JAKARTA,SUMUTPOS.CO – Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang dipimpin langsung oleh ketuanya Ilham Oetama Marsis, bersilaturahim dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Jakarta, Seni (24/9).
Selain menyampaikan undangan Muktamar ke-30 IDI di Samarinda, Ilham juga bicara soal revisi UU Kedokteran, hingga masalah defisit BPJS Kesehatan, dan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
IDI pada kesempatan itu, mendorong agar pemerintah mencari penyelesaian jangka panjang terkait defisit yang dialami BPJS Kesehatan, dengan memanfaatkan era digital melalui pemanfaatan teknologi informasi.
Sebab, lanjut Ilham, Perpres Nomor 82/2018, tentang Jaminan Kesehatan, sebagai instrumen menutup defisit tersebut, hanya bersifat sementara. Namun yang diperlukan ke depan adalah penyelesaian secara tetap.
“Kalau melihat dengan masuk ke era digital, semua masalah bisa dianalisa dalam waktu singkat. Kemudian jalan keluar juga dalam waktu yang singkat, tidak akan terjadi masalah yang diributkan sekarang ini, tentang masalah defisit BPJS Kesehatan,” jelas Ilham, usai bertemu Jokowi.
Usulan IDI ini, menurut Ilham, disetujui oleh Jokowi, dan berharap ada sinkronisasi melalui kerja sama yang erat antara Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan IDI. “Tentu masalah ini akan cepat diselesaikan secara komprehensif, bukan bersifat sementara seperti yang kita ketahui,” tambahnya.
Pada kesempatan itu, Pengurus IDI juga menyampaikan kekhawatiran kepada Jokowi, soal program JKN yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan.
“Melihat pola operasional sekarang ini, dengan defisit yang besar, kami mengkhawatirkan Kartu Indonesia Sehat (KIS), atau JKN, akan mengalami suatu kegagalan,” kata Ilham.
Itu sebabnya IDI menyampaikan jalan keluar dari persoalan tersebut, agar JKN berjalan sukses sesuai yang diharapkan. Harapannya, dengan program KIS yang baik, bukan hanya masyarakat yang tertolong, tapi para dokter juga ikut tersenyum.
Di antara solusi jangka pendek yang disampaikan IDI, satu di antaranya melalui pemanfaatan cukai rokok 2017, yang telah diatur pemerintah melalui Perpres 82/2018, tentang Jaminan Kesehatan.
“Itu ide awal yang kami sampaikan. Kedua, bagaimana menyesuaikan iuran dari JKN, terutama pada yang namanya peserta non-PBI. Kalau istilah saya adalah penyesuaian iuran,” beber Ilham. (fat/jpnn/saz)