26 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Perjuangan Jatah Saham Berbau Politik

JAKARTA-Ketidakkompakan sikap pemda mempersiapkan diri ikut mengelola PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pasca 2013, disinyalir dipicu perbedaan kepentingan politik. Ada dugaan kuat,  Plt Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho yang merupakan politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sudah merasa tidak sreg dengan langkah 10 bupati/wali kota yang bersama Syamsul Arifin sudah pernah membangun kesepakatan dengan PT Toba Sejahtera milik Jenderal TNI (Purn) Luhut Panjaitan.

Luhut dikenal sebagai tokoh yang sangat dekat dengan Ketum DPP Partai Golkar, Aburizal Bakrie, alias Ical. Sumber Sumut Pos yang merupakan tokoh penting dalam perjuangan jatah saham Inalum untuk pemda pasca 2013, menyebutkan, kepentingan Golkar yang sudah masuk ke Inalum itulah yang menyebabkan Gatot ogah-ogahan melakukan koordinasi membahas rencana pembentukan konsorsium daerah.

“Tapi mestinya Gatot menyampaikan saja masalah itu, agar bisa dicarikan titik temunya. Kalau diam saja, ya malah semuanya tak dapat apa-apa,” ujar sumber yang namanya tak mau ditulis, kemarin (18/9).
Benarkah ada aroma politik dalam upaya memperjuangkan jatah saham Inalum itu? Direktur Ekesekutif Indonesian Resources Studies (IRES) Marwan Batubara membenarkannya. Menurutnya, dalam banyak kasus di daerah, elemen pemda sendiri tidak kompak dalam upayanya mendapatkan jatah saham, lantaran masing-masing pihak punya kepentingan.

“Masing-masing pihak biasanya membawa jagoannya sendiri-sendiri. Itu yang membuat mereka tidak kompak, malah disertai intrik-intrik agar jagoannya yang menang,” ujar Marwan Batubara kepada Sumut Pos.

Marwan, mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang konsen mengamati pengolahan sumber daya alam daerah itu, juga membenarkan bahwa memang ada permainan politik dalam kasus perebutan saham Inalum. “Tapi saya selalu mengingatkan, 10 kabupaten/kota itu, tak usahlah menggandeng swasta. Percayalah, pada akhirnya si jagoan (PT Toba Sejahtera) itu yang akan lebih banyak menikmati, bukan pemdanya,” ujarnya mengingatkan.

Dikatakan pula, jika 10 kabupaten/kota berani ‘melepaskan diri’ dari ikatan dengan PT Toba Sejahtera, maka langkah pemda akan menjadi kompak. “Pokoknya, tak usahlah menggandeng swasta. Cukup 10 kabupaten/kota dan pemprov saja yang membentuk konsorsium. Sekali lagi, tak usah gandeng swasta,” tegasnya.

Bagaimana soal dana? Marwan meyakinkan, 10 kabupaten/kota tidak perlu takut mengalami kesulitan pendanaan. “Karena prospeknya bagus, tak sulit kok cari pinjaman. Minimal sahamnya 10 persen lah. Itu minimal. Toh kalau banyak-banyak juga butuh dana besar. Daripada banyak-banyak, tapi yang menikmati si jagoan (swasta), ya lebih baik tak banyak tapi optimal dinikmati pemda,” terang Marwan.

Berkali-kali Marwan mengingatkan bahwa kekompakan pemda sangat penting. Jika belum kompak, maka akan sulit untuk membicarakan pembentukan konsorsium daerah. “Kalau sudah kompak dan konsorsium terbentuk, segera menggalang lobi-lobi ke pusat. Kalau kompak pasti berhasil,” sarannya.

Menurutnya, tiga kementerian strategis yang ‘wajib’ untuk dilobi adalah kementrian ESDM, kemenkeu, dan kemendagri. “Tapi harus solid dulu. Jangan masing-masing membawa jagoan,” ujarnya mengingatkan lagi.
Sebelumnya diberitakan, Juru Bicara 10 Pemkab/Pemko di sekitar Danau Toba, Mangindar Simbolon, semakin terbuka mengungkapkan kekecewaannya terhadap Plt Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho. Seperti pernah disampaikan sebelumnya, bupati Samosir itu menilai Gatot lambat bergerak.

