25.2 C
Medan
Saturday, June 22, 2024

Jadwal Seleksi CPNS Direvisi, Pelaksanaan SKD Molor

Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Jadwal perekrutan calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2018 berantakan. Pemicunya adalah jadwal seleksi kompetensi dasar (SKD) yang molor. Akibatnya, tahapan seleksi berikutnya ikut molor.

Seperti diketahui, sesuai jadwal seleksi CPNS 2018, SKD seharusnya berlangsung pada 26 Oktober hingga 17 November. Namun, kemarin (17/11) Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Muhammad Ridwan mengatakan bahwa ujian SKD masih berjalan. “Masih ada jadwal SKD sampai 21 November,” ucap Ridwan kemarin.

Dia mengatakan tidak memiliki data resmi instansi mana saja yang sampai kemarin belum menjalankan SKD. Dia hanya ingat beberapa instansi yang masih melaksanakan SKD. Salah satunya Pemerintah Kota Tual, Maluku.

Ridwan menjelaskan, sampai saat ini belum ada instansi mana pun yang mengumumkan kelulusan SKD dan melaju ke fase seleksi kompetensi bidang (SKB). Kalaupun ada peserta yang berhasil melampaui nilai SKD, yang bersangkutan tidak berarti otomatis lulus seleksi CPNS.

Sebab, menurut dia, dalam seleksi CPNS, pemerintah tetap memberlakukan SKB untuk bidang masing-masing. Nanti nilai SKD dan SKB diakumulasikan. Bobot nilai SKD 40 persen dan SKB 60 persen.”Tahap SKB wajib ada. Namun, jadwalnya tengah disusun,” terang dia.

Molornya pelaksanaan SKD otomatis mengubah rangkaian di belakangnya. Semula, SKB dijadwalkan dilaksanakan pada 22-28 November. Karena pelaksanaan SKD baru selesai pada 21 November, otomatis jadwal SKB mundur beberapa hari.

Ridwan menambahkan, ada sejumlah penyebab molornya SKD. Misalnya, sejumlah instansi membutuhkan waktu lama untuk mengumumkan kelulusan seleksi administrasi. Pelamar CPNS yang dinyatakan lolos seleksi administrasi berhak ikut tahap SKD. Kemudian, pengaturan jadwal pelaksanaan SKD juga membutuhkan waktu.

Meski begitu, menurut Ridwan, secara umum pelaksanaan SKD lancar. Pada awalnya memang sempat ada keluhan soal mundurnya jadwal akibat ketidaksiapan infrastruktur.

Namun, kemudian seleksi berangsur lancar. Terkait dengan soal ujian SKD yang sulit, Ridwan menganggapnya sebagai keluhan peserta.

Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Laode Ida mengungkapkan, banyak catatan yang pihaknya temukan terkait dengan pelaksanaan seleksi CPNS. Salah satunya terkait dengan passing grade atau ambang batas SKD yang semestinya diturunkan dengan standar kumulatif, tidak berbasis subkomponen. Saran tersebut sudah disampaikan kepada Kemen PAN-RB. “Dan ini insya Allah diakomodasi dalam kebijakan Men PAN-RB,” katanya kemarin.

Terkait passing grade, pemerintah daerah masih akan menunggu secara resmi kebijakan sistem rangking sebagai alternatif kriteria kelulusan Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) peserta seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) 2018. “Sampai kini kami belum dapat info resmi kebijakannya,” ujar Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Regional VI Medan, English Nainggolan menjawab Sumut Pos, Minggu (18/11).

Menurutnya seluruh kebijakan tersebut termasuk dalam implementasinya nanti, adalah domain dan wewenang dari Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) CASN 2018.

“Yang merumuskan kebijakan di Panselnas. Panselnas pasti sudah punya data seluruh Indonesia. Pihaknya hanya akan mengikuti kebijakan tersebut. Untuk itu kami juga masih menunggu seperti apa bentuk regulasi resminya,” ujarnya.

Senada, Kepala BKD Setdaprovsu, Kaiman Turnip menyebutkan, kebijakan tersebut belum bisa diterapkan kalau tidak ada regulasi resmi yang sudah dilampirkan menjadi perundang-undangan negara. “Belum bisa harus ada regulasinya sebagai dasar,” katanya.

