31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Dianggap Hilangkan Upah Minimum hingga Pesangon, Serikat Pekerja Tolak RUU Omnibus Law

DEMO: Serikat pekerja berunjukrasa menolak RUU Omnibus Law di Jakarta, Senin (20/1).
DEMO: Serikat pekerja berunjukrasa menolak RUU Omnibus Law di Jakarta, Senin (20/1).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Rancangan Undang-Undang (RUU) omnibus law yang diinisiasi pemerintah mulai menuai reaksi kelompok pekerja. Kemarin (20/1) ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar unjuk rasa di depan kantor DPR. Mereka menolak pembahasan omnibus law karena dinilai merugikan pihak buruh.

Presiden KSPI Said Iqbal menyampaikan enam alasan yang memicu penolakan keras atas produk regulasi tersebut. Khususnya berkaitan dengan RUU Cipta Lapangan Kerja. Di antaranya, RUU Cipta Lapangan Kerja dianggap bisa menghilangkan upah minimum bagi pekerja. ”Padahal bagi buruh, UMK adalah jaring pengaman agar tidak menjadi miskin absolut,” kata Said Iqbal di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta .

Menurutnya, upah minum terancam hilang karena diganti dengan sistem upah per jam. UMK akan tetap aman jika seorang pekerja bekerja minimal 40 jam seminggu. Adapun yang bekerja di bawah 40 jam per minggu, mekanismenya menggunakan upah per jam.

Disampaikan, poin tentang jam kerja tersebut sangat mudah diakali oleh perusahaan. Bisa saja perusahaan mengurangi jam kerja buruh sehingga kurang dari 40 jam per minggu. Sehingga gaji buruh akan selalu dihitung per jam. Padahal berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan tidak boleh ada pekerja yang memperoleh upah di UMK.

Kedua, lanjut Said Iqbal, RUU Cipta Lapangan Kerja bisa pengurangan pesangon. Sebab dalam omnimbus law, pemerintah berencana mengubah istilah pesangon menjadi tunjangan PHK yang besarnya hanya mencapai 6 bulan upah. Padahal mengacu UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, besarnya pesangon PHK adalah maksimal 9 bulan dan bisa dikalikan dua untuk jenis PHK tertentu sehingga bisa mendapatkan 18 bulan upah. ”Jelas ini mengebiri hak buruh,” ucapnya.

Berikutnya, RUU omnibus law dinilai bisa membanjirnya tenaga kerja asing (TKA) ke dalam negeri. Padahal selama ini, TKA yang boleh masuk Indonesia hanya yang tergolong skill worker. Bukan unskill worker alias buruh kasar. Nah, omnibus law, jelas Said Iqbal, membuka kesempatan besar bagi unskill worker untuk bisa masuk. Termasuk TKA. Nah, kondisi tersebut bisa mengancam lapangan kerja lokal sehingga bisa mengganggu hubungan industrial di Indonesia.

Alasan lainnya, jaminan sosial buruh terancam menghilang. Seperti jaminan pensiun, jaminan hari tua serta jaminan kesehatan. Menurut Iqbal, sistem kerja yang fleksibel bisa menghapuskan jaminan sosial bagi buruh. Karena sistem upah per jam, daya beli buruh pun menjadi turun. ”Karena sistem kerja yang fleksibel itu membuat pengusaha pasti tidak akan memberikan jaminan pensiun,” paparnya.

Alasan terakhir yang memicu gelombang protes buruh, sebut Iqbal, karena sanksi pidana dalam omnibus law dihilangkan. Kondisi tersebut membuat pengusaha menjadi semena-mena ke pekerja. Ketentuan dalam UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, berpotensi tidak dijalankan.

”Enam alasan inilah yang membuat kami menolak omnibus law,” teran Said Iqbal.

Dia berjanji pihaknya akan terus melakukan unjuk rasa untuk menolak regulasi tersebut. Dia juga mengklaim, unjuk rasa kemarin tidak hanya dilakukan di Jakarta. Namun juga digelar serentak di 20 provinsi.

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) R iden Hatam Aziz, menegaskan aksi ini hanya awal. Sebab ketika permintaan pembatalan omnibus law ini tidak diindahkan, buruh mengancam melakukan mogok nasional.

Dia mengaku sudah berkeliling sejak Desember 2019 ke daerah untuk konsolidasid sehingga, dapat dipastikan hal ini bukan hanya gertak sambal belaka.

Sementara itu, pemerintah akan mendengar suara kelompok buruh berkaitan dengan omnibus law cipta lapangan kerja. “Kalau ada hal-hal yang dianggap, akan merugikan buruh dan sebagainya, itu disampaikan saja dalam proses pembahasan di DPR,” ungkap Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD saat diwawancarai kemarin.

Selama pembahasan berlangsung, Mahfud menilai pintu untuk para buruh masih terbuka. Termasuk bila diantara mereka ada yang khawatir omnibus law cipta lapangan kerja bakal merugikan buruh-buruh di tanah air. “Disampaikan saja ke DPR nanti,” imbuhnya.

