30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Golkar dan PKS Introspeksi Diri

Jelang Pilgubsu Maret 2013  

JAKARTA- Dua partai papan atas yakni Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mulai ekstra hati-hati dan melakukan introspeksi diri dalam menghadapi kompetisi Pilgubsu Maret tahun depan. Di satu sisi, kekalahan telak Partai Golkar di Pilgub DKI memberikan pelajaran berharga betapa mereka menjadi korban ‘kebodohan’ sendiri atas egoisme menetapkan pasangan calon yang tidak layak jual. Di sisi lain, PKS berhadapan dengan realitas dukungan politik yang semakin menyusut dari waktu ke waktu.

Politisi Partai Golkar Indra J Piliang menyebutkan tingkat elektabilitas Alex berdasar hasil survei sebelum didaftarkan sebagai cagub hanya 2 persen saja. Partai Golkar tidak mendasarkan pada hasil survei tatkala mengajukan Alex Noerdin sebagai Cagub DKI di Pilgub putaran pertama lalu.

Kandidat yang tingkat elektabilitasnya mencapai 20 persen yakni Tantowi Yahya dan Aziz Syamsuddin justru tak diusung Golkar. Indra Piliang, yang Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan DPP Partai Golkar itu, menyebutkan alasannya mengapa Golkar malah mengusung Alex, bukan Tantowi atau Azis.

‘’Suara Golkar di DPRD DKI Jakarta hanya tujuh kursi sementara syarat untuk bisa mengajukan pasangan calon minimal 15 kursi. Tantowi Yahya dan Aziz Syamsuddin menyatakan tidak sanggup mencari tambahan delapan kursi lagi,’’ ujar Indra.

Alex-Nono akhirnya mampu menggandeng PPP dan PDS hingga diperoleh 15 kursi. Hasilnya jeblok. Jagoan Golkar itu hanya meraih sekitar 4,74 persen suara.  Kok bisa partai sebesar Golkar gegabah memasang jagonya di daerah yang merupakan barometer politik nasional? Jangan-jangan di Pilgubsu tahun depan, parati beringin ini juga ngawur dalam menetapkan cagubnya?

“Ah, nggak. Sumut jelas beda dengan DKI. Sumut lima huruf, DKI tiga huruf,” kelakar Wasekjen DPP Golkar, Leo Nababan, kepada Sumut Pos Grup di Jakarta, kemarin (24/7).
Leo memastikan, untuk penetapan cagubsu, partainya akan benar-benar menggunakan hasil survei sebagai pertimbangan utama. “Saya pastikan, Partai Golkar di Pilgubsu akan menggunakan hasil survei tertinggi,” cetus Leo.

Hanya saja, lanjutnya, ada pembedaan antara kandidat dari kader internal partai, dengan yang dari luar partai. Jika berdasar hasil survei kandidat kader sendiri kalah tipis dibanding non-kader tentunya DPP Golkar akan memilih kader sendiri.
“Misalnya kader sendiri skornya 30, non-kader 33. Maka, kami lebih baik pakai kader sendiri,” ujar Leo Nababan. Kelak, kader yang kalah tipis berdasar hasil survei ini akan di-push agar tingkat elektabilitasnya melejit menjelang hari pemungutan suara.

Namun, lanjutnya, jika kandidat non-kader berdasar hasil survei tingkat elektabilitasnya tinggi, dengan selisih jauh dengan kandidat dari kader sendiri, maka tak ada pilihan lain, Golkar akan mengusung non kader sebagai cagub Sumut. “Tapi untuk kursi wakilnya, tetap lah dari kader kita,” imbuh Leo. Mengenai survei, kata Leo, saat ini masih berlangsung. “Sabar saja,” ucapnya.

Dari kubu Partai Keadilan Sejahtera (PKS), realitas kegagalan memperoleh suara yang signifikan di Pilgub DKI Jakarta oleh pasangan calon Hidayat Nur Wahid – Didik Rachbini, diyakini akan mempengaruhi suara Pilgubsu 2013, Pemilu, dan Pilpres 2014 mendatang., ,
Kendati demikian, kegagalan tersebut juga dapat dijadikan pelecut dan semangat agar menjadi lebih baik.