Pihaknya juga mengaku baru mengetahui kabar itu dari pemberitaan di media massa. Artinya belum ada secara resmi disampaikan oleh pemerintah pusat atas kebijakan baru dimaksud. “Kita tunggulah dulu, saya sudah sampaikan sebelumnya kalau tidak mau mengomentari lebih jauh sebelum menerima kebijakan ini secara resmi,” katanya.

Ditanya tentang kabar kebijakan opsi rangking tersebut, peserta ujian SKD yang gagal sebelumnya menyambut gembira. Menurut Andri Kurniawan, dirinya berharap implementasi opsi rangking nantinya akan membawa ia bisa mengikuti tahapan CASN selanjutnya. “Alhamdulillah kalau akhirnya memakai sistem rangking. Semoga saja saya bisa lulus dan mengikuti SKB (Seleksi Kompetensi Bidang),” katanya.

Setali tiga uang, Joandro Parulian Lubis pun mengaku senang kalau pemerintah bakal menerapkan sistem rangking ini. Ia optimis melalui penilaian peringkat membuat peluangnya lulus ke tahap selanjutnya kian terbuka lebar.

“Karena dari ketiga bidang yang diujikan waktu SKD, passing grade saya hanya kalah di tes karakteristik pribadi (TKP). Sementara dua bidang lainnya skor saya melewati ambang batas penilaian,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah akhirnya, memilih opsi rangking menyusul rendahnya angka kelulusan peserta SKD karena banyak peserta yang tidak memenuhi passing grade atau batas nilai minimal.

Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengatakan, alternatif solusi dengan sistem rangking diterapkan, karena dikhawatirkan banyak formasi yang kosong akibat banyaknya peserta seleksi yang tidak lolos passing grade. Terutama posisi guru dan tenaga kesehatan yang banyak dibutuhkan.

Sementara, pihaknya tidak mau menurunkan passing grade, karena dikhawatirkan akan merekrut Apartur Sipil Negara (ASN) yang tidak berkualitas. “Sekarang kalau di daerah bagaimana solusinya? Kita lihat kalau ini dibiarkan kosong bagaimana, kalau diisi bagaimana.

Formasi ini itu sebagian terbesar adalah guru dan tenaga kesehatan. Kalau guru dan tenaga kesehatan kosong, ini siapa yang akan mengajarkan anak-anak. Kan lebih baik ada gurunya dari pada tidak sama sekali. Jadi itu perlu,” katanya saat meninjau pelaksanaan seleksi CPNS di Kota Malang, Jumat (16/11).

Kalau passing grade diturunkan, menurutnya, berpeluang dapatnya PNS yang elek-elek (jelek-jelek, Red). “Balik lagi ke guru yang tidak berkualitas. Apakah kita mau anak-anak kita diajar oleh guru-guru yang tidak berkualitas? Nggak mau, siapa yang mau?. Jadi harus bagus. Nah, mungkin penurunan passing grade itu tidak menjadi pilihan. Tapi anak-anak (peserta) tes ini yang passing gradenya belum memenuhi itu banyak yang skor totalnya tinggi sekali,” katanya.

Dengan begitu, peserta seleksi yang tidak lolos passing grade akan dirangking sesuai dengan nilai yang diperoleh. Selanjutnya akan ditentukan peserta yang lolos SKD, meskipun tidak mencapai passing grade. “Kemudian kita lakukan perangkingan di sana. Yang jumlahnya tinggi-tinggi ini berapa orang sih, untuk mengisi formasi-formasi yang kosong itu. Itu ‘kan tidak mengurangi passing grade. Artinya kita tidak menurunkan kualitas PNS-nya gitu,” ungkapnya.

Proses rangking peserta seleksi CPNS nantinya akan menunggu peserta seleksi yang lulus murni atau peserta yang memenuhi passing grade. Penentuan kelulusan peserta melalui proses rangking disesuaikan dengan jumlah yang dibutuhkan untuk Seleksi Kompetensi Bidang (SKB). Yakni berjumlah minimal tiga kali formasi yang tersedia.

