JAKARTA- Politisi yang sering berpindah partai biasanya dijuluki ‘kutu loncat’. Para politisi seperti itu kerap menyampingkan urusan ideologi dan lebih berorientasi kepada uang. Mereka bertingkah bak karyawan yang memandang partai politik laiknya perusahaan. Politisi model ini marak terjadi saat menjelang perhelatan Pilkada dan Pemilu legislatif.
“Fenomena kutu loncat menunjukkan politisi kita berjuang tanpa ideologi. Mereka menempatkan parpol laiknya perusahaan,” kata Manager Public Affairs Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi, Minggu (22/7).
Menurut Burhanuddin, politisi ‘kutu loncat’ tidak memperjuangkan suatu ideologi, melainkan berjuang berdasarkan insentif. “Ya iya, udah seperti buruh,” ujarnya. Dia menjelaskan ‘kutu loncat’ bukanlah fenomena baru di Indonesia. Ia menilai harus ada perubahan sistem untuk meminamilisir hal tersebut.
“Ini bukan fenomena baru. Ini yang saya sering keluhkan, kenapa kita tidak membangun sistem yang lebih dewasa. Kita harus mematok perampingan kepartaian secara lebih sederhana,” tuturnya.
Menurut Burhanuddin, sistem politik di Indonesia perlu dibenahi dengan membuat klasifikasi ideologi dan kerja parpol. Dengan begitu, dia menambahkan, partai politik di Indonesia akan dipilih dan diisi oleh orang-orang yang berjuang karena ideologi, bukan karena uang.
“Partai-partai kita perlu memiliki diferensiasi ideologi dan kerja. Kalau nggak ada diferensiasi, maka pertarungan akan berada pada faktor kapital,” pungkasnya. (net/jpnn)