25.6 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Tingkat Kepuasan Publik di Bawah 50 Persen, Jokowi Minta Rakyat Sabar

Penyerahan KIS-sumutposMEDAN, SUMUTPOS.CO- Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengatakan jika masalah bangsa yang terjadi saat ini tidak bisa diselesaikan dengan segera dan instan. Dia pun meminta rakyat bersabar. Sementera, hasil survei terhadap kepemerintahannya terus melorot.

“Kami minta rakyat bersabar. Ini  memang pahit di depan, tapi akan baik ke depan. Tapi kondisi ini tak boleh berlama-lama. Kalau lama-lama, rakyat akan bertanya-tanya,” ujar Jokowi saat membuka Kongres Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) di Santika Premiere Dyandra Hotel & Convention, Medan, Sabtu (18/4).

Ia juga menyampaikan soal berbagai tantangan yang harus dihadapi bangsa Indonesia. Jumlah pengangguran pada 2014 saja mencapai 7,2 juta jiwa. Begitu juga tingkat kemiskinan hingga 10,96% dari 250 juta jiwa total jumlah penduduk Indonesia.

Termasuk adanya ketimpangan ekonomi yang mengakibatkan kesenjangan sosial antara kaya dan miskin maupun antar wilayah Barat, Tengah dan Timur Indonesia. Sementara indeks persepsi korupsi di negara ini mendapat nilai 34, di urutan 6 ASEAN dan kalah nilai dari Singapura, Malaysia, Srilangka, Filipina, dan Thailand.

Ketika harga mata uang Dolar AS menekan nilai tukar rupiah, Pemerintah mengeluarkan kebijakan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang tentu berdampak jelas terhadap kenaikan harga barang-barang dan kebutuhan masyarakat.

“Banyak lontaran-lontaran pertanyaan dari masyarakat, apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah. Kemana fiskal pengurangan subsidi BBM hingga Rp230 triliun. Ini kesalahan-kesalahan lama yang tidak bisa diselesaikan dengan instan,” jelasnya.

Dirinya menyebutkan bahwa subsidi BBM yang selama ini diberikan pemerintah kepada seluruh masyarakat Indonesia mencapai Rp300 triliun setiap tahun. Sehingga jika diakumulasikan dalam jangka waktu yang lama, tentu jumlahnya sangat besar.

“Bayangkan ini berlangsung selama 20 tahun. Berapa uang yang kita bakar?” katanya.

Jika jumlahnya dihitung, maka dana tersebut sudah bisa digunakan untuk membangun rel kereta api dari Timur hingga wilayah Barat Indonesia. Karena nilai pembangunan untuk itu, cukup dengan Rp360 triliun tadi bahkan lebih. Selain rel, juga bisa membangun pelabuhan laut, bandar udara, dan jalan-jalan. “Inilah program. Kalau barang-barang (proyeksi pembangunan) sudah jadi, kita akan merasakan perubahan. Mengapa harga-harga mahal. Karena biaya transportasi di Indonesia 2,5 hingga 3 kali lipat dari negara lain,” katanya.

Ia memahami saat ini masyarakat pasti bertanya-tanya, kemana dana pengalihan subsidi BBM tersebut. Termasuk janji-janji pembagian Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) direalisasikan dan kapan pembangunan infrastruktur dijalankan. Dikatakannya bahwa APBN Perubahan 2015 baru disahkan pada Januari lalu. Sehingga perlu waktu dua sampai tiga bulan untuk proses administrasi dalam pelaksanaan anggaran.

“Akhir Maret ini 21 juta kartu pintar dan 82 juta kartu sehat siap dibagi. Kartunya sudah siap duitnya sudah ada,” katanya.

Saat ini pembenahan Indonesia sedang menjalani menjalani prosesnya. Ia pun meminta agar semua pihak bergotong royong bersama dalam menghadapi berbagai tantangan yang datang.

“Saya yakin, tantangan ini harus dihadapi dan dengan gotong-royong dan kerja sama akan tercapai perubahan,” katanya.

Dalam acara tersebut, hadir Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketum Hanura Wiranto, Ketum NasDem Surya Paloh. Selain itu, hadir Ketum Partai Golkar hasil Munas Ancol Agung Laksono, Ketua DPD Irman Gusman, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasona Laoly. Turut hadir Gubsu Gatot Pujo Nugroho dan Ketua DPRD Sumut Ajib Shah.

Tidak Memuaskan
Sementara itu, jika mengacu pada hasil survei Poltracking Indonesia, tingkat kepuasan publik selama enam bulan jalannya pemerintahan masih tergolong rendah. Bahkan, di bawah 50 persen.

Survei bertajuk evaluasi publik terhadap kinerja enam bulan pemerintahan Jokowi-JK itu dilaksanakan pada 23-31 Maret 2015. Sebanyak 1.200 responden disurvei dengan menggunakan medote multistage random samplin. Margin error kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda mengungkapkan, tingginya ketidakpuasan publik itu terkait dengan janji-janji pemerintahan Jokowi-JK dalam mengimplementasikan program Nawacita yang belum maksimal.

