JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengonfirmasi kasus monkeypox atau cacar monyet pertama di Indonesia kemarin (20/8). Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 27 tahun asal DKI Jakarta.
Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril menjelaskan, pasien tersebut diketahui baru pulang dari luar negeri. Tanpa menyebutkan detail, Syahril memastikan bahwa negara itu masuk dalam list 86 negara yang telah melaporkan kasus monkeypox ke WHO. Diduga, pasien melakukan kontak erat dengan penderita monkeypox saat berada di luar negeri.
Saat tiba di Jakarta pada 8 Agustus 2022, pasien belum merasakan gejala. Baru seminggu setelahnya, pada 14 Agustus 2022, pasien mulai demam dan mengalami pembengkakan kelenjar limfe. Dua hari setelahnya muncul ruam-ruam pada bagian wajah, telapak tangan, kaki, dan sebagian alat genital. Hingga akhirnya dia memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan pada 18 Agustus 2022.
Melihat gejala yang ada, dokter langsung melakukan pemeriksaan menyeluruh, termasuk PCR. Hingga akhirnya terkonfirmasi positif monkeypox pada Jumat (19/8) malam. “Saat ini pasien dalam kondisi baik-baik saja. Kalau dalam istilah Covid-19, pasien termasuk gejala ringan,” ujar Syahril dalam temu media secara daring kemarin. Karena itu, tidak perlu masuk ruang isolasi. Hanya menjalani isolasi mandiri di rumah.
Terkait treatment penyakit itu, kata Syahril, tidak ada yang khusus. Lantaran disebabkan virus, sejatinya bisa sembuh sendiri setelah masa inkubasi rampung. Hanya, diperlukan pengawasan agar tidak menulari yang lain. Karena itu, perlu dilakukan isolasi.
Namun, berbeda halnya jika pasien memiliki komorbid atau menderita infeksi tambahan ketika terpapar virus tersebut. Misalnya, kondisi lesi atau ruam yang sangat banyak sehingga perlu pengobatan dari dokter spesialis kulit. Kemudian, muncul pneumonia yang mengharuskannya mendapat perawatan dari dokter spesialis paru-paru.
Merespons kasus monkeypox pertama itu, Kemenkes bersama Dinas Kesehatan DKI Jakarta bertindak cepat. Salah satunya, melakukan surveillance pada orang-orang terdekat dari pasien.
Menurut dia, deteksi monkeypox melalui usapan atau swab PCR agak berbeda dengan Covid-19. Pada penyakit itu, swab dilakukan pada ruam atau cacar yang dicurigai. Bukan di mulut. “Kita sudah siapkan 1.200 reagen manakala ada kecurigaan. Jadi, nanti (spesimen, Red) tidak perlu dikirim dulu ke Jakarta,” tegasnya.
Tracing Harus Sampai Tiga Minggu
Setelah Kementerian Kesehatan mengumumkan kasus monkeypox atau cacar monyet pertama di Indonesia pada Sabtu (20/8), beberapa ahli memberikan saran. Ahli meminta agar seluruh pihak tetap menjalankan protokol kesehatan seperti yang sudah dilakukan saat penanggulangan Covid-19.
Epidemiolog Indonesia dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman kemarin (21/8) menuturkan bahwa monkeypox memiliki masa inkubasi selama tiga minggu. Ini yang berarti dalam tiga minggu bisa saja tidak menunjukkan gejala. “Bisa kurang dari tiga hari, penyakit itu bisa menular,” bebernya.
Lebih Lanjut Dicky menyatakan jika ada satu kasus diumumkan, bukan berarti itu kasus pertama. Bisa jadi di negara tersebut sudah ada beberapa waktu sebelumnya. “Apalagimayoritas bergejala ringan,” ungkapnya.
Dia Mengatakan ketika ada penularan komunitas, bukanlah hal yang mengagetkan. Bisa jadi orang yang tidak dari luar negeri terpapar. “Kontak tracing bisa dilakukan hingga tiga minggu sebelum diketahui positif cacar monyet,” ujar Dicky. Dia menegaskan penyakit ini bukan hanya menyerang kelompok gay atau pekerja seksual saja,melainkan juga masyarakat umum.
Dicky juga meminta agar petugas kesehatan bisa jadi pendeteksi awal. Jika ada pasien dengan gejala demam hingga muncul ruam, maka bisa dicurigai. Apalagi adanya keluhan pembengkakan kelenjar getah bening. “Saya juga ingatkan kalau kita perlu persiapkan vaksin,” tuturnya.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) meminta masyarakat tidak panik. Langkah yang tepat adalah menuruti arahan Kementerian Kesehatan. Ketua Satgas Monkeypox PB IDI dr Hanny Nilasari SpKK mengingatkan masyarakat untuk tetap mempertahankan protokol kesehatan.
Selain prokes ketat, yang harus dilakukan adalah lebih aktif menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). “Bagi yang merasa bergejala dapat segera berobat menemui dokter terdekat,” ucapnya. (jpc/ila)