Kasus Mafia Pemilu
JAKARTA- Keterangan mantan Juru Panggil MKMashuri Hasan, semakin membuka tabir munculnya surat palsu penetapan kursi di daerah pemilihan Sulawesi Selatan I. Dalam rapat panja mafia pemilu yang digelar tertutup, Hasan membeberkan kronologis munculnya surat palsu, termasuk keterlibatan sejumlah pihak di dalamnya.
Anggota Panja Mafia Pemilu Akbar Faizal menyatakan, kronologi yang disampaikan Hasan ternyata menemukan hal-hal baru. Jika mantan Anggota KPU Andi Nurpati menyatakan pembahasan pleno terkait konsultasi dapil Sulsel I dilakukan pada 14 Agustus 2009, Hasan menyatakan sudah ada pembicaraan terkait hal itu sejak 9 Agustus.
“Detilnya saya jangan ditanya karena itu kesepakatan di dalam,” kata Akbar. Pada intinya, kata Akbar, ada komunikasi antara dirinya dengan Neshawati, putri mantan Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi di sebuah tempat. Lalu terjadi proses lanjutan terkait surat palsu itu di MK pada hari selanjutnya. “Tanggal 13 juga ada proses di MK, berlanjut 14 (pleno KPU) dan 17 (munculnya surat putusan MK) itu,” kata Akbar.
Anggota Panja Mafia Pemilu Budiman Sudjatmiko menambahkan, 9 Agustus itu merupakan pertemuan pertama Hasan dengan Neshawati. Hasan ketika itu menjalin hubungan dengan Rara, cucu Arsyad, bertemu Nesha di sebuah pusat perbelanjaan. “Itu hanya perkenalan awal,” kata Budiman.
13 Agustus, Hasan bertemu mantan anggota KPU Andi Nurpati, yang memintanya untuk diantarkan ke ruang kerja Arsyad. “Arsyad dan Andi bertemu sekitar 20 menit. Namun Hasan tidak ikut di dalam pertemuan itu,” ujar Budiman. Setelah pertemuan itu, Hasan kembali mengantarkan Andi ke tempat persidangan MK. Keduanya satu lift saat Andi menyampaikan pesan penting kepada Hasan terkait pengiriman surat. Surat itu adalah konsultasi KPU terkait dapil Sulsel I dan Hasan Husein. (buy/jpnn)bay/jpnn)