25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Jelang Musim Haji Bos Katering Lobi Politisi

JAKARTA- Para pengusaha katering warga negara Arab Saudi selalu datang ke Indonesia setiap jelang musim haji. Mereka menggalang lobi agar mendapat proyek katering untuk jamaah haji Indonesia.

“Mereka melobi para politisi yang punya akses ke kemenag, setiap tahun menjelang musim haji. Lomba menawarkan success fee alias komisi dengan angka lebih tinggi, menjadi bagian proses lobi,” ujar Sekretaris Jenderal Alumni Gerakan Pemuda Ka’bah, Taryono Asa, kepada koran ini di Jakarta, kemarin (25/5).

Hanya saja, pria yang pernah duduk di DPP PPP namun hengkang saat PPP dipimpin Suryadharma Ali itu enggan menyebut nama-nama politisi yang menjalin “kemitraan” dengan para pengusaha asal Arab Saudi yang bergerak di usaha katering haji.

“Saya tak mau menyebut nama karena memang masalah seperti ini sulit dibuktikan, kecuali oleh aparat penegak hukum,” terang Taryono.

Pernyataan Taryono terkait dengan kasus dugaan korupsi dana penyelenggaraan haji tahun 2013-2013, dengan tersangka SDA, pejabat kemenag, dan anggota DPR yang oleh KPK belum diumumkan nama-namanya.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Zulkarnain, menyebutkan, dalam kasus ini, antara lain terdapat penyelewengan di urusan katering, pemondokan, transportasi, yakni mark up.

Taryono Asa,  yang sudah beberapa kali menunaikan ibadah haji itu, menceritakan, dana katering memang cukup besar dan gampang dimanipulasi. Hitung-hitungan kasar, untuk jatah katering makan 3 kali sehari, sebesar 30 riyal Arab. Dengan jumlah rata-rata jamaah haji Indonesia sebanyak 200 ribu setiap tahun, maka sehari perlu 6 juta riyal.

Jika jamaah haji di Arab Saudi selama 40 hari, maka total dana catering 240 juta riyal. Dengan kurs 1 riyal setara Rp3.500, maka total data katering setiap musim haji Rp940 miliar.

“Tapi katering itu dibagi-bagi ke banyak pengusaha, ada yang mengurusi di Madinah, Mekah, Jedah, dan Armina (Arafah-Mina),” ujar Taryono.

Nah berdasar pengalaman Taryono, menu katering tidak sesuai dengan tarif yang wajar. “Kalau kita makan di luar (tak pakai jatah katering, red), dengan 10 riyal, kita sudah bisa makan enak karena makanan di sana murah. Kecuali bakso, mahal, 20 riyal,” kata Taryono.

Terpisah, pengamat masalah haji, Muhammad Subarkah, menilai, penyelenggaraan haji memang sudah carut marut. Tidak hanya soal katering, tapi juga masalah lain misal pemondokan dan sisa kuota, tatkala calon jamaah yang sudah mendaftar ternyata sudah meninggal, mengundurkan diri, atau sakit saat jelang pemberangkatan.

Soal katering, menurutnya, sebenarnya juga perlu dievaluasi, bukan hanya soal pengusaha kateringnya. Dari segi menu saja, menurut dia, sudah tidak efektif untuk disajikan. “Karena selera jamaah berbeda-beda. Yang Padang minta pedes, Jogja minta manis, Sunda lain lagi, Banyumas lain lagi. Itu problem yang muncul di lapangan,” ujar penulis buku Lelaki Buta Melihat Kabah itu.

Soal pemondokan, lanjutnya, juga bukan perkara mudah. Di Arab, lanjutnya, juga banyak calo. Jelang musim haji, misalnya banyak pemondokan diborong orang Arab, lantas dijual ke orang Bangladesh, dan baru disewakan ke panitia haji Indonesia. “Jadi harganya sudah dari tangan ketiga. Jadinya mahal tapi tetap harus dibayar kalau waktunya sudah mepet, misal tiga bulan jelang musim haji,” beber dia.

Belum lagi kursi antrean yang dibatalkan karena calon jamaah sakit, meninggal, atau memang mengundurkan diri. “Itu setiap tahun rata-rata yang batal 1.500 hingga 2.000. Itu juga tak jelas, dimainkan panitia dengan melibatkan pemerintah Arab Saudi. Mestinya kan sesuai antrean, tapi keran tidak transparan, sulit diawasi. Memang banyak masalah. Jadi, kalau soal menangkap menteri agama, itu bukan hal yang susah dan siapa pun menteri agamanya, gampang sekali jadi tersangka, selama problem-problem itu tak dibenahi. Ini sudah turun-temurun,” bebernya.

Seperti diketahui, sejumlah politisi yan duduk di DPR pernah dimintai keterangan oleh KPK. Antara lain Ketua Fraksi PPP DPR Hasrul Azwar dan politisi PKS, Jazuli Juwaeni.

Hasrul, politisi senior asal Sumut itu sudah mengakui, dirinya memang bersahabat dengan banyak pengusaha katering haji yang menjalankan usahanya di Arab Saudi. Hanya saja, dia katakan, tidak ikut main di proyek katering haji.

“Saya gak pernah (ikut urusan katering haji, Red). Saya memang punya banyak sahabat pengusaha katering di Arab Saudi, tapi saya tidak pernah memanfaatkan jabatan saya,” ujar Hasrul Azwar kepada Sumut Pos di Jakarta, 23 Mei 2014.

Hasrul cerita, sejak tahun 1974 dirinya memang sudah sering ke Arab Saudi. “Sudah sejak usia 20 tahun saja di sana. Saya saat itu sudah menjadi petugas haji, sehingga punya banyak sahabat di sana,” kata Hasrul. (sam/tom)

JAKARTA- Para pengusaha katering warga negara Arab Saudi selalu datang ke Indonesia setiap jelang musim haji. Mereka menggalang lobi agar mendapat proyek katering untuk jamaah haji Indonesia.