Dia menjamin masukan yang dititipkan lewat dirinya akan diteruskan kepada DPR. Sebab, omnibus law cipta lapangan kerja juga menjadi atensi Kemenko Polhukam. (mar/mia/syn)

DEMO: Serikat pekerja berunjukrasa menolak RUU Omnibus Law di Jakarta, Senin (20/1).
DEMO: Serikat pekerja berunjukrasa menolak RUU Omnibus Law di Jakarta, Senin (20/1).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Rancangan Undang-Undang (RUU) omnibus law yang diinisiasi pemerintah mulai menuai reaksi kelompok pekerja. Kemarin (20/1) ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar unjuk rasa di depan kantor DPR. Mereka menolak pembahasan omnibus law karena dinilai merugikan pihak buruh.

Presiden KSPI Said Iqbal menyampaikan enam alasan yang memicu penolakan keras atas produk regulasi tersebut. Khususnya berkaitan dengan RUU Cipta Lapangan Kerja. Di antaranya, RUU Cipta Lapangan Kerja dianggap bisa menghilangkan upah minimum bagi pekerja. ”Padahal bagi buruh, UMK adalah jaring pengaman agar tidak menjadi miskin absolut,” kata Said Iqbal di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta .

Menurutnya, upah minum terancam hilang karena diganti dengan sistem upah per jam. UMK akan tetap aman jika seorang pekerja bekerja minimal 40 jam seminggu. Adapun yang bekerja di bawah 40 jam per minggu, mekanismenya menggunakan upah per jam.

Disampaikan, poin tentang jam kerja tersebut sangat mudah diakali oleh perusahaan. Bisa saja perusahaan mengurangi jam kerja buruh sehingga kurang dari 40 jam per minggu. Sehingga gaji buruh akan selalu dihitung per jam. Padahal berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, disebutkan tidak boleh ada pekerja yang memperoleh upah di UMK.

Kedua, lanjut Said Iqbal, RUU Cipta Lapangan Kerja bisa pengurangan pesangon. Sebab dalam omnimbus law, pemerintah berencana mengubah istilah pesangon menjadi tunjangan PHK yang besarnya hanya mencapai 6 bulan upah. Padahal mengacu UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, besarnya pesangon PHK adalah maksimal 9 bulan dan bisa dikalikan dua untuk jenis PHK tertentu sehingga bisa mendapatkan 18 bulan upah. ”Jelas ini mengebiri hak buruh,” ucapnya.

Berikutnya, RUU omnibus law dinilai bisa membanjirnya tenaga kerja asing (TKA) ke dalam negeri. Padahal selama ini, TKA yang boleh masuk Indonesia hanya yang tergolong skill worker. Bukan unskill worker alias buruh kasar. Nah, omnibus law, jelas Said Iqbal, membuka kesempatan besar bagi unskill worker untuk bisa masuk. Termasuk TKA. Nah, kondisi tersebut bisa mengancam lapangan kerja lokal sehingga bisa mengganggu hubungan industrial di Indonesia.

Alasan lainnya, jaminan sosial buruh terancam menghilang. Seperti jaminan pensiun, jaminan hari tua serta jaminan kesehatan. Menurut Iqbal, sistem kerja yang fleksibel bisa menghapuskan jaminan sosial bagi buruh. Karena sistem upah per jam, daya beli buruh pun menjadi turun. ”Karena sistem kerja yang fleksibel itu membuat pengusaha pasti tidak akan memberikan jaminan pensiun,” paparnya.

Alasan terakhir yang memicu gelombang protes buruh, sebut Iqbal, karena sanksi pidana dalam omnibus law dihilangkan. Kondisi tersebut membuat pengusaha menjadi semena-mena ke pekerja. Ketentuan dalam UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, berpotensi tidak dijalankan.

”Enam alasan inilah yang membuat kami menolak omnibus law,” teran Said Iqbal.

Dia berjanji pihaknya akan terus melakukan unjuk rasa untuk menolak regulasi tersebut. Dia juga mengklaim, unjuk rasa kemarin tidak hanya dilakukan di Jakarta. Namun juga digelar serentak di 20 provinsi.

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) R iden Hatam Aziz, menegaskan aksi ini hanya awal. Sebab ketika permintaan pembatalan omnibus law ini tidak diindahkan, buruh mengancam melakukan mogok nasional.

Dia mengaku sudah berkeliling sejak Desember 2019 ke daerah untuk konsolidasid sehingga, dapat dipastikan hal ini bukan hanya gertak sambal belaka.

Sementara itu, pemerintah akan mendengar suara kelompok buruh berkaitan dengan omnibus law cipta lapangan kerja. “Kalau ada hal-hal yang dianggap, akan merugikan buruh dan sebagainya, itu disampaikan saja dalam proses pembahasan di DPR,” ungkap Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD saat diwawancarai kemarin.

Selama pembahasan berlangsung, Mahfud menilai pintu untuk para buruh masih terbuka. Termasuk bila diantara mereka ada yang khawatir omnibus law cipta lapangan kerja bakal merugikan buruh-buruh di tanah air. “Disampaikan saja ke DPR nanti,” imbuhnya.

Dia menjamin masukan yang dititipkan lewat dirinya akan diteruskan kepada DPR. Sebab, omnibus law cipta lapangan kerja juga menjadi atensi Kemenko Polhukam. (mar/mia/syn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/