“Kita harus lihat dulu yang lulus murni harus seberapa banyak. Katakanlah ada tiga jabatan, lulus murni ada sembilan orang. “Kan udah penuh. Tidak diperlukan lagi. Tapi misalnya dari tiga jabatan itu ada lima orang yang lulus murni, berarti dia butuh orang orang lagi. Tapi yang empat orang ini menunggu yang lima orang itu selesai dulu prosesnya,” katanya.

Sampai saat ini, regulasi sistem rangking ini masih dibahas di pemerintah pusat. “Tadi malam (aturannya) baru tanda tangan, belum baca lagi. Kalau sudah ditandatangani akan masuk lembaran negara. Jadi mungkin Senin baru efektif,” katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Sumut HM Nezar Djoeli mengatakan, keputusna pemerintah menjadikan sistem urutan atau ranking dalam penilaian kelulusan CASN dinilai dapat menurunkan grade atau kompetensi lulusan. Karena itu negara dihadapkan tetap memasang standar kualitas seperti passing grade dengan berbagai pertimbangan.

Nezar Djoeli menyebutkan pelaksanaan ujian CASN sudah cukup bagus. Begitu juga memasang batas passing grade yang terlalu tinggi dibanding kemampuan peserta, bertujuan agar hasil seleksi memunculkan nama-nama berkualitas untuk ditempatkan sebagai aparat pemerintahan. Muaranya tercipta pemerintah yang berkualitas sebagian diharapkan.

“Tetapi juga masih harus ditangani secara intensif soal standarisasi penerimaan. Sehingga kalau kemudian standard ini diturunkan berarti pemerintah memaksakan agar kuota CASN terisi. Tetapi tentu tidak akan maksimal kualitasnya,” ujar Nezar, Minggu (18/11).

Menurutnya yang perlu ditekankan adalah peserta/calon peserta ujian yang harus memacu diri agar kemampuannya meningkat. Sehingga passing grade yang dipasang bisa dicapai. Meskipun diakuinya, agak sulit untuk mencapai itu, namun mau tidak mau generasi aparatur pemerintahan harus lebih baik dan handal di masa mendatang.

“Dengan standarisasi yang jelas, maka ASN yang ada dan melayani masyarakat di masa mendatang jauh lebih baik dari saat ini. Tanpa itu, kita tidak tahu bagaimana pelayan masyarakat bisa lebih berkualitas dari sekarang,” katanya.

Senada disampaikan Anggota Komisi A DPRD Sumut Ikrimah Hamidy. Menurutnya dengan sistem ranking, nilai positifnya adalah kuota yang dibutuhkan untuk satu formasi ala dapat terpenuhi. Sebab siapapun bisa lulus jika nilainya tertinggi diantara pelamar yang lain.

“Negatifnya tentu kapasitas kelulusan itu tidak sama. Sebab antara peringkat satu, dua, tiga dan empat, misalnya, bisa saja perbandingannya terallu jauh. Jadi tidak ada standar penilaian seperti passing grade,” sebutnya.

Karena itu pula dirinya melihat bahwa kebijakan mengubah ketentuan kelulusan dari menggunakan passing grade ke sistem ranking, ada unsur politis. Sebab tahun politik menjelang Pileg dan Pilpres, tentu aturan yang populis biasanya menjadi pilihan penting. Sebab untuk hasil seleksi beberapa waktu lalu, banyak yang harus gugur bahkan ada yang tidak memenuhi kuota formasi.

“Bagi yang tidak lulus, tentu dampaknya adalah mereka akan kecewa kepada pemerintah yang memasang standarisasi tinggi. Sehingga ini secara politik, akan mengurangi rasa simpati masyarakat khususnya bagi peserta yang dinyatakan gagal,” jelasnya.

Karena itu, menurutnya pemerintah harus konsisten terhadap keputusan dan aturannya. Meskipun sistem passing grade yang lalu membuat banyak peserta gugur, namun masih ada peluang jika sistem yang sama dilakukan ulang namun melalui proses tes atau uji coba.

“Sebaiknya tetap saja menggunakan standarisasi untuk penentuan kelulusan. Tetapi ujiannya dibuat ulang dengan kualitas (kesulitan) yang sama. Sebelumnya mereka (calon peserta) diberikan semacam uji coba dulu agar ada kesiapan mereka. Setidaknya peserta itu belajar dulu,” pungkasnya. (prn/bal)

Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Jadwal perekrutan calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2018 berantakan. Pemicunya adalah jadwal seleksi kompetensi dasar (SKD) yang molor. Akibatnya, tahapan seleksi berikutnya ikut molor.