“Mereka melobi para politisi yang punya akses ke kemenag, setiap tahun menjelang musim haji. Lomba menawarkan success fee alias komisi dengan angka lebih tinggi, menjadi bagian proses lobi,” ujar Sekretaris Jenderal Alumni Gerakan Pemuda Ka’bah, Taryono Asa, kepada koran ini di Jakarta, kemarin (25/5).

Hanya saja, pria yang pernah duduk di DPP PPP namun hengkang saat PPP dipimpin Suryadharma Ali itu enggan menyebut nama-nama politisi yang menjalin “kemitraan” dengan para pengusaha asal Arab Saudi yang bergerak di usaha katering haji.

“Saya tak mau menyebut nama karena memang masalah seperti ini sulit dibuktikan, kecuali oleh aparat penegak hukum,” terang Taryono.

Pernyataan Taryono terkait dengan kasus dugaan korupsi dana penyelenggaraan haji tahun 2013-2013, dengan tersangka SDA, pejabat kemenag, dan anggota DPR yang oleh KPK belum diumumkan nama-namanya.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Zulkarnain, menyebutkan, dalam kasus ini, antara lain terdapat penyelewengan di urusan katering, pemondokan, transportasi, yakni mark up.

Taryono Asa,  yang sudah beberapa kali menunaikan ibadah haji itu, menceritakan, dana katering memang cukup besar dan gampang dimanipulasi. Hitung-hitungan kasar, untuk jatah katering makan 3 kali sehari, sebesar 30 riyal Arab. Dengan jumlah rata-rata jamaah haji Indonesia sebanyak 200 ribu setiap tahun, maka sehari perlu 6 juta riyal.

Jika jamaah haji di Arab Saudi selama 40 hari, maka total dana catering 240 juta riyal. Dengan kurs 1 riyal setara Rp3.500, maka total data katering setiap musim haji Rp940 miliar.

“Tapi katering itu dibagi-bagi ke banyak pengusaha, ada yang mengurusi di Madinah, Mekah, Jedah, dan Armina (Arafah-Mina),” ujar Taryono.

Nah berdasar pengalaman Taryono, menu katering tidak sesuai dengan tarif yang wajar. “Kalau kita makan di luar (tak pakai jatah katering, red), dengan 10 riyal, kita sudah bisa makan enak karena makanan di sana murah. Kecuali bakso, mahal, 20 riyal,” kata Taryono.

Terpisah, pengamat masalah haji, Muhammad Subarkah, menilai, penyelenggaraan haji memang sudah carut marut. Tidak hanya soal katering, tapi juga masalah lain misal pemondokan dan sisa kuota, tatkala calon jamaah yang sudah mendaftar ternyata sudah meninggal, mengundurkan diri, atau sakit saat jelang pemberangkatan.

Soal katering, menurutnya, sebenarnya juga perlu dievaluasi, bukan hanya soal pengusaha kateringnya. Dari segi menu saja, menurut dia, sudah tidak efektif untuk disajikan. “Karena selera jamaah berbeda-beda. Yang Padang minta pedes, Jogja minta manis, Sunda lain lagi, Banyumas lain lagi. Itu problem yang muncul di lapangan,” ujar penulis buku Lelaki Buta Melihat Kabah itu.

Soal pemondokan, lanjutnya, juga bukan perkara mudah. Di Arab, lanjutnya, juga banyak calo. Jelang musim haji, misalnya banyak pemondokan diborong orang Arab, lantas dijual ke orang Bangladesh, dan baru disewakan ke panitia haji Indonesia. “Jadi harganya sudah dari tangan ketiga. Jadinya mahal tapi tetap harus dibayar kalau waktunya sudah mepet, misal tiga bulan jelang musim haji,” beber dia.

Belum lagi kursi antrean yang dibatalkan karena calon jamaah sakit, meninggal, atau memang mengundurkan diri. “Itu setiap tahun rata-rata yang batal 1.500 hingga 2.000. Itu juga tak jelas, dimainkan panitia dengan melibatkan pemerintah Arab Saudi. Mestinya kan sesuai antrean, tapi keran tidak transparan, sulit diawasi. Memang banyak masalah. Jadi, kalau soal menangkap menteri agama, itu bukan hal yang susah dan siapa pun menteri agamanya, gampang sekali jadi tersangka, selama problem-problem itu tak dibenahi. Ini sudah turun-temurun,” bebernya.

Seperti diketahui, sejumlah politisi yan duduk di DPR pernah dimintai keterangan oleh KPK. Antara lain Ketua Fraksi PPP DPR Hasrul Azwar dan politisi PKS, Jazuli Juwaeni.

Hasrul, politisi senior asal Sumut itu sudah mengakui, dirinya memang bersahabat dengan banyak pengusaha katering haji yang menjalankan usahanya di Arab Saudi. Hanya saja, dia katakan, tidak ikut main di proyek katering haji.

“Saya gak pernah (ikut urusan katering haji, Red). Saya memang punya banyak sahabat pengusaha katering di Arab Saudi, tapi saya tidak pernah memanfaatkan jabatan saya,” ujar Hasrul Azwar kepada Sumut Pos di Jakarta, 23 Mei 2014.

Hasrul cerita, sejak tahun 1974 dirinya memang sudah sering ke Arab Saudi. “Sudah sejak usia 20 tahun saja di sana. Saya saat itu sudah menjadi petugas haji, sehingga punya banyak sahabat di sana,” kata Hasrul. (sam/tom)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/