25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Potensi Wakaf di Indonesia Rp300 Triliun per Tahun, Realisasinya Hanya Rp500 Miliar

ACARA: Workshop pengurus Lembaga Wakaf Ansor, beberapa waktu lalu.
IST/SUMUT POS
ACARA: Workshop pengurus Lembaga Wakaf Ansor, beberapa waktu lalu. IST/SUMUT POS

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’di mengatakan, pengelola wakaf harus mengembangkan diri dengan pengelolaan aset modern dan sistem pelaporan yang terdigitalisasi. Sehingga potensi aset wakaf terealisasi maksimal.

Potensi aset wakaf tunai di Indonesia mencapai Rp300 triliun lebih per tahun. Namun, Lembaga Wakaf Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencatat yang berhasil terealisasi hanya sekira Rp500 miliar per tahun.

Zainut yang juga Wakil Ketua Umum MUI menilai, minimnya realisasi aset wakaf karena saat ini masih banyak aset wakaf dikelola oleh nazir yang kurang memiliki pengetahuan tentang wakaf produktif serta teknik-teknik pengelolaan wakaf secara modern.

“Ini semuanya merupakan pekerjaan rumah buat kita, karena undang-undang perwakafan jelas mengamanatkan pengelolaan yang memiliki manfaat ekonomi dan sekaligus berkontribusi bagi kepentingan dan kesejahteraan umum,” kata Zainut dalam Workshop dan Silaturahmi Pengurus Lembaga Wakaf Ansor (LWA) se-Indonesia di Kantor Pusat PP Ansor Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Minggu (24/11).

Pengelola wakaf, menurut Zainut, harus responsible karena perilaku pemberi wakaf (waqif) serta penerima manfaat wakaf juga sudah berubah, seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi.

“Semuanya sudah serba digital, memanfaatkan big data. Kalau lembaga tidak beradaptasi dengan perubahan tersebut, niscaya tergerus zaman dan menjadi usang. Jangan lupa bahwa lembaga pengelolaan wakaf sering menghadapi masalah lemahnya manajemen pengelolaan dan pengembangan wakaf,” katanya.

Dalam Islam, wakaf adalah sistem yang telah terbukti mampu memberikan kontribusi bagi kemaslahatan publik, kemajuan umat, kebudayaan, pendidikan, ekonomi, dan sosial.

Wakaf juga telah dipraktikkan sejak zaman Nabi Muhammad saw, para sahabat, dan para pengikutnya. Sehingga sudah mengalami perkembangan dan perubahan yang sangat dinamis, baik terkait jenis wakaf, manajemen pengelolaannya, maupun peruntukkannya.

Wamenag juga mengingatkan, wakaf memiliki potensi besar mensejahterakan masyarakat dan mengangkat derajat ekonomi apabila dikelola dengan cara modern. Sebagai salah satu solusi mengatasi kesenjangan ekonomi, wakaf saat ini belum tergarap dengan baik sebagaimana zakat.

Salah satu faktor lahirnya radikalisme di Indonesia adalah adanya kesenjangan ekonomi dan ketidakadilan sosial. Kesejahteraan tidak merata membuat mereka yang terpinggirkan mencari pembenaran untuk melakukan perlawanan melalui justifikasi agama.

“Nah, lembaga wakaf dapat turut berkontribusi menyelesaikan masalah radikalisme ini melalui upaya pemerataan,” pungkasnya.(bbs/ala)

ACARA: Workshop pengurus Lembaga Wakaf Ansor, beberapa waktu lalu.
IST/SUMUT POS
ACARA: Workshop pengurus Lembaga Wakaf Ansor, beberapa waktu lalu. IST/SUMUT POS

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’di mengatakan, pengelola wakaf harus mengembangkan diri dengan pengelolaan aset modern dan sistem pelaporan yang terdigitalisasi. Sehingga potensi aset wakaf terealisasi maksimal.

Potensi aset wakaf tunai di Indonesia mencapai Rp300 triliun lebih per tahun. Namun, Lembaga Wakaf Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencatat yang berhasil terealisasi hanya sekira Rp500 miliar per tahun.

Zainut yang juga Wakil Ketua Umum MUI menilai, minimnya realisasi aset wakaf karena saat ini masih banyak aset wakaf dikelola oleh nazir yang kurang memiliki pengetahuan tentang wakaf produktif serta teknik-teknik pengelolaan wakaf secara modern.

“Ini semuanya merupakan pekerjaan rumah buat kita, karena undang-undang perwakafan jelas mengamanatkan pengelolaan yang memiliki manfaat ekonomi dan sekaligus berkontribusi bagi kepentingan dan kesejahteraan umum,” kata Zainut dalam Workshop dan Silaturahmi Pengurus Lembaga Wakaf Ansor (LWA) se-Indonesia di Kantor Pusat PP Ansor Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Minggu (24/11).

Pengelola wakaf, menurut Zainut, harus responsible karena perilaku pemberi wakaf (waqif) serta penerima manfaat wakaf juga sudah berubah, seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi.

“Semuanya sudah serba digital, memanfaatkan big data. Kalau lembaga tidak beradaptasi dengan perubahan tersebut, niscaya tergerus zaman dan menjadi usang. Jangan lupa bahwa lembaga pengelolaan wakaf sering menghadapi masalah lemahnya manajemen pengelolaan dan pengembangan wakaf,” katanya.

Dalam Islam, wakaf adalah sistem yang telah terbukti mampu memberikan kontribusi bagi kemaslahatan publik, kemajuan umat, kebudayaan, pendidikan, ekonomi, dan sosial.

Wakaf juga telah dipraktikkan sejak zaman Nabi Muhammad saw, para sahabat, dan para pengikutnya. Sehingga sudah mengalami perkembangan dan perubahan yang sangat dinamis, baik terkait jenis wakaf, manajemen pengelolaannya, maupun peruntukkannya.

Wamenag juga mengingatkan, wakaf memiliki potensi besar mensejahterakan masyarakat dan mengangkat derajat ekonomi apabila dikelola dengan cara modern. Sebagai salah satu solusi mengatasi kesenjangan ekonomi, wakaf saat ini belum tergarap dengan baik sebagaimana zakat.

Salah satu faktor lahirnya radikalisme di Indonesia adalah adanya kesenjangan ekonomi dan ketidakadilan sosial. Kesejahteraan tidak merata membuat mereka yang terpinggirkan mencari pembenaran untuk melakukan perlawanan melalui justifikasi agama.

“Nah, lembaga wakaf dapat turut berkontribusi menyelesaikan masalah radikalisme ini melalui upaya pemerataan,” pungkasnya.(bbs/ala)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/