27 C
Medan
Friday, September 27, 2024

Syamsul Mengaku Diancam Buyung

Surya Djahisa Sudutkan Buyung

JAKARTA-Sekda Pemkab Langkat Surya Djahisa kemarin dimintai kesaksiannya di persidangan perkara dugaan korupsi APBD Langkat dengan terdakwa Gubernur Sumut Syamsul Arifin. Surya dipanggil sebagai saksi dalam kapasitasnya sebagai mantan Kabag Keuangan Pemkab Langkat (1998-2003) dan Plh Kabag Keuangan Pemkab Langkat (2003-2004).

Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim yang dipimpin Tjokorda Rai Suamba, Surya lebih banyak memojokkan Buyung Ritonga selaku Pemegang Kas Daerah Pemkab Langkat 1998-2006.
Saat ditanya mengenai ide siapa pemotongan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk menutup pengeluaran yang melanggar ketentuan, Surya mengakui memang dia yang membuat daftar SKPD-SKPD yang anggarannya akan dipotong.

“Saya yang sodorkan daftar SKPD. Saya tak melakukan pemotongan. Yang potong bendahara kas daerah (Buyung, Red),” ujar Surya.

Hakim Tjokorda yang selalu menggunakan nada tinggi saat mengajukan pertanyaan, tidak puas dengan jawaban Surya lantaran pertanyaan mengenai ide siapa pemotongan dilakukan, belum dijawab. “Tak ada perintah dari terdakwa (Syamsul, Red),” jawab Surya.

Hakim bertanya, setelah melakukan pemotongan, apakah lapor ke Syamsul? Lagi-lagi Surya tidak menjawab dan kembali mengatakan, Buyung yang melakukan pemotongan. Hakim mengulangi pertanyaan. Kali ini Surya menjawab, “Saya ada menyampaikan, tapi yang soal uang Buyung yang sampaikan ke bupati.”
Setelah ditekan lagi dengan pertanyaan serupa, Surya menjawab, “Saya memang sampaikan ke terdakwa (Syamsul, Red), tapi tak ada komentar.”

Mengenai pemungutan uang dari pemenang tender atas pembayaran proyek-proyek di Dinas PU, Surya mengakui ada perintah dari Syamsul. “Perintah bupati, cari uang dari PU. Masak tak ada,” ujar Surya menirukan perintah bosnya.

Dia mengakui, pada 2006 dan 2007 terkumpul Rp8,9 miliar, Rp4,05 miliar diserahkan ke Syamsul. Tapi katanya, tidak sekali cash langsung sebesar itu. “Saya cicil, Rp400 juta, Rp300 juta. Rp4 miliar itu tak sekaligus,” bebernya.
Saat ditanya hakim apakah Rp4 miliar itu sampai ke tangan Syamsul, Surya tidak tegas menjawab. “Ada juga, tapi nggak semua.” Hakim kembali bertanya, apakah begitu uang diserahkan melalui Tukiman, lantas dikasih tahu ke Syamsul bahwa uang sudah diserahkan lewat Tukiman? “Saya ucapkan, sudah Pak,” jawab Surya.

Hakim Tjokorda tampak gregetan dengan sikap Surya yang tidak tegas memberikan jawaban mengenai reaksi Syamsul terkait penyerahan uang Rp4 miliar itu. “Ini Rp4 miliar, besar, bukan receh. Diserahkan ke staf kepada Tukiman, masak nggak tanya ke bupati sampai tidak uang itu,” cetus Tjokorda.

“Ada juga saya tanya ke Pak Bupati, sudah saya sampaikan ke Pak Tukiman, tapi tak ada jawaban,” jawab Surya.
Terkait bunyi dakwaan bahwa dari Desember 2005-September 2007 Syamsul memerintahkan Buyung mengeluarkan uang dari kas total Rp22,8 miliar, lagi-lagi Surya menyudutkan Buyung. Katanya, soal pengeluaran itu Buyung lah yang mencatatnya. Bahkan, tudinganya, Buyung sering main comot dalam membuat catatan pengeluaran.
Penjelasan ini membuat hakim Tjokorda ‘marah’. “Ini uang besar, Rp22 miliar. Saudara nanti dikonfrontir dengan Buyung. Nanti saya konfrontir hal ini. Ini duit besar,” cetus Tjokorda.

