JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, tidak mengganggu keberadaan orangutan seperti dikampanyekan sejumlah kalangan.
Hasil pantauan tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membuktikan, orangutan tetap eksis dan bisa hidup berdampingan.
Demikian dinyatakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya kepada wartawan usai membuka Rapat Koordinasi Teknis bidang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem di Jakarta, Rabu (17/10).
“PLTA (di Batangtoru) dicurigai mengganggu habitat orangutan. Tim kami sudah sebulan lebih memantau di sana, dan tidak seperti yang dibayangkan,” katanya.
Siti Nurbaya menyatakan, hasil pantauan tim KLHK orangutan tetap ada dan tidak terganggu. Orangutan terpantau membuat sarang untuk persinggahan dan membuat koridor perlintasan.
“Masalah orangutan ini menjadi perhatian pemerintah karena ada organisasi nonpemerintah yang menyatakan pembangunan PLTA Batangtoru itu mengancam orangutan,” paparnya.
Selain itu, lanjut Siti Nurbaya, juga kerap digambarkan PLTA itu akan membangun dam raksasa dengan luas lahan 3.000 hektare, padahal sebenarnya hanya memanfaatkan badan sungai seluas 24 Hektare (Ha) dan lahan tambahan di lereng yang sangat curam seluas 66 Ha sebagai kolam harian.
Dikatakan Siti Nurbaya, PLTA yang dibangun di Batangtoru sejatinya, berada di luar kawasan hutan. Meski demikian, lokasinya berdekatan dengan kawasan hutan yang menjadi habitat orangutan. Orangutan kemudian kerap menjelajah termasuk ke areal yang menjadi lokasi pembangunan PLTA.
Ia menegaskan, untuk memastikan kelestarian orangutan, maka pihaknya memerintahkan agar pengembang PLTA Batangtoru untuk menjaga koridor orangutan yang ada.
Dia juga menyatakan, sudah menginstruksikan agar pengembang PLTA memperkuat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) untuk mengakomodasi keberadaan orangutan di sekitar lokasi pengembangan.
“Kita tidak bisa membatasi pergerakan orangutan, makanya kita yang mengikuti. Kami perintahkan agar (pengembang) PLTA menambah studi Amdal. Perbaiki. Khususnya terkait orangutan. Sebab waktu PLTA itu ada, belum diketahui keberadaan orangutan,” katanya.
PLTA Batangtoru termasuk Infrastruktur Strategis Ketenagalistrikan Nasional sebagai bagian integral dari Program 35.000 Mega Watt (MW) Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. “Program ini merupakan upaya mendorong pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi ke luar Pulau Jawa,” pungkasnya.
Sebelumnya, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Wiratno mengungkapkan, pihaknya sudah meminta agar PT North Sumatera Hydro Energi, pengembang PLTA Batangtoru, untuk melakukan penanaman pohon-pohon penghasil pakan bagi orangutan. “Kami minta dilakukan penanaman pohon pakan,” kata dia.
Wiratno menegaskan, KLHK memiliki pehatian penuh untuk memastikan kelestarian orangutan yang ada di bentang alam Batangtoru. Salah satu caranya adalah memastikan ketersediaan pakan bagi orangutan. “Pergerakan orangutan ini tergantung pakannya,” katanya.
Selain penanaman pohon pakan, KLHK juga sudah menginstruksikan agar NSHE membangun jembatan arboreal untuk menghubungkan habitat populasi orangutan. “Tim KLHK terus berada di lapangan untuk memantau dan memastikan kelestarian orangutan,” tuturnya.
Berdasarkan hasil pemantauan Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli, habitat Orangutan tapanuli di kawasan Batangtoru tersebar pada tiga blok terpisah, yakni blok barat, timur, dan selatan. Populasi orangutan terbanyak berada di blok barat, yang mengarah ke Adian Koting, Kabupaten Tapanuli Utara, diikuti blok timur, yakni wilayah cagar alam (CA) Sipirok di Tapsel.
Adapun populasi orangutan terendah berada di blok selatan, terutama CA Sibual-buali, yaitu 0,41 individu per kilometer persegi. Kawasan blok selatan yang minim jumlah individu orangutan itu berbatasan dengan areal penggunaan lain (APL), yang merupakan lahan perkebunan rakyat berisi, antara lain, pohon karet, petai, dan durian. (rel/ila)