26 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Relokasi Rempang 28 September Tetap Dilanjutkan

SUMUTPOS.CO – Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap akan melaksanakan proses relokasi masyarakat Pulau Rempang sesuai jadwal. Yakni pada 28 September mendatang. Rencananya, relokasi itu dilakukan terhadap tiga kampung Melayu Tua yang menjadi prioritas pembangunan tahap I Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City. Yakni Kampung Sembulang Hulu, Sembulang Tanjung dan Batu Merah.

Sementara itu Ketua PBNU M. Syafi’I Alielha mengkritisi pernyataan Kepala BPN/Menteri Agraria dan Tata Ruang Hadi Tjahjanto yang menyebut warga Rempang tidak memiliki sertifikat kepemilikan lahan.

Menurut Savic Ali, sapaan Syafi’I Alielha, negara mestinya tidak sebatas menyampaikan bahwa warga tak memiliki sertifikat tanah. Sebab, banyak warga di Rempang yang memang tidak bisa membuktikan hak tanahnya lewat lembaran sertifikat. Namun, mereka sudah bertahun-tahun tinggal di Rempang dan bekerja di sana.

Menurutnya, pemerintah atau negara punya kewajiban untuk menciptakan taraf hidup yang baik untuk rakyatnya. Negara tidak bisa memindahkan warga Rempang begitu saja. Sebagai jalan tengah, bagi warga setempat yang selama ini sudah bekerja, harus ada klausul-klausul yang mengikat dan ditawarkan oleh pemerintah.

Kemudian bagi warga asli yang sudah bertahun-tahun tinggal di sana, tidak oleh diambil paksa oleh negara. Di tengah rencana pengosongan lahan yang dilakukan pada 28 September nanti, dia menekankan tidak boleh lagi ada upaya represif atau kekerasan.

Dia mengingatkan rakyat Indonesia sudah mengalami kekerasan di rezim orde baru selama 32 tahun. Bahkan sebelumya juga ada di bawah penindasan penjajah. “Tidak semestinya di era sekarang pendekatan kekerasan kembali dilakukan. Ini harus dihentikan,” katanya.

Kepada aparat keamanan, khususnya kepolisian, harus menyadari bahwa yang nanti dihadapi itu adalah rakyat sendiri. Dengan sejumlah kelemahan dan kekurangannya. Menurut dia aparat penegak hukum dibekali senjata oleh negara, bukan untuk menganiaya rakyatnya. Tetapi untuk melindungi rakyat.

Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Uli Parulian Sihombin menyatakan pihaknya sudah meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian agar meninjau kembali pengembangan kawasan Pulau Rempang Eco City sebagai PSN.

Selain itu, Komnas HAM juga merekomendasikan Menteri ATR/BPN untuk tidak menerbitkan hak pengelolaan (HPL) di Pulau Rempang karena belum clear and clean. Komnas HAM juga meminta pemerintah untuk memperhatikan penolakan relokasi yang disampaikan masyarakat. “Negara tidak boleh melanggar hak atas tempat tinggal yang layak,” kata Uli. (wan/tyo/jpg/ila)

SUMUTPOS.CO – Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap akan melaksanakan proses relokasi masyarakat Pulau Rempang sesuai jadwal. Yakni pada 28 September mendatang. Rencananya, relokasi itu dilakukan terhadap tiga kampung Melayu Tua yang menjadi prioritas pembangunan tahap I Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City. Yakni Kampung Sembulang Hulu, Sembulang Tanjung dan Batu Merah.

Sementara itu Ketua PBNU M. Syafi’I Alielha mengkritisi pernyataan Kepala BPN/Menteri Agraria dan Tata Ruang Hadi Tjahjanto yang menyebut warga Rempang tidak memiliki sertifikat kepemilikan lahan.

Menurut Savic Ali, sapaan Syafi’I Alielha, negara mestinya tidak sebatas menyampaikan bahwa warga tak memiliki sertifikat tanah. Sebab, banyak warga di Rempang yang memang tidak bisa membuktikan hak tanahnya lewat lembaran sertifikat. Namun, mereka sudah bertahun-tahun tinggal di Rempang dan bekerja di sana.

Menurutnya, pemerintah atau negara punya kewajiban untuk menciptakan taraf hidup yang baik untuk rakyatnya. Negara tidak bisa memindahkan warga Rempang begitu saja. Sebagai jalan tengah, bagi warga setempat yang selama ini sudah bekerja, harus ada klausul-klausul yang mengikat dan ditawarkan oleh pemerintah.

Kemudian bagi warga asli yang sudah bertahun-tahun tinggal di sana, tidak oleh diambil paksa oleh negara. Di tengah rencana pengosongan lahan yang dilakukan pada 28 September nanti, dia menekankan tidak boleh lagi ada upaya represif atau kekerasan.

Dia mengingatkan rakyat Indonesia sudah mengalami kekerasan di rezim orde baru selama 32 tahun. Bahkan sebelumya juga ada di bawah penindasan penjajah. “Tidak semestinya di era sekarang pendekatan kekerasan kembali dilakukan. Ini harus dihentikan,” katanya.

Kepada aparat keamanan, khususnya kepolisian, harus menyadari bahwa yang nanti dihadapi itu adalah rakyat sendiri. Dengan sejumlah kelemahan dan kekurangannya. Menurut dia aparat penegak hukum dibekali senjata oleh negara, bukan untuk menganiaya rakyatnya. Tetapi untuk melindungi rakyat.

Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Uli Parulian Sihombin menyatakan pihaknya sudah meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian agar meninjau kembali pengembangan kawasan Pulau Rempang Eco City sebagai PSN.

Selain itu, Komnas HAM juga merekomendasikan Menteri ATR/BPN untuk tidak menerbitkan hak pengelolaan (HPL) di Pulau Rempang karena belum clear and clean. Komnas HAM juga meminta pemerintah untuk memperhatikan penolakan relokasi yang disampaikan masyarakat. “Negara tidak boleh melanggar hak atas tempat tinggal yang layak,” kata Uli. (wan/tyo/jpg/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/