Seperti diketahui, sesuai jadwal seleksi CPNS 2018, SKD seharusnya berlangsung pada 26 Oktober hingga 17 November. Namun, kemarin (17/11) Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Muhammad Ridwan mengatakan bahwa ujian SKD masih berjalan. “Masih ada jadwal SKD sampai 21 November,” ucap Ridwan kemarin.

Dia mengatakan tidak memiliki data resmi instansi mana saja yang sampai kemarin belum menjalankan SKD. Dia hanya ingat beberapa instansi yang masih melaksanakan SKD. Salah satunya Pemerintah Kota Tual, Maluku.

Ridwan menjelaskan, sampai saat ini belum ada instansi mana pun yang mengumumkan kelulusan SKD dan melaju ke fase seleksi kompetensi bidang (SKB). Kalaupun ada peserta yang berhasil melampaui nilai SKD, yang bersangkutan tidak berarti otomatis lulus seleksi CPNS.

Sebab, menurut dia, dalam seleksi CPNS, pemerintah tetap memberlakukan SKB untuk bidang masing-masing. Nanti nilai SKD dan SKB diakumulasikan. Bobot nilai SKD 40 persen dan SKB 60 persen.”Tahap SKB wajib ada. Namun, jadwalnya tengah disusun,” terang dia.

Molornya pelaksanaan SKD otomatis mengubah rangkaian di belakangnya. Semula, SKB dijadwalkan dilaksanakan pada 22-28 November. Karena pelaksanaan SKD baru selesai pada 21 November, otomatis jadwal SKB mundur beberapa hari.

Ridwan menambahkan, ada sejumlah penyebab molornya SKD. Misalnya, sejumlah instansi membutuhkan waktu lama untuk mengumumkan kelulusan seleksi administrasi. Pelamar CPNS yang dinyatakan lolos seleksi administrasi berhak ikut tahap SKD. Kemudian, pengaturan jadwal pelaksanaan SKD juga membutuhkan waktu.

Meski begitu, menurut Ridwan, secara umum pelaksanaan SKD lancar. Pada awalnya memang sempat ada keluhan soal mundurnya jadwal akibat ketidaksiapan infrastruktur.

Namun, kemudian seleksi berangsur lancar. Terkait dengan soal ujian SKD yang sulit, Ridwan menganggapnya sebagai keluhan peserta.

Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Laode Ida mengungkapkan, banyak catatan yang pihaknya temukan terkait dengan pelaksanaan seleksi CPNS. Salah satunya terkait dengan passing grade atau ambang batas SKD yang semestinya diturunkan dengan standar kumulatif, tidak berbasis subkomponen. Saran tersebut sudah disampaikan kepada Kemen PAN-RB. “Dan ini insya Allah diakomodasi dalam kebijakan Men PAN-RB,” katanya kemarin.

Terkait passing grade, pemerintah daerah masih akan menunggu secara resmi kebijakan sistem rangking sebagai alternatif kriteria kelulusan Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) peserta seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) 2018. “Sampai kini kami belum dapat info resmi kebijakannya,” ujar Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Regional VI Medan, English Nainggolan menjawab Sumut Pos, Minggu (18/11).

Menurutnya seluruh kebijakan tersebut termasuk dalam implementasinya nanti, adalah domain dan wewenang dari Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) CASN 2018.

“Yang merumuskan kebijakan di Panselnas. Panselnas pasti sudah punya data seluruh Indonesia. Pihaknya hanya akan mengikuti kebijakan tersebut. Untuk itu kami juga masih menunggu seperti apa bentuk regulasi resminya,” ujarnya.

Senada, Kepala BKD Setdaprovsu, Kaiman Turnip menyebutkan, kebijakan tersebut belum bisa diterapkan kalau tidak ada regulasi resmi yang sudah dilampirkan menjadi perundang-undangan negara. “Belum bisa harus ada regulasinya sebagai dasar,” katanya.

