Polisi Kejar Awak Kapal yang Diduga WNI
MALANG – Jajaran Polres Malang terus memburu imigran gelap dari Afghanistan yang terdampar di Pantai Wonogoro, Gedangan, Kabupaten Malang, Jatim, Jumat lalu (20/4). Setelah berhasil menangkap 43 orang, kemarin polisi kembali mengamankan 26 imigran.
Dengan demikian, total imigran yang sudah diamankan 69 orang. Setelah diperiksa di Mapolres Malang, puluhan imigran itu dilimpahkan ke Kantor Imigrasi Kelas I Malang.
Radar Malang (Sumut Pos Group) melaporkan, penangkapan 26 imigran itu tak lepas dari bantuan warga. Saat itu para imigran berusaha melintasi perkampungan warga dengan berjalan kaki. Nah, ada warga yang memergoki dan langsung mengamankan mereka. “Saat kami amankan, imigran itu sudah di rumah warga,” kata Kapolsek Bantur AKP Azwandi.
Sedangkan penangkapan sebelumnya “yang berhasil mengamankan 43 imigran” dilakukan di lokasi berbeda. Diduga lantaran mesin kapal mengalami gangguan, para imigran itu menepikan kapal di Pantai Wonogoro. Mereka lantas melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.
Sesampai di Desa Bantur, para imigran itu ditangkap polisi. Mereka didata di Mapolres Malang, lalu dilimpahkan ke Kantor Imigrasi Kelas I Malang. “Sempat diidentifikasi. Diambil sidik jari,” tutur Azwandi.
Kapolres Malang AKBP Rinto Djatmono mengatakan bahwa pihaknya masih mengejar sisa imigran yang belum tertangkap. Rinto belum berani memastikan jumlah imigran yang menumpang kapal. “Masih belum tahu. Informasinya, ada 83 penumpang,” katanya. “Kami masih melakukan pencarian, termasuk awak kapal,” tambah Rinto. Anak buah kapal (ABK) yang sudah ditangkap adalah Titus Boach, 32, warga Namosain, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sementara itu, Kasatpolair Polres Malang Iptu Slamet Prayitno mengatakan bahwa pihaknya melakukan penyisiran di kawasan Pantai Sendangbiru, Kecamatan Sumbermanjing Wetan. Penyisiran itu dilakukan untuk mengantisipasi sisa imigran yang kabur ke arah timur.
Selain Sumbermanjing Wetan, kawasan yang diwaspadai adalah Kecamatan Gedangan dan Bantur. Dia menduga, para imigran tersebut masih berada di kawasan Bantur. Karena itu, Prayitno mengimbau warga yang mengetahui imigran tersebut segera melapor kepada polisi.
Di antara para imigran yang ditangkap, ada yang berasal dari satu keluarga. Yakni, pasangan Khaliqdad dan Sharifah berserta empat anak mereka. Yakni; Nasrin, 9; Reza, 7; Asraf, 6; dan Sujad, 3. Khaliqdad membawa keluarganya keluar dari Afghanistan sejak tujuh bulan lalu.
Keluarga itu meninggalkan negerinya karena menghindari konflik bersenjata yang tak kunjung berakhir. “Saya keluar Afghanistan karena anak-anak tidak bisa bersekolah. Setiap hari kami tidak tenang dan merasa menunggu mati saja,” kata Khaliqdad.
Berbekal uang USD 20 ribu (sekitar Rp 180 juta), Khaliqdad berangkat dari Afghanistan menuju Pakistan. Selanjutnya, perjalanan mereka diteruskan dengan menggunakan pesawat ke Thailand. Dari situlah Khaliqdad yang membawa dokumen resmi itu melanjutkan perjalanan ke Kuala Lumpur, Malaysia.
Untuk menerobos Indonesia, mereka menggunakan kapal cepat yang menuju Batam. “Saya lalu ditempatkan di Cisarua, Bogor. Di situlah saya belajar bahasa Indonesia,” ungkapnya.
Dengan membayar USD 5.000 (sekitar Rp 45 juta), Khaliqdad membawa keluarganya ikut rombongan menuju Australia. Dari Cisarua mereka diangkut minibus menuju kawasan pantai di Jakarta. Lantas, dari sana mereka diangkut perahu kecil ke kapal yang lebih besar dengan tujuan Australia.
Selama dua hari perjalanan, mereka aman dan tidak ada masalah. Hingga suatu hari, mesin kapal mulai rusak dan tidak bisa dinyalakan lagi. “Kami di kapal selama empat hari. Dua hari pertama mesin nyala dan dua hari berikutnya mesin kapal mati,” kata Khaliqdad. (dan/bb/jpnn)