Menurut Mangindar, jika Gatot tidak serius mengkoordinasi 10 bupati/wali kota untuk mempersiapkan diri ikut mengelola PT Inalum pasca 2013, maka dampaknya bisa sangat buruk. “Kita khawatir dengan persiapan Pemprov yang kita nilai kurang serius, kita khawatir kita kehilangan jatah saham Inalum,” ujar Mangindar Simbolon kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 15 September lalu.

Mangindar mengakui, memang pemda sudah pernah membuat kesepakatan yang diteken Pemprov saat itu masih dipimpin Gubernur Syamsul Arifin, dan 10 bupati/wali kota, dengan Jenderal TNI (Purn) Luhut Panjaitan sebagai pemilik PT Toba Sejahtera. Hanya saja, kesepatan pemda dengan PT Toba Sejahtera yang sudah diteken itu belum bisa dikatakan sebagai keputusan final. “Karena itu tingkatannya baru kesepakatan. Karena dulu belum melibatkan DPRD. Kalau sudah ada persetujuan DPRD, setelah matang, baru dituangkan dalam bentuk perda,” terang Mangindar beberapa waktu lalu.

Ke-10 kabupaten/kota yang ada di sekitar danau Toba yakni Taput, Tobasa, Samosir, Humbahas, Simalungun, Karo, dan Dairi. Sedang tiga kabupaten/kota di bagian hilir Danau Toba yakni Asahan, Batubara, dan Kota Tanjung Balai.
Jenderal TNI (Purn) Luhut Panjaitan, pernah menyebutkan, pihaknya melalui PT Toba Sejahtera, telah menyiapkan 700 juta dolar AS atau setara Rp5,95 triliun (kurs Rp8.500 per US$) untuk mengakuisisi 58,88 persen saham PT Inalum. (ari/sam/jpnn)

JAKARTA-Ketidakkompakan sikap pemda mempersiapkan diri ikut mengelola PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pasca 2013, disinyalir dipicu perbedaan kepentingan politik. Ada dugaan kuat,  Plt Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho yang merupakan politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sudah merasa tidak sreg dengan langkah 10 bupati/wali kota yang bersama Syamsul Arifin sudah pernah membangun kesepakatan dengan PT Toba Sejahtera milik Jenderal TNI (Purn) Luhut Panjaitan.

Luhut dikenal sebagai tokoh yang sangat dekat dengan Ketum DPP Partai Golkar, Aburizal Bakrie, alias Ical. Sumber Sumut Pos yang merupakan tokoh penting dalam perjuangan jatah saham Inalum untuk pemda pasca 2013, menyebutkan, kepentingan Golkar yang sudah masuk ke Inalum itulah yang menyebabkan Gatot ogah-ogahan melakukan koordinasi membahas rencana pembentukan konsorsium daerah.

“Tapi mestinya Gatot menyampaikan saja masalah itu, agar bisa dicarikan titik temunya. Kalau diam saja, ya malah semuanya tak dapat apa-apa,” ujar sumber yang namanya tak mau ditulis, kemarin (18/9).
Benarkah ada aroma politik dalam upaya memperjuangkan jatah saham Inalum itu? Direktur Ekesekutif Indonesian Resources Studies (IRES) Marwan Batubara membenarkannya. Menurutnya, dalam banyak kasus di daerah, elemen pemda sendiri tidak kompak dalam upayanya mendapatkan jatah saham, lantaran masing-masing pihak punya kepentingan.

“Masing-masing pihak biasanya membawa jagoannya sendiri-sendiri. Itu yang membuat mereka tidak kompak, malah disertai intrik-intrik agar jagoannya yang menang,” ujar Marwan Batubara kepada Sumut Pos.