Mengenai pengadaan mobil Panther untuk anggota DPRD pada 2002, Surya menjelaskan, permintaan sejumlah anggota dewan disampaikan saat membahas RAPBD di sebuah hotel di Medan. Lantas, Surya bersama Kepala Bapeda saat itu, Amirudin Hamzah, lapor ke bupati.

“Waktu itu bupati marah, darimana anggarannya,” ujar Surya. Namun, sambungnya, belakangan dia mendapat informasi dari Buyung bahwa sudah ada pengeluaran untuk pembelian Panther.

Saat diberi kesempatan menanggapi keterangan Surya, Syamsul mengatakan, dirinya tak mau menanggapi dulu. “Saya baru belajar, daripada salah. Nanti saat konfrontir, daripada sekarang bertengkar…” kata Syamsul, yang kalimatnya langsung dipotong hakim.

Pada kesempatan kedua menyampaikan pendapat, Syamsul mengatakan, dirinya pernah diancam Buyung. “Buyung mengancam,” ujarnya. Hanya saja, kalimatnya sulit dipahami.

Usai sidang, wartawan minta penegasan maksud ancaman itu. “Pernah ada ancaman Buyung ke saya melalui Surya. Dia akan hancurkan saya,” kata Syamsul singkat.

Kemarin, sedianya ada dua saksi yang akan dimintai keterangan. Hanya saja, lantaran majelis hakim ada agenda rapat mendesak, mantan ajudan Syamsul, Amril, batal dimintai kesaksiannya. Sidang akan dilanjutkan 28 Maret 2011, dengan agenda meminta keterangan saksi-saksi. “Kita akan ajukan lima saksi,” ujar anggota JPU, Muhibuddin, kepada Sumut Pos.

Seperti diberitakan, sidang perdana kasus ini digelar 14 Maret 2011. Saat itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipimpin Chaterina Muliana Girsang mendakwa mantan Bupati Langkat itu telah merugikan keuangan negara sebesar Rp98,71 miliar.

Dalam dakwaan primair, Syamsul diancam  pidana sebagaimana diatur pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.  Ancaman hukuman dalam pasal ini, minimal 4 tahun penjara, maksimal 20 tahun.

Sedang dakwaan subsidair, Syamsul dijerat pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999, yang terkait dengan penyalahgunaan kewenangan/jabatan. Juga pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana. (sam)

Surya Djahisa Sudutkan Buyung

JAKARTA-Sekda Pemkab Langkat Surya Djahisa kemarin dimintai kesaksiannya di persidangan perkara dugaan korupsi APBD Langkat dengan terdakwa Gubernur Sumut Syamsul Arifin. Surya dipanggil sebagai saksi dalam kapasitasnya sebagai mantan Kabag Keuangan Pemkab Langkat (1998-2003) dan Plh Kabag Keuangan Pemkab Langkat (2003-2004).

Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim yang dipimpin Tjokorda Rai Suamba, Surya lebih banyak memojokkan Buyung Ritonga selaku Pemegang Kas Daerah Pemkab Langkat 1998-2006.
Saat ditanya mengenai ide siapa pemotongan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk menutup pengeluaran yang melanggar ketentuan, Surya mengakui memang dia yang membuat daftar SKPD-SKPD yang anggarannya akan dipotong.

“Saya yang sodorkan daftar SKPD. Saya tak melakukan pemotongan. Yang potong bendahara kas daerah (Buyung, Red),” ujar Surya.

Hakim Tjokorda yang selalu menggunakan nada tinggi saat mengajukan pertanyaan, tidak puas dengan jawaban Surya lantaran pertanyaan mengenai ide siapa pemotongan dilakukan, belum dijawab. “Tak ada perintah dari terdakwa (Syamsul, Red),” jawab Surya.

Hakim bertanya, setelah melakukan pemotongan, apakah lapor ke Syamsul? Lagi-lagi Surya tidak menjawab dan kembali mengatakan, Buyung yang melakukan pemotongan. Hakim mengulangi pertanyaan. Kali ini Surya menjawab, “Saya ada menyampaikan, tapi yang soal uang Buyung yang sampaikan ke bupati.”
Setelah ditekan lagi dengan pertanyaan serupa, Surya menjawab, “Saya memang sampaikan ke terdakwa (Syamsul, Red), tapi tak ada komentar.”

Mengenai pemungutan uang dari pemenang tender atas pembayaran proyek-proyek di Dinas PU, Surya mengakui ada perintah dari Syamsul. “Perintah bupati, cari uang dari PU. Masak tak ada,” ujar Surya menirukan perintah bosnya.

