30.5 C
Medan
Saturday, September 28, 2024

Penularan HIV-AIDS di Indonesia Tercepat

JAKARTA – Upaya penanganan penyebaran kasus HIV-AIDS di Indonesia mendesak untuk dibenahi. Pasalnya, Indonesia menorehkan prestasi buruk dalam menekan penularan penyakit yang disebabkan virus perusak sistem kekebalan tubuh manusia itu. Indonesia mencatatkan diri sebagai negara dengan penularan HIV tercepat di Asia Tenggara.

Kondisi yang mengkhawatirkan tadi dipaparkan oleh Ketua Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief di Menteng, Jakarta kemarin (20/11). Selain mengatakan laju penularan HIV di Indonesia yang begitu cepat, Sugiri juga mengungkapkan jika Indonesia sudah ditetapkan epidemi virus dari keluarga Retroviridae itu.
Sugiri lantas membongkar data resmi yang dilansir Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dia mengatakan, ada 26.400 jiwa pengindap AIDS di Indonesia. Selain itu, tercatat ada 66.600 jiwa penduduk Indonesia yang positif terinfeksi HIV. Yang paling membuat Sugiri cemas adalah, 70 persen dari penderita AIDS dan penduduk yang positif terinfeksi HIV tadi adalah kategori usia produktif. Yaitu antara 20 tahun hingga 39 tahun.

“Laporan tadi tentu belum mencerminkan data sesungguhnya,” ujar Sugiri. Dia memperkirakan jumlah riil penderita AIDS maupun yang masih terpapar HIV jauh lebih tinggi dari angka yang sudah tercatat Kemenkes. Sugiri menilai pengidap HIV-AIDS di Indonesia seperti fenomena gunung es. Maksudnya, jumlah kasus yang belum terungkap lebih besar dibandingkan dengan kasus yang sudah terdata.

Pernyataan Sugiri jika kasus HIV-AIDS di Indonesia seperti fenomena gunung es bukan tanpa alasan. Dia mengatakan, saat ini orang dengan HIV-AIDS (ODHA) yang mengetahui jika diri mereka terinfeksi HIV hanya sekitar 20 persen. Dengan kata lain, delapan dari sepuluh ODHA yang mengetahui dirinya tertular HIV.

Ini berarti, bisa diperkirakan jika jumlah sesungguhnya kasus HIV-AIDS empat kali lebih besar dari yang terdata di Kemenkes.

“Hal ini (ketidaktahuan ODHA jika dirinya tertular HIV, Red) turun andil meningkatkan kasus HIV di Indonesia,” papar Sugiri. Pengidap HIV bukan hanya dari kelompok resiko tinggi (risti) saja. Seperti pekerja seks komersial (PSK), pria pelanggan PSK, dan penggun narkoba suntik. Lebih dari itu, penyumbang tingginya kasus HIV-AIDS juga muncul dari keluarga atau masyarakat biasa. Termasuk ibu-ibu rumah tangga.

Guna menekan laju penularan HIV, Sugiri berharap upaya deteksi dini infeksi HIV terus digalakkan. Deteksi dini, tutur Sugiri, diantaranya dilakukan melalui konseling atau testing secara sukarela oleh orang-orang yang masuk kategori risti tertular HIV. Jika sudah terinfeksi, bisa segera ditangani. Sebaliknya jika belum tertular, bisa dicegah.(wan/jpnn)
Sugiri mengatakan, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk menganggulangi persoalan penularan HIV dan meningkatkan penderita AIDS. Namun, epidemi HIV-AIDS terus berlanjut seiring dengan maraknya penggunakan narkoba di Indonesia.

Menurutnya, di beberapa provinsi di Indonesia sudah terjadi epidemi HIV yang terkosentrasi. Dimana kelompok populasi masyarakat yang risti tertular HIV mencapai lima persen. Sugiri mencontohkan, di Provinsi Papua ada kecenderungan generalized epidemic. Pasalnya, ada lebih dari dua persen masyarakat diluar kategori risti kini sudah tertular HIV. Sugiri memperkirakan, ada 180 orang terinfeksi HIV dari 100 ribu penduduk Provinsi Papua.
Berikut ini lima besar provinsi dengan laporan kasus AIDS kumulatif sejak 1987 hingga Juni 2011 yang direkam Kemenkes. Posisi pertama diduduki DKI Jakarta dengan catatan 3.997 kasus, Papua (3.938 kasus), Jawa Barat (3.809 kasus), Jawa Timur (3.775 kasus), Bali (1.747 kasus).

Ketua Advokasi Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) Ari Fahrial Syam menekankan upaya edukasi untuk menekan laju penularan HIV. Dia mengatakan, sulit sekali mendeteksi apakah seseorang masuk kategori ODHA atau tidak. “Awalnya, dari penampilan fisik tidak ada perbedaan. Sehingga sulit sekali membedakan ODHA atau tida,” tandas Ari.

Ari berharap, laki-laki atau perempuan yang pernah berhubungan seks di luar tali perkawinan harus memeriksakan diri. Termasuk juga bagi mereka yang memiliki suami atau istri ODHA, harus segera periksa untuk mengetahui sudah tertular atau belum. Dia juga mewanti-wanti pengguna narkoba suntik untuk memperhatikan betul sterilisasi jarus suntik yang digunakan. “Lebih baik, tidak menggunakan narkoba,” pungkas Ari. (

JAKARTA – Upaya penanganan penyebaran kasus HIV-AIDS di Indonesia mendesak untuk dibenahi. Pasalnya, Indonesia menorehkan prestasi buruk dalam menekan penularan penyakit yang disebabkan virus perusak sistem kekebalan tubuh manusia itu. Indonesia mencatatkan diri sebagai negara dengan penularan HIV tercepat di Asia Tenggara.