Marwan, mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang konsen mengamati pengolahan sumber daya alam daerah itu, juga membenarkan bahwa memang ada permainan politik dalam kasus perebutan saham Inalum. “Tapi saya selalu mengingatkan, 10 kabupaten/kota itu, tak usahlah menggandeng swasta. Percayalah, pada akhirnya si jagoan (PT Toba Sejahtera) itu yang akan lebih banyak menikmati, bukan pemdanya,” ujarnya mengingatkan.

Dikatakan pula, jika 10 kabupaten/kota berani ‘melepaskan diri’ dari ikatan dengan PT Toba Sejahtera, maka langkah pemda akan menjadi kompak. “Pokoknya, tak usahlah menggandeng swasta. Cukup 10 kabupaten/kota dan pemprov saja yang membentuk konsorsium. Sekali lagi, tak usah gandeng swasta,” tegasnya.

Bagaimana soal dana? Marwan meyakinkan, 10 kabupaten/kota tidak perlu takut mengalami kesulitan pendanaan. “Karena prospeknya bagus, tak sulit kok cari pinjaman. Minimal sahamnya 10 persen lah. Itu minimal. Toh kalau banyak-banyak juga butuh dana besar. Daripada banyak-banyak, tapi yang menikmati si jagoan (swasta), ya lebih baik tak banyak tapi optimal dinikmati pemda,” terang Marwan.

Berkali-kali Marwan mengingatkan bahwa kekompakan pemda sangat penting. Jika belum kompak, maka akan sulit untuk membicarakan pembentukan konsorsium daerah. “Kalau sudah kompak dan konsorsium terbentuk, segera menggalang lobi-lobi ke pusat. Kalau kompak pasti berhasil,” sarannya.

Menurutnya, tiga kementerian strategis yang ‘wajib’ untuk dilobi adalah kementrian ESDM, kemenkeu, dan kemendagri. “Tapi harus solid dulu. Jangan masing-masing membawa jagoan,” ujarnya mengingatkan lagi.
Sebelumnya diberitakan, Juru Bicara 10 Pemkab/Pemko di sekitar Danau Toba, Mangindar Simbolon, semakin terbuka mengungkapkan kekecewaannya terhadap Plt Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho. Seperti pernah disampaikan sebelumnya, bupati Samosir itu menilai Gatot lambat bergerak.

Menurut Mangindar, jika Gatot tidak serius mengkoordinasi 10 bupati/wali kota untuk mempersiapkan diri ikut mengelola PT Inalum pasca 2013, maka dampaknya bisa sangat buruk. “Kita khawatir dengan persiapan Pemprov yang kita nilai kurang serius, kita khawatir kita kehilangan jatah saham Inalum,” ujar Mangindar Simbolon kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 15 September lalu.

Mangindar mengakui, memang pemda sudah pernah membuat kesepakatan yang diteken Pemprov saat itu masih dipimpin Gubernur Syamsul Arifin, dan 10 bupati/wali kota, dengan Jenderal TNI (Purn) Luhut Panjaitan sebagai pemilik PT Toba Sejahtera. Hanya saja, kesepatan pemda dengan PT Toba Sejahtera yang sudah diteken itu belum bisa dikatakan sebagai keputusan final. “Karena itu tingkatannya baru kesepakatan. Karena dulu belum melibatkan DPRD. Kalau sudah ada persetujuan DPRD, setelah matang, baru dituangkan dalam bentuk perda,” terang Mangindar beberapa waktu lalu.

Ke-10 kabupaten/kota yang ada di sekitar danau Toba yakni Taput, Tobasa, Samosir, Humbahas, Simalungun, Karo, dan Dairi. Sedang tiga kabupaten/kota di bagian hilir Danau Toba yakni Asahan, Batubara, dan Kota Tanjung Balai.
Jenderal TNI (Purn) Luhut Panjaitan, pernah menyebutkan, pihaknya melalui PT Toba Sejahtera, telah menyiapkan 700 juta dolar AS atau setara Rp5,95 triliun (kurs Rp8.500 per US$) untuk mengakuisisi 58,88 persen saham PT Inalum. (ari/sam/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/