“Sangat mungkin hal ini akan berpengaruh pada Pilgubsu, Pilgub Jabar, Pemilu legislatif, dan Pilpres, ditambah Jakarta adalah ibukota yang menjadi etalase politik tanah air. Yang perlu disadari adalah PKS di Jakarta ini berangkat sendiri, ,  mengusung Hidayat-Didik. Berbeda dengan calon lain yang diusung oleh koalisi parpol,” ujar Ketua DPP PKS Abu Bakar Al Habsyi kepada wartawan di Gedung DPR Jakarta, akhir pekan lalu.

Di sisi lain, kata dia, penurunan suara PKS pada pilgub DKI kali ini, dinilai wajar dialami oleh PKS. Karena pada Pilgub DKI Jakarta 2007, PKS meraih 41 persen suara dimana saat itu hanya ada dua calon sehingga posisi suara terbelah dua kutub saja. Lain seperti sekarang yang menjadi enam pasangan calon.

Meskipun demikian, Abu Bakar mengakui, suara PKS pada Pemilu 2009 menurun sampai dengan 5 persen dari suara dibandingkan sebelumnya. Namun, hal ini bukan disebabkan karena mesin partai atau pembinaan kader yang mandeg, lebih disebabkan, ,  karena keterbatasan finansial dari PKS.

“Coba bandingkan belanja kampanye calon kita dibandingkan dengan yang lain, kita sangat minim iklan di TV. Saya rasa rendahnya kemampuan kita untuk belanja kampanye adalah faktor utamanya,” katanya.
Ketua Bidang Perencanaan DPP PKS Bukhori Yusuf mengatakan, berkurangnya suara pada Pilgub tersebut tentunya menjadi cambuk untuk Pilgubsu. Namun, kata dia, kekalahan pada Pilgub DKI Jakarta ini tak lain karena adanya isu politik uang.

“Kami tahu persis permainan lapangan yang tidak fair. Banyak rumor yang mengungkapkan bahwa Pilkada DKI Jakarta syarat dengan politik uang. Kami harus lebih cermat dan harus lebih mendidik, karena politik kotor pasti tidak akan panjang umurnya,” katanya.

Menurut dia, untuk dapat memenangkan Pilgubsu Maret  2013, pihaknya tentu harus cermat dalam melihat berbagai trik lawan tersebut. “Kami optimistis bisa  memenangkan Pilgubsu. Pilgub DKI lalu pelajaran berharga bagi kami ,” ujarnya. (sam/boy/jpnn)

Jelang Pilgubsu Maret 2013  

JAKARTA- Dua partai papan atas yakni Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mulai ekstra hati-hati dan melakukan introspeksi diri dalam menghadapi kompetisi Pilgubsu Maret tahun depan. Di satu sisi, kekalahan telak Partai Golkar di Pilgub DKI memberikan pelajaran berharga betapa mereka menjadi korban ‘kebodohan’ sendiri atas egoisme menetapkan pasangan calon yang tidak layak jual. Di sisi lain, PKS berhadapan dengan realitas dukungan politik yang semakin menyusut dari waktu ke waktu.

Politisi Partai Golkar Indra J Piliang menyebutkan tingkat elektabilitas Alex berdasar hasil survei sebelum didaftarkan sebagai cagub hanya 2 persen saja. Partai Golkar tidak mendasarkan pada hasil survei tatkala mengajukan Alex Noerdin sebagai Cagub DKI di Pilgub putaran pertama lalu.

Kandidat yang tingkat elektabilitasnya mencapai 20 persen yakni Tantowi Yahya dan Aziz Syamsuddin justru tak diusung Golkar. Indra Piliang, yang Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan DPP Partai Golkar itu, menyebutkan alasannya mengapa Golkar malah mengusung Alex, bukan Tantowi atau Azis.

‘’Suara Golkar di DPRD DKI Jakarta hanya tujuh kursi sementara syarat untuk bisa mengajukan pasangan calon minimal 15 kursi. Tantowi Yahya dan Aziz Syamsuddin menyatakan tidak sanggup mencari tambahan delapan kursi lagi,’’ ujar Indra.

Alex-Nono akhirnya mampu menggandeng PPP dan PDS hingga diperoleh 15 kursi. Hasilnya jeblok. Jagoan Golkar itu hanya meraih sekitar 4,74 persen suara.  Kok bisa partai sebesar Golkar gegabah memasang jagonya di daerah yang merupakan barometer politik nasional? Jangan-jangan di Pilgubsu tahun depan, parati beringin ini juga ngawur dalam menetapkan cagubnya?

