Kemenlu Masih Menunggu Hasil Visum RS di Indonesia
JAKARTA- Kasus memilukan kembali mendera TKI di Malaysia. Kasus terbaru, ada tiga TKI asal Lombok yang tewas ditembus peluru polisi Diraja Malaysia. Tragisnya lagi, keluarga korban menduga jenazah ketiga TKI itu juga menjadi korban praktik jual beli organ ilegal.
Ketiga TKI asal Lombok yang tewas itu adalah, Herman, Abdul Kadir Jaelani, dan Mad Noon. “Mereka adalah warga Desa Pringgasala, Lombok Timur, NTB,” ujar Direktur Eksekutif Migrant CARE Anis Hidayat di Jakarta, kemarin (23/4).
Dia menuturkan, kecurigaan keluarga muncul setelah melihat bekas jahitan yang cukup lebar dan berbentuk huruf Y di bagian tubuh ketiga TKI tadi.
Menurut Anis, bekas pembedahan yang menyerupai huruf Y itu sangat janggal jika dibandingkan dengan penyabab kematian ketiga TKI itu. Dari data yang dikumpulkan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), ketiga TKI itu tewas tertembak polisi Malaysia karena diduga terlibat aksi perampokan. Ketiga TKI itu terpaksa dilumpuhkan karena mencoba melawan aparat saat akan diamankan.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan Migrant CARE dari rumah sakit di Malaysia, ketiga TKI tadi memiliki luka tembak yang berbeda-beda. Herman memiliki luka tembak di bagian kepala, Abdul Kadir Jaelani (beberapa luka tembak), dan Mad Noon (juga beberapa luka tembak).
“Dari keterangan rumah sakit ini, janggal sekali jika melihat bekas jahitan di tubuh ketiga TKI itu,” katanya. Anis semakin yakin jika ketiga TKI itu telah menjadi korban perdagangan organ tubuh ilegal. Sebelum dipulangkan ke Indonesia, diduga organ dalam ketiga TKI itu sudah diangkat sebelum diterbangkan pulang ke tanah air.
Di bagian lain, Juru Bicara Kemenlu Michael Tene mengatakan, ada dua aspek dalam kasus yang menimpa tiga TKI asal Lombok ini. Yang pertama adalah aspek kebrutalan polisi yang menembak hingga tewas ketiga TKI itu. “Untuk aspek ini, kita masih menunggu laporan lebih mendalam dari pihak Malaysia,” katanya.
Sementara itu, aspek yang kedua adalah dugaan ketiga TKI ini menjadi korban jual beli organ. Tene menuturkan, pihaknya tidak bisa gegabah memastikan ketiga TKI ini menjadi korban jual beli organ. “Kita masih menunggu hasil otopsi kedua,” katanya. Tene menuturkan, pihak keluarga korban sudah menyepakati akan melakkan otopsi kembali ketiga jenazah TKI itu.
Pada intinya, Tene mengatakan, praktik jual beli organ itu tidak dibenarkan. Apalagi jika dilakukan secara illegal atau tanpa sepengetahuan ahli waris jenazah. Untuk itu, dia menegaskan Kemenlu siap mendampingi pengusutan dugaan praktik jual beli organ ini jika akhirnya benar-benar terbukti. Tene mengatakan, sampai kemarin otopsi di RS di Indonesia belum dilakukan.
Di bagian lain, Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu Tatang Razak mengatakan, terlalu dini menyimpulkan dugaan ketiga TKI tadi menjadi korban praktek jual beli organ.
Tatang mengatakan jika KBRI di Kuala Lumpur mendapatkan kabar kematian ketiga TKI ini pada 2 April. Sedangkan kasus penembakan yang akhirnya merenggut nyawa tiga TKI ini terjadi pada 25 Maret.
“Ada lima polisi yang menemukan tiga orang mencurigkan,” kata dia.
Ketiga orang yang mencurigakan itu ternyata adalah TKI. Mereka membawa parang dan menutup muka dengan masker. Tatang menegaskan, polisi menembak ketiganya karena berupaya melawan saat akan ditangkap.
Setelah tertembak, ketiga TKI ini sempat dilarikan ke rumah sakit Port Dickson, Malaysia, tetapi nyawanya tetap tidak tertolong. Menurut Tatang, berdasarkan perundang-undangan di Malaysia, jika ada orang yang tewas tidak wajar, harus menjalanani otopsi.
Dia menduga, luka atau bekas jahitan di tubuh ketiga TKI itu merupakan bekas dari otopsi. “Laporan dari KBIR, otopsi dilakukan dengan membuka badan korban dengan sayatan berbentu huruf Y,” kata dia. Dia menegaskan, belum pernah mendapatkan laporan WNI menjadi korban perdagangan organ di Malaysia. (wan/jpnn)