Pihaknya juga mengaku baru mengetahui kabar itu dari pemberitaan di media massa. Artinya belum ada secara resmi disampaikan oleh pemerintah pusat atas kebijakan baru dimaksud. “Kita tunggulah dulu, saya sudah sampaikan sebelumnya kalau tidak mau mengomentari lebih jauh sebelum menerima kebijakan ini secara resmi,” katanya.

Ditanya tentang kabar kebijakan opsi rangking tersebut, peserta ujian SKD yang gagal sebelumnya menyambut gembira. Menurut Andri Kurniawan, dirinya berharap implementasi opsi rangking nantinya akan membawa ia bisa mengikuti tahapan CASN selanjutnya. “Alhamdulillah kalau akhirnya memakai sistem rangking. Semoga saja saya bisa lulus dan mengikuti SKB (Seleksi Kompetensi Bidang),” katanya.

Setali tiga uang, Joandro Parulian Lubis pun mengaku senang kalau pemerintah bakal menerapkan sistem rangking ini. Ia optimis melalui penilaian peringkat membuat peluangnya lulus ke tahap selanjutnya kian terbuka lebar.

“Karena dari ketiga bidang yang diujikan waktu SKD, passing grade saya hanya kalah di tes karakteristik pribadi (TKP). Sementara dua bidang lainnya skor saya melewati ambang batas penilaian,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah akhirnya, memilih opsi rangking menyusul rendahnya angka kelulusan peserta SKD karena banyak peserta yang tidak memenuhi passing grade atau batas nilai minimal.

Kepala BKN Bima Haria Wibisana mengatakan, alternatif solusi dengan sistem rangking diterapkan, karena dikhawatirkan banyak formasi yang kosong akibat banyaknya peserta seleksi yang tidak lolos passing grade. Terutama posisi guru dan tenaga kesehatan yang banyak dibutuhkan.

Sementara, pihaknya tidak mau menurunkan passing grade, karena dikhawatirkan akan merekrut Apartur Sipil Negara (ASN) yang tidak berkualitas. “Sekarang kalau di daerah bagaimana solusinya? Kita lihat kalau ini dibiarkan kosong bagaimana, kalau diisi bagaimana.

Formasi ini itu sebagian terbesar adalah guru dan tenaga kesehatan. Kalau guru dan tenaga kesehatan kosong, ini siapa yang akan mengajarkan anak-anak. Kan lebih baik ada gurunya dari pada tidak sama sekali. Jadi itu perlu,” katanya saat meninjau pelaksanaan seleksi CPNS di Kota Malang, Jumat (16/11).

Kalau passing grade diturunkan, menurutnya, berpeluang dapatnya PNS yang elek-elek (jelek-jelek, Red). “Balik lagi ke guru yang tidak berkualitas. Apakah kita mau anak-anak kita diajar oleh guru-guru yang tidak berkualitas? Nggak mau, siapa yang mau?. Jadi harus bagus. Nah, mungkin penurunan passing grade itu tidak menjadi pilihan. Tapi anak-anak (peserta) tes ini yang passing gradenya belum memenuhi itu banyak yang skor totalnya tinggi sekali,” katanya.

Dengan begitu, peserta seleksi yang tidak lolos passing grade akan dirangking sesuai dengan nilai yang diperoleh. Selanjutnya akan ditentukan peserta yang lolos SKD, meskipun tidak mencapai passing grade. “Kemudian kita lakukan perangkingan di sana. Yang jumlahnya tinggi-tinggi ini berapa orang sih, untuk mengisi formasi-formasi yang kosong itu. Itu ‘kan tidak mengurangi passing grade. Artinya kita tidak menurunkan kualitas PNS-nya gitu,” ungkapnya.

Proses rangking peserta seleksi CPNS nantinya akan menunggu peserta seleksi yang lulus murni atau peserta yang memenuhi passing grade. Penentuan kelulusan peserta melalui proses rangking disesuaikan dengan jumlah yang dibutuhkan untuk Seleksi Kompetensi Bidang (SKB). Yakni berjumlah minimal tiga kali formasi yang tersedia.