Kondisi yang mengkhawatirkan tadi dipaparkan oleh Ketua Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief di Menteng, Jakarta kemarin (20/11). Selain mengatakan laju penularan HIV di Indonesia yang begitu cepat, Sugiri juga mengungkapkan jika Indonesia sudah ditetapkan epidemi virus dari keluarga Retroviridae itu.
Sugiri lantas membongkar data resmi yang dilansir Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dia mengatakan, ada 26.400 jiwa pengindap AIDS di Indonesia. Selain itu, tercatat ada 66.600 jiwa penduduk Indonesia yang positif terinfeksi HIV. Yang paling membuat Sugiri cemas adalah, 70 persen dari penderita AIDS dan penduduk yang positif terinfeksi HIV tadi adalah kategori usia produktif. Yaitu antara 20 tahun hingga 39 tahun.

“Laporan tadi tentu belum mencerminkan data sesungguhnya,” ujar Sugiri. Dia memperkirakan jumlah riil penderita AIDS maupun yang masih terpapar HIV jauh lebih tinggi dari angka yang sudah tercatat Kemenkes. Sugiri menilai pengidap HIV-AIDS di Indonesia seperti fenomena gunung es. Maksudnya, jumlah kasus yang belum terungkap lebih besar dibandingkan dengan kasus yang sudah terdata.

Pernyataan Sugiri jika kasus HIV-AIDS di Indonesia seperti fenomena gunung es bukan tanpa alasan. Dia mengatakan, saat ini orang dengan HIV-AIDS (ODHA) yang mengetahui jika diri mereka terinfeksi HIV hanya sekitar 20 persen. Dengan kata lain, delapan dari sepuluh ODHA yang mengetahui dirinya tertular HIV.

Ini berarti, bisa diperkirakan jika jumlah sesungguhnya kasus HIV-AIDS empat kali lebih besar dari yang terdata di Kemenkes.

“Hal ini (ketidaktahuan ODHA jika dirinya tertular HIV, Red) turun andil meningkatkan kasus HIV di Indonesia,” papar Sugiri. Pengidap HIV bukan hanya dari kelompok resiko tinggi (risti) saja. Seperti pekerja seks komersial (PSK), pria pelanggan PSK, dan penggun narkoba suntik. Lebih dari itu, penyumbang tingginya kasus HIV-AIDS juga muncul dari keluarga atau masyarakat biasa. Termasuk ibu-ibu rumah tangga.

Guna menekan laju penularan HIV, Sugiri berharap upaya deteksi dini infeksi HIV terus digalakkan. Deteksi dini, tutur Sugiri, diantaranya dilakukan melalui konseling atau testing secara sukarela oleh orang-orang yang masuk kategori risti tertular HIV. Jika sudah terinfeksi, bisa segera ditangani. Sebaliknya jika belum tertular, bisa dicegah.(wan/jpnn)
Sugiri mengatakan, pemerintah sudah melakukan berbagai upaya untuk menganggulangi persoalan penularan HIV dan meningkatkan penderita AIDS. Namun, epidemi HIV-AIDS terus berlanjut seiring dengan maraknya penggunakan narkoba di Indonesia.

Menurutnya, di beberapa provinsi di Indonesia sudah terjadi epidemi HIV yang terkosentrasi. Dimana kelompok populasi masyarakat yang risti tertular HIV mencapai lima persen. Sugiri mencontohkan, di Provinsi Papua ada kecenderungan generalized epidemic. Pasalnya, ada lebih dari dua persen masyarakat diluar kategori risti kini sudah tertular HIV. Sugiri memperkirakan, ada 180 orang terinfeksi HIV dari 100 ribu penduduk Provinsi Papua.
Berikut ini lima besar provinsi dengan laporan kasus AIDS kumulatif sejak 1987 hingga Juni 2011 yang direkam Kemenkes. Posisi pertama diduduki DKI Jakarta dengan catatan 3.997 kasus, Papua (3.938 kasus), Jawa Barat (3.809 kasus), Jawa Timur (3.775 kasus), Bali (1.747 kasus).

Ketua Advokasi Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) Ari Fahrial Syam menekankan upaya edukasi untuk menekan laju penularan HIV. Dia mengatakan, sulit sekali mendeteksi apakah seseorang masuk kategori ODHA atau tidak. “Awalnya, dari penampilan fisik tidak ada perbedaan. Sehingga sulit sekali membedakan ODHA atau tida,” tandas Ari.

Ari berharap, laki-laki atau perempuan yang pernah berhubungan seks di luar tali perkawinan harus memeriksakan diri. Termasuk juga bagi mereka yang memiliki suami atau istri ODHA, harus segera periksa untuk mengetahui sudah tertular atau belum. Dia juga mewanti-wanti pengguna narkoba suntik untuk memperhatikan betul sterilisasi jarus suntik yang digunakan. “Lebih baik, tidak menggunakan narkoba,” pungkas Ari. (

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/