“Ah, nggak. Sumut jelas beda dengan DKI. Sumut lima huruf, DKI tiga huruf,” kelakar Wasekjen DPP Golkar, Leo Nababan, kepada Sumut Pos Grup di Jakarta, kemarin (24/7).
Leo memastikan, untuk penetapan cagubsu, partainya akan benar-benar menggunakan hasil survei sebagai pertimbangan utama. “Saya pastikan, Partai Golkar di Pilgubsu akan menggunakan hasil survei tertinggi,” cetus Leo.

Hanya saja, lanjutnya, ada pembedaan antara kandidat dari kader internal partai, dengan yang dari luar partai. Jika berdasar hasil survei kandidat kader sendiri kalah tipis dibanding non-kader tentunya DPP Golkar akan memilih kader sendiri.
“Misalnya kader sendiri skornya 30, non-kader 33. Maka, kami lebih baik pakai kader sendiri,” ujar Leo Nababan. Kelak, kader yang kalah tipis berdasar hasil survei ini akan di-push agar tingkat elektabilitasnya melejit menjelang hari pemungutan suara.

Namun, lanjutnya, jika kandidat non-kader berdasar hasil survei tingkat elektabilitasnya tinggi, dengan selisih jauh dengan kandidat dari kader sendiri, maka tak ada pilihan lain, Golkar akan mengusung non kader sebagai cagub Sumut. “Tapi untuk kursi wakilnya, tetap lah dari kader kita,” imbuh Leo. Mengenai survei, kata Leo, saat ini masih berlangsung. “Sabar saja,” ucapnya.

Dari kubu Partai Keadilan Sejahtera (PKS), realitas kegagalan memperoleh suara yang signifikan di Pilgub DKI Jakarta oleh pasangan calon Hidayat Nur Wahid – Didik Rachbini, diyakini akan mempengaruhi suara Pilgubsu 2013, Pemilu, dan Pilpres 2014 mendatang., ,
Kendati demikian, kegagalan tersebut juga dapat dijadikan pelecut dan semangat agar menjadi lebih baik.

“Sangat mungkin hal ini akan berpengaruh pada Pilgubsu, Pilgub Jabar, Pemilu legislatif, dan Pilpres, ditambah Jakarta adalah ibukota yang menjadi etalase politik tanah air. Yang perlu disadari adalah PKS di Jakarta ini berangkat sendiri, ,  mengusung Hidayat-Didik. Berbeda dengan calon lain yang diusung oleh koalisi parpol,” ujar Ketua DPP PKS Abu Bakar Al Habsyi kepada wartawan di Gedung DPR Jakarta, akhir pekan lalu.

Di sisi lain, kata dia, penurunan suara PKS pada pilgub DKI kali ini, dinilai wajar dialami oleh PKS. Karena pada Pilgub DKI Jakarta 2007, PKS meraih 41 persen suara dimana saat itu hanya ada dua calon sehingga posisi suara terbelah dua kutub saja. Lain seperti sekarang yang menjadi enam pasangan calon.

Meskipun demikian, Abu Bakar mengakui, suara PKS pada Pemilu 2009 menurun sampai dengan 5 persen dari suara dibandingkan sebelumnya. Namun, hal ini bukan disebabkan karena mesin partai atau pembinaan kader yang mandeg, lebih disebabkan, ,  karena keterbatasan finansial dari PKS.

“Coba bandingkan belanja kampanye calon kita dibandingkan dengan yang lain, kita sangat minim iklan di TV. Saya rasa rendahnya kemampuan kita untuk belanja kampanye adalah faktor utamanya,” katanya.
Ketua Bidang Perencanaan DPP PKS Bukhori Yusuf mengatakan, berkurangnya suara pada Pilgub tersebut tentunya menjadi cambuk untuk Pilgubsu. Namun, kata dia, kekalahan pada Pilgub DKI Jakarta ini tak lain karena adanya isu politik uang.

“Kami tahu persis permainan lapangan yang tidak fair. Banyak rumor yang mengungkapkan bahwa Pilkada DKI Jakarta syarat dengan politik uang. Kami harus lebih cermat dan harus lebih mendidik, karena politik kotor pasti tidak akan panjang umurnya,” katanya.

Menurut dia, untuk dapat memenangkan Pilgubsu Maret  2013, pihaknya tentu harus cermat dalam melihat berbagai trik lawan tersebut. “Kami optimistis bisa  memenangkan Pilgubsu. Pilgub DKI lalu pelajaran berharga bagi kami ,” ujarnya. (sam/boy/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/