JAKARTA -Pembuktian terhadap pencucian uang yang dilakukan mantan Kakorlantas Mabes Polri Irjen Djoko Susilo terus berlanjut. Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor kemarin (18/6), terungkap rekayasa pembelian aset yang diduga hasil korupsi Djoko.
Dalam persidangan itu terungkap pembelian sejumlah aset direkayasa oleh notaris kepercayaan Djoko, Erick Maliangkay. Lagi-lagi pembelian sejumlah aset itu untuk istri ketiga Djoko, Dipta Anindita. Mantan putri solo itu ternyata pernah dibelikan sejumlah rumah. Tidak hanya di Semarang, tapi juga rumah seharga Rp6,5 miliar di daerah Cikajang No 18 Blok Q-2 Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Modus pembelian rumah ini juga sama dengan sebelumnya. Djoko membeli rumah itu untuk Dipta, melalui Erick Maliangkay. Dalam pembelian kali ini bahkan Dipta tak pernah sekalipun ketemu dengan pemilik rumah. Rumah yang dibeli itu memang second, milik seorang bernama Baharatmo Prawiro Utomo.
Baharatmo kemarin memberikan kesaksiannya di Pengadilan Tipikor. Dia mengaku tak sekalipun ketemu Dipta selama proses jual beli rumahnya itu. “Selama ini saya hanya bertemu dengan saudara Erick dan orang dari broker properti Era Victoria. Selama menjual rumah tersebut saya memang menggunakan jasa broker,” terang Baharatmo.
Baharatmo mengaku tahu nama Dipta ketika akta jual beli sudah jadi. Awalnya, Bahartmo disodori akta kosong oleh Erick. Akta itu diperoleh Erick dari notaris Aswendi Kamuli. Akta jual beli memang dibuat oleh Aswendi namun semuanya diatur oleh Erick. Uniknya para pihak, baik Baharatmo sebagai penjual maupun Dipta sebagai pembeli sebenarnya tidak pernah menghadap notaris.
Proses pembuatan akta jual beli yang menyimpang inilah membuat majelis hakim mencecar pertanyaan pada Aswendi. Notaris untuk wilayah Jakarta Selatan ini pun akhirnya mengakui jika perbuatannya tersebut melanggar aturan. “Ya memang tidak benar, Yang Mulia. Tapi selama ini hal seperti itu juga lumrah terjadi diantara kawan sesama notaris,” jelasnya.
Bukan hanya itu saja, ternyata dalam akta notaris harga beli rumah juga direkayasa. Baharatmo mengaku pada hakim rumah itu dijual seharga Rp6,35 miliar. Namun dalam akta, ditulis seharga Rp1,9 miliar. Terkait hal ini, lagi-lagi Aswendi dicerca pertanyaan baik hakim maupun jaksa. Dia menjawab hal itu kemungkinan didasarkan atas nilai jual obyek pajak (NJOP).
Mendengar jawaban tersebut, Hakim Ketua Suhartoyo meradang. Suhartoyo yang mengaku bekas notaris mengatakan hal itu tidak wajar. Hakim menjelaskan pada Aswendi bahwa adanya rekayasa harga penjualan itu. (gun/jpnn)