“Sebanyak 48,5 persen publik menyatakan tidak puas dan hanya 44 persen yang mengatakan puas,” katanya di Jakarta, Minggu (19/4). Jumlah 48,5 persen yang tidak puas merupakan gabungan sangat tidak puas sebanyak 5,8 persen dan kurang puas 42,7 persen. Sedangkan 44 persen yang puas adalah gabungan variabel sangat puas 3,5 persen dan cukup puas 40,5 persen.

Ketidakpuasan yang lain terkait dengan intensitas temu langsung presiden dan wapres dengan publik atau yang lebih banyak tampil ke publik, seperti blusukan. Jokowi mendapatkan tingkat kepuasan sekitar 47 persen (sangat puas 3,9 persen dan cukup puas 43,1 persen). Sedangkan JK hanya sebesar 44,8 persen (sangat puas 2,8 persen dan cukup puas 42 persen). “Artinya, selama ini yang lebih banyak tampil di publik adalah Jokowi,” tuturnya.

Hanta menambahkan, kekecewaan publik juga datang dari kinerja pemerintahan di bidang ekonomi dengan persentase ketidakpuasan sebesar 66,6 persen. “Hal itu disebabkan oleh melambungnya harga bahan pokok, gas, listrik, serta naik-turunnya harga BBM,” tandas Hanta.

Di bidang hukum, tingkat ketidakpuasan publik mencapai 55,6 persen. Lalu, di bidang keamanan sebesar 50,7 persen, bidang pendidikan 51,4 persen, dan ketidakpuasan di bidang kesehatan tercatat 52,7 persen.

Bergulirnya isu perombakan kabinet (reshuffle) juga menjadi salah satu materi survei. Hanta memaparkan, publik yang menyatakan setujuan dengan perombakan kabinet mencapai 41,8 persen. Sedangkan yang tidak menghendaki reshuffle sebanyak 28 persen, serta 30,2 persen responden tidak menjawab.

Dengan besaran tingkat ketidakpuasan publik yang berada di atas 50 persen, menurut Hanta, membuktikan bahwa pemerintahan Jokowi-JK memiliki kinerja yang terbilang cukup buruk. Dia berharap, hasil survei tersebut menjadi bahan evaluasi sekaligus untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kinerja pemerintahan. (jpnn/bal/rbb)

Penyerahan KIS-sumutposMEDAN, SUMUTPOS.CO- Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengatakan jika masalah bangsa yang terjadi saat ini tidak bisa diselesaikan dengan segera dan instan. Dia pun meminta rakyat bersabar. Sementera, hasil survei terhadap kepemerintahannya terus melorot.

“Kami minta rakyat bersabar. Ini  memang pahit di depan, tapi akan baik ke depan. Tapi kondisi ini tak boleh berlama-lama. Kalau lama-lama, rakyat akan bertanya-tanya,” ujar Jokowi saat membuka Kongres Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) di Santika Premiere Dyandra Hotel & Convention, Medan, Sabtu (18/4).

Ia juga menyampaikan soal berbagai tantangan yang harus dihadapi bangsa Indonesia. Jumlah pengangguran pada 2014 saja mencapai 7,2 juta jiwa. Begitu juga tingkat kemiskinan hingga 10,96% dari 250 juta jiwa total jumlah penduduk Indonesia.

Termasuk adanya ketimpangan ekonomi yang mengakibatkan kesenjangan sosial antara kaya dan miskin maupun antar wilayah Barat, Tengah dan Timur Indonesia. Sementara indeks persepsi korupsi di negara ini mendapat nilai 34, di urutan 6 ASEAN dan kalah nilai dari Singapura, Malaysia, Srilangka, Filipina, dan Thailand.

Ketika harga mata uang Dolar AS menekan nilai tukar rupiah, Pemerintah mengeluarkan kebijakan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang tentu berdampak jelas terhadap kenaikan harga barang-barang dan kebutuhan masyarakat.

“Banyak lontaran-lontaran pertanyaan dari masyarakat, apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah. Kemana fiskal pengurangan subsidi BBM hingga Rp230 triliun. Ini kesalahan-kesalahan lama yang tidak bisa diselesaikan dengan instan,” jelasnya.

Dirinya menyebutkan bahwa subsidi BBM yang selama ini diberikan pemerintah kepada seluruh masyarakat Indonesia mencapai Rp300 triliun setiap tahun. Sehingga jika diakumulasikan dalam jangka waktu yang lama, tentu jumlahnya sangat besar.

“Bayangkan ini berlangsung selama 20 tahun. Berapa uang yang kita bakar?” katanya.

