negara besar seperti Amerika, tentunya pasti sudah sejak lama melarang penggunaan premium RON 88, apalagi yang di bawah RON 88. Tapi nyatanya hingga saat ini belum terdengar adanya survei atau penelitian tentang dampak penggunaan premium itu,” tukasnya. (chi/jpnn)

Ilustrasi
Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pengamat energi Sofyano Zakaria nampak geram dengan alasan yang dikemukakan pemerintah untuk menyodorkan bahan bakar minyak (BBM) jenis baru, pertalite sebagai pengganti premium.

Salah satu alasan hadirnya pertalite ini disebut karena premium tidak ramah lingkungan. Padahal sudah berpuluh tahun, Indonesia menggunakan BBM jenis premium.

“Sejak zaman orde baru, negeri ini juga sudah menggunakan premium, malah di bawah RON 88,” ungkap Sofyan, Minggu (19/4).

Atas pernyataan tersebut, Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) ini meminta agar pemerintah menjelaskan secara detail kepada masyarakat. Apa saja dampak dari penggunaan premium jangka panjang terhadap lingkungan dengan disertai hasil nyata penelitian tersebut.

Sebab, sepengetahuan Sofyan, belum ada survei atau penelitian dampak dari penggunaan premium secara berkelanjutan. “Jika pemerintah membuat alasan bahwa premium tidak ramah lingkungan, maka pemerintah harusnya mampu menjelaskan secara terang benderang kepada masyarakat. Apa dampak negatifnya dari digunakannya premium yang harus bisa dibuktikan pemerintah, karena premium sudah digunakan sejak puluhan tahun lamanya oleh rakyat di NKRI,” jelasnya.

Sofyan lantas membandingkan dengan beberapa negara lain, yang sampai saat ini masih menggunakan premium. Seperti Amerika Serikat, Rusia dan Mesir. Menurut hematnya, jika premium mempunyai dampak buruk bagi lingkungan, negara-negara tersebut pasti sudah lebih dulu melepas penggunaan premium sejak lama.

“Jadi, jika premium dinyatakan sebagai BBM yang tidak ramah lingkungan maka negara besar seperti Amerika, tentunya pasti sudah sejak lama melarang penggunaan premium RON 88, apalagi yang di bawah RON 88. Tapi nyatanya hingga saat ini belum terdengar adanya survei atau penelitian tentang dampak penggunaan premium itu,” tukasnya. (chi/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/