Dia mengakui, pada 2006 dan 2007 terkumpul Rp8,9 miliar, Rp4,05 miliar diserahkan ke Syamsul. Tapi katanya, tidak sekali cash langsung sebesar itu. “Saya cicil, Rp400 juta, Rp300 juta. Rp4 miliar itu tak sekaligus,” bebernya.
Saat ditanya hakim apakah Rp4 miliar itu sampai ke tangan Syamsul, Surya tidak tegas menjawab. “Ada juga, tapi nggak semua.” Hakim kembali bertanya, apakah begitu uang diserahkan melalui Tukiman, lantas dikasih tahu ke Syamsul bahwa uang sudah diserahkan lewat Tukiman? “Saya ucapkan, sudah Pak,” jawab Surya.

Hakim Tjokorda tampak gregetan dengan sikap Surya yang tidak tegas memberikan jawaban mengenai reaksi Syamsul terkait penyerahan uang Rp4 miliar itu. “Ini Rp4 miliar, besar, bukan receh. Diserahkan ke staf kepada Tukiman, masak nggak tanya ke bupati sampai tidak uang itu,” cetus Tjokorda.

“Ada juga saya tanya ke Pak Bupati, sudah saya sampaikan ke Pak Tukiman, tapi tak ada jawaban,” jawab Surya.
Terkait bunyi dakwaan bahwa dari Desember 2005-September 2007 Syamsul memerintahkan Buyung mengeluarkan uang dari kas total Rp22,8 miliar, lagi-lagi Surya menyudutkan Buyung. Katanya, soal pengeluaran itu Buyung lah yang mencatatnya. Bahkan, tudinganya, Buyung sering main comot dalam membuat catatan pengeluaran.
Penjelasan ini membuat hakim Tjokorda ‘marah’. “Ini uang besar, Rp22 miliar. Saudara nanti dikonfrontir dengan Buyung. Nanti saya konfrontir hal ini. Ini duit besar,” cetus Tjokorda.

Mengenai pengadaan mobil Panther untuk anggota DPRD pada 2002, Surya menjelaskan, permintaan sejumlah anggota dewan disampaikan saat membahas RAPBD di sebuah hotel di Medan. Lantas, Surya bersama Kepala Bapeda saat itu, Amirudin Hamzah, lapor ke bupati.

“Waktu itu bupati marah, darimana anggarannya,” ujar Surya. Namun, sambungnya, belakangan dia mendapat informasi dari Buyung bahwa sudah ada pengeluaran untuk pembelian Panther.

Saat diberi kesempatan menanggapi keterangan Surya, Syamsul mengatakan, dirinya tak mau menanggapi dulu. “Saya baru belajar, daripada salah. Nanti saat konfrontir, daripada sekarang bertengkar…” kata Syamsul, yang kalimatnya langsung dipotong hakim.

Pada kesempatan kedua menyampaikan pendapat, Syamsul mengatakan, dirinya pernah diancam Buyung. “Buyung mengancam,” ujarnya. Hanya saja, kalimatnya sulit dipahami.

Usai sidang, wartawan minta penegasan maksud ancaman itu. “Pernah ada ancaman Buyung ke saya melalui Surya. Dia akan hancurkan saya,” kata Syamsul singkat.

Kemarin, sedianya ada dua saksi yang akan dimintai keterangan. Hanya saja, lantaran majelis hakim ada agenda rapat mendesak, mantan ajudan Syamsul, Amril, batal dimintai kesaksiannya. Sidang akan dilanjutkan 28 Maret 2011, dengan agenda meminta keterangan saksi-saksi. “Kita akan ajukan lima saksi,” ujar anggota JPU, Muhibuddin, kepada Sumut Pos.

Seperti diberitakan, sidang perdana kasus ini digelar 14 Maret 2011. Saat itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipimpin Chaterina Muliana Girsang mendakwa mantan Bupati Langkat itu telah merugikan keuangan negara sebesar Rp98,71 miliar.

Dalam dakwaan primair, Syamsul diancam  pidana sebagaimana diatur pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.  Ancaman hukuman dalam pasal ini, minimal 4 tahun penjara, maksimal 20 tahun.

Sedang dakwaan subsidair, Syamsul dijerat pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999, yang terkait dengan penyalahgunaan kewenangan/jabatan. Juga pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana. (sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/