Jika jumlahnya dihitung, maka dana tersebut sudah bisa digunakan untuk membangun rel kereta api dari Timur hingga wilayah Barat Indonesia. Karena nilai pembangunan untuk itu, cukup dengan Rp360 triliun tadi bahkan lebih. Selain rel, juga bisa membangun pelabuhan laut, bandar udara, dan jalan-jalan. “Inilah program. Kalau barang-barang (proyeksi pembangunan) sudah jadi, kita akan merasakan perubahan. Mengapa harga-harga mahal. Karena biaya transportasi di Indonesia 2,5 hingga 3 kali lipat dari negara lain,” katanya.

Ia memahami saat ini masyarakat pasti bertanya-tanya, kemana dana pengalihan subsidi BBM tersebut. Termasuk janji-janji pembagian Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) direalisasikan dan kapan pembangunan infrastruktur dijalankan. Dikatakannya bahwa APBN Perubahan 2015 baru disahkan pada Januari lalu. Sehingga perlu waktu dua sampai tiga bulan untuk proses administrasi dalam pelaksanaan anggaran.

“Akhir Maret ini 21 juta kartu pintar dan 82 juta kartu sehat siap dibagi. Kartunya sudah siap duitnya sudah ada,” katanya.

Saat ini pembenahan Indonesia sedang menjalani menjalani prosesnya. Ia pun meminta agar semua pihak bergotong royong bersama dalam menghadapi berbagai tantangan yang datang.

“Saya yakin, tantangan ini harus dihadapi dan dengan gotong-royong dan kerja sama akan tercapai perubahan,” katanya.

Dalam acara tersebut, hadir Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketum Hanura Wiranto, Ketum NasDem Surya Paloh. Selain itu, hadir Ketum Partai Golkar hasil Munas Ancol Agung Laksono, Ketua DPD Irman Gusman, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasona Laoly. Turut hadir Gubsu Gatot Pujo Nugroho dan Ketua DPRD Sumut Ajib Shah.

Tidak Memuaskan
Sementara itu, jika mengacu pada hasil survei Poltracking Indonesia, tingkat kepuasan publik selama enam bulan jalannya pemerintahan masih tergolong rendah. Bahkan, di bawah 50 persen.

Survei bertajuk evaluasi publik terhadap kinerja enam bulan pemerintahan Jokowi-JK itu dilaksanakan pada 23-31 Maret 2015. Sebanyak 1.200 responden disurvei dengan menggunakan medote multistage random samplin. Margin error kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda mengungkapkan, tingginya ketidakpuasan publik itu terkait dengan janji-janji pemerintahan Jokowi-JK dalam mengimplementasikan program Nawacita yang belum maksimal.

“Sebanyak 48,5 persen publik menyatakan tidak puas dan hanya 44 persen yang mengatakan puas,” katanya di Jakarta, Minggu (19/4). Jumlah 48,5 persen yang tidak puas merupakan gabungan sangat tidak puas sebanyak 5,8 persen dan kurang puas 42,7 persen. Sedangkan 44 persen yang puas adalah gabungan variabel sangat puas 3,5 persen dan cukup puas 40,5 persen.

Ketidakpuasan yang lain terkait dengan intensitas temu langsung presiden dan wapres dengan publik atau yang lebih banyak tampil ke publik, seperti blusukan. Jokowi mendapatkan tingkat kepuasan sekitar 47 persen (sangat puas 3,9 persen dan cukup puas 43,1 persen). Sedangkan JK hanya sebesar 44,8 persen (sangat puas 2,8 persen dan cukup puas 42 persen). “Artinya, selama ini yang lebih banyak tampil di publik adalah Jokowi,” tuturnya.

Hanta menambahkan, kekecewaan publik juga datang dari kinerja pemerintahan di bidang ekonomi dengan persentase ketidakpuasan sebesar 66,6 persen. “Hal itu disebabkan oleh melambungnya harga bahan pokok, gas, listrik, serta naik-turunnya harga BBM,” tandas Hanta.

Di bidang hukum, tingkat ketidakpuasan publik mencapai 55,6 persen. Lalu, di bidang keamanan sebesar 50,7 persen, bidang pendidikan 51,4 persen, dan ketidakpuasan di bidang kesehatan tercatat 52,7 persen.

Bergulirnya isu perombakan kabinet (reshuffle) juga menjadi salah satu materi survei. Hanta memaparkan, publik yang menyatakan setujuan dengan perombakan kabinet mencapai 41,8 persen. Sedangkan yang tidak menghendaki reshuffle sebanyak 28 persen, serta 30,2 persen responden tidak menjawab.

Dengan besaran tingkat ketidakpuasan publik yang berada di atas 50 persen, menurut Hanta, membuktikan bahwa pemerintahan Jokowi-JK memiliki kinerja yang terbilang cukup buruk. Dia berharap, hasil survei tersebut menjadi bahan evaluasi sekaligus untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kinerja pemerintahan. (jpnn/bal/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/