“Kita harus lihat dulu yang lulus murni harus seberapa banyak. Katakanlah ada tiga jabatan, lulus murni ada sembilan orang. “Kan udah penuh. Tidak diperlukan lagi. Tapi misalnya dari tiga jabatan itu ada lima orang yang lulus murni, berarti dia butuh orang orang lagi. Tapi yang empat orang ini menunggu yang lima orang itu selesai dulu prosesnya,” katanya.

Sampai saat ini, regulasi sistem rangking ini masih dibahas di pemerintah pusat. “Tadi malam (aturannya) baru tanda tangan, belum baca lagi. Kalau sudah ditandatangani akan masuk lembaran negara. Jadi mungkin Senin baru efektif,” katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Sumut HM Nezar Djoeli mengatakan, keputusna pemerintah menjadikan sistem urutan atau ranking dalam penilaian kelulusan CASN dinilai dapat menurunkan grade atau kompetensi lulusan. Karena itu negara dihadapkan tetap memasang standar kualitas seperti passing grade dengan berbagai pertimbangan.

Nezar Djoeli menyebutkan pelaksanaan ujian CASN sudah cukup bagus. Begitu juga memasang batas passing grade yang terlalu tinggi dibanding kemampuan peserta, bertujuan agar hasil seleksi memunculkan nama-nama berkualitas untuk ditempatkan sebagai aparat pemerintahan. Muaranya tercipta pemerintah yang berkualitas sebagian diharapkan.

“Tetapi juga masih harus ditangani secara intensif soal standarisasi penerimaan. Sehingga kalau kemudian standard ini diturunkan berarti pemerintah memaksakan agar kuota CASN terisi. Tetapi tentu tidak akan maksimal kualitasnya,” ujar Nezar, Minggu (18/11).

Menurutnya yang perlu ditekankan adalah peserta/calon peserta ujian yang harus memacu diri agar kemampuannya meningkat. Sehingga passing grade yang dipasang bisa dicapai. Meskipun diakuinya, agak sulit untuk mencapai itu, namun mau tidak mau generasi aparatur pemerintahan harus lebih baik dan handal di masa mendatang.

“Dengan standarisasi yang jelas, maka ASN yang ada dan melayani masyarakat di masa mendatang jauh lebih baik dari saat ini. Tanpa itu, kita tidak tahu bagaimana pelayan masyarakat bisa lebih berkualitas dari sekarang,” katanya.

Senada disampaikan Anggota Komisi A DPRD Sumut Ikrimah Hamidy. Menurutnya dengan sistem ranking, nilai positifnya adalah kuota yang dibutuhkan untuk satu formasi ala dapat terpenuhi. Sebab siapapun bisa lulus jika nilainya tertinggi diantara pelamar yang lain.

“Negatifnya tentu kapasitas kelulusan itu tidak sama. Sebab antara peringkat satu, dua, tiga dan empat, misalnya, bisa saja perbandingannya terallu jauh. Jadi tidak ada standar penilaian seperti passing grade,” sebutnya.

Karena itu pula dirinya melihat bahwa kebijakan mengubah ketentuan kelulusan dari menggunakan passing grade ke sistem ranking, ada unsur politis. Sebab tahun politik menjelang Pileg dan Pilpres, tentu aturan yang populis biasanya menjadi pilihan penting. Sebab untuk hasil seleksi beberapa waktu lalu, banyak yang harus gugur bahkan ada yang tidak memenuhi kuota formasi.

“Bagi yang tidak lulus, tentu dampaknya adalah mereka akan kecewa kepada pemerintah yang memasang standarisasi tinggi. Sehingga ini secara politik, akan mengurangi rasa simpati masyarakat khususnya bagi peserta yang dinyatakan gagal,” jelasnya.

Karena itu, menurutnya pemerintah harus konsisten terhadap keputusan dan aturannya. Meskipun sistem passing grade yang lalu membuat banyak peserta gugur, namun masih ada peluang jika sistem yang sama dilakukan ulang namun melalui proses tes atau uji coba.

“Sebaiknya tetap saja menggunakan standarisasi untuk penentuan kelulusan. Tetapi ujiannya dibuat ulang dengan kualitas (kesulitan) yang sama. Sebelumnya mereka (calon peserta) diberikan semacam uji coba dulu agar ada kesiapan mereka. Setidaknya peserta itu belajar dulu,” pungkasnya. (prn/bal)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/