31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

BMKG Ungkap Perubahan Iklim, Frekuensi & Intensitas Hujan Semakin Tinggi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyampaikan, perubahan iklim sangat berdampak terhadap frekuensi dan intensitas curah hujan yang semakin hari semakin tinggi.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati.

Proyeksi BMKG menyebut kondisi ekstrem musim hujan hingga akhir abad ke-21 akan semakin basah, sedangkan saat musim kemarau akan semakin kering.

“Dampak perubahan iklim ini, kami proyeksikan, sampai akhir abad ke-21 kondisi ekstrem saat musim hujan itu akan semakin basah dan apabila kemarau pun akan semakin kering,” kata Dwikorita dalam acara “Focus Group Discussion Peningkatan Kesiapsiagaan Mneghadapi Bencana” pada Jumat (23/4).

Ia mengatakan, frekuensi pergantian kedua musim akan semakin pendek dan intensitas kejadiannya juga semakin tinggi. “Dan frekuensi kejadiannya periode ulangnya akan semakin pendek atau frekuensi kejadian akan semakin sering dan intensitasnya semakin tinggi,” ujar dia. Hal itu disampaikannya berdasarkan data yang didapat BMKG terkait pola kejadian La Nina dan El Nino di Indonesia. Dwikorita menjelaskan, data pada 1950 menunjukkan, kejadian La Nina dan El Nino terulang dalam periode 5 sampai 7 tahun. Namun, sejak 1981 kejadian tersebut terulang dalam kurun waktu yang semakin pendek.

Menurut dia, hal ini terjadi akibat adanya perubahan iklim. “Tetapi sejak tahun 1981 periode ulangnya hanya 2 sampai 3 tahun,” ucapnya.

Kemudian, ia mencontohkan data peningkatan curah hujan ekstrem di Jakarta. Dwikorita menjelaskan, sejak tahun 1900 hingga 1950 hujan ekstrem dengan intensitas yang tinggi hanya pernah terjadi dua kali yang berlangsung selama satu hari. Namun, sejak sekitar tahun 1980 kejadian hujan ekstrem semakin sering terjadi. Bahkan hujan ekstrem dapat terjadi dalam rentan waktu sekitar 2 tahun.

“Nah fenomena-fenomena ini menunjukkan bahwa potensi bencana itu semakin meningkat,” ucapnya. (kps)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyampaikan, perubahan iklim sangat berdampak terhadap frekuensi dan intensitas curah hujan yang semakin hari semakin tinggi.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati.

Proyeksi BMKG menyebut kondisi ekstrem musim hujan hingga akhir abad ke-21 akan semakin basah, sedangkan saat musim kemarau akan semakin kering.

“Dampak perubahan iklim ini, kami proyeksikan, sampai akhir abad ke-21 kondisi ekstrem saat musim hujan itu akan semakin basah dan apabila kemarau pun akan semakin kering,” kata Dwikorita dalam acara “Focus Group Discussion Peningkatan Kesiapsiagaan Mneghadapi Bencana” pada Jumat (23/4).

Ia mengatakan, frekuensi pergantian kedua musim akan semakin pendek dan intensitas kejadiannya juga semakin tinggi. “Dan frekuensi kejadiannya periode ulangnya akan semakin pendek atau frekuensi kejadian akan semakin sering dan intensitasnya semakin tinggi,” ujar dia. Hal itu disampaikannya berdasarkan data yang didapat BMKG terkait pola kejadian La Nina dan El Nino di Indonesia. Dwikorita menjelaskan, data pada 1950 menunjukkan, kejadian La Nina dan El Nino terulang dalam periode 5 sampai 7 tahun. Namun, sejak 1981 kejadian tersebut terulang dalam kurun waktu yang semakin pendek.

Menurut dia, hal ini terjadi akibat adanya perubahan iklim. “Tetapi sejak tahun 1981 periode ulangnya hanya 2 sampai 3 tahun,” ucapnya.

Kemudian, ia mencontohkan data peningkatan curah hujan ekstrem di Jakarta. Dwikorita menjelaskan, sejak tahun 1900 hingga 1950 hujan ekstrem dengan intensitas yang tinggi hanya pernah terjadi dua kali yang berlangsung selama satu hari. Namun, sejak sekitar tahun 1980 kejadian hujan ekstrem semakin sering terjadi. Bahkan hujan ekstrem dapat terjadi dalam rentan waktu sekitar 2 tahun.

“Nah fenomena-fenomena ini menunjukkan bahwa potensi bencana itu semakin meningkat,” ucapnya. (kps)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/