JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penyidik Bareskrim Polri menetapkan empat orang menjadi tersangka dalam kasus dugaan penyelewengan dana donasi dan CSR korban jatuhnya pesawat Lion Air yang dikelola Aksi Cepat Tanggap (ACT). Empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka yaitu Ahyudin (A) selaku pendiri dan mantan Presiden ACT, dan Ibnu Khajar (IK) selaku Presiden ACT. Kemudian Hariyana Hermain (HH) sebagai Dewan Pengawas ACT, dan N Imam Akbari (NIA) yang merupakan anggota pembina periode di kepemimpinan A.
“Empat orang yang disebutkan tadi pada pukul 15.50 WIB, telah ditetapkan sebagai tersangka,” Wadirtipideksus Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf dalam konferensi pers, Senin (25/7).
Polisi mengatakan, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, di antaranya KUHP, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU Yayasan, dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Polri akan melakukan penelusuran aset (asset tracing) bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). “Akan dilakukan audit pada ACT. Selanjutnya kita berkoordinasi dengan PPATK untuk selanjutnya melakukan tracing aset atas dana-dana tersebut,” kata Kombes Helfi.
Polri juga menjelaskan soal penyalahgunaan dana yang dilakukan Yayasan ACT. “Total dana yang diterima oleh ACT dari Boeing kurang lebih Rp138 miliar. Digunakan untuk program yang telah dibuat oleh ACT kurang lebih Rp 103 miliar dan sisanya Rp34 miliar digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya,” kata Kombes Helfi.
Dia menjelaskan, ada peruntukan yang tidak sesuai di antaranya pengadaan armada truk senilai Rp2 miliar, program food boost senilai Rp2,8 miliar, pembangunan pesantren di Tasikmalaya senilai Rp8,7 miliar, lalu untuk koperasi syariah 212 sekitar Rp10 miliar.
Helfi juga menyebut, pelanggaran lainnya ialah menggunakan dana dari Boeing itu untuk gaji pengurus ACT. Menurutnya, gaji pengurus yang diambil dari dana Boeing itu sekitar Rp50 juta-Rp450 juta. “Gajinya sekitar Rp50 sampai Rp450 juta per bulannya,” ungkap Helfi.
Dia menyebut, gaji itu diterima para pihak yang telah menjadi tersangka, yakni eks Presiden ACT Ahyudin sekitar Rp400 juta, Presiden ACT Ibnu Khajar Rp150 juta, serta dua tersangka lain, Heriyana Hermain dan N Imam Akbari, senilai Rp50 juta dan Rp100 juta.
Sementara Karo Penmas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan menerangkan, Ahyudin merupakan pendiri sekaligus ketua Yayasan ACT dan Ketua Pembina pada 2019-2022. Ahyudin disebut mendirikan Yayasan ACT untuk menghimpun dana donasi dan menjadi pengurus untuk mendapatkan gaji. “Mendirikan Yayasan ACT untuk menghimpun dana melalui berbagai bentuk donasi, kemudian bersama pendiri yayasan, pembina pengawas dan pengurus, telah mendirikan sekaligus duduk dalam direksi dan komisaris agar dapat memperoleh gaji serta fasilitas lainnya,” jelas Ramadhan dalam konferensi pers di Mabes Polri, Senin (25/7).
Pada 2015, Ahyudin bersama tiga tersangka lainnya diduga membuat SKB pembina. Hal ini terkait pemotongan donasi sebesar 20-30 persen. “Tahun 2015 bersama membuat SKB pembina dan pengawas Yayasan ACT perihal pemotongan donasi sekitar 20 sampai 30 persen,” tuturnya.
Pada 2020, keempat tersangka diduga membuat opini dewan syariah terkait pemotongan dana operasional dari dana donasi. Ahyudin juga disebut menggerakkan ACT untuk mengikuti program dana bantuan Boeing. “Tahun 2020 bersama membuat opini dewan syariah dan ACT tentang pemotongan dana operasional sebesar 30 persen dari dana donasi. Kemudian menggerakkan Yayasan ACT untuk mengikuti program dana bantuan Boeing terhadap ahli waris korban Lion Air JT-610,” tuturnya.
Sementara itu, Ibnu Khajar diketahui merupakan Presiden Pengurus ACT periode 2019 sampai sekarang. Dia diduga memiliki peran membuat perjanjian kerja sama dengan para vendor terkait Boeing. “Saudara IK juga membuat perjanjian kerja sama dengan para vendor yang mengerjakan proyek QSR terkait dana kemanusiaan Boeing kepada ahli waris korban Lion Air JT-610,” tuturnya.
Berikutnya, ada Hariyana Hermain yang disebut sebagai Ketua pengawas ACT pada 2019-2022. Ramadhan menyebut Hariyana bertanggung jawab terhadap pembukuan dan keuangan ACT. “Memiliki tanggung jawab sebagai HRD dan keuangan, di mana seluruh pembukuan dan keuangan ACT adalah otoritas yang bersangkutan. Pada periode IK selaku ketua pengurus HH menjadi anggota presidium yang menentukan pemakaian dana yayasan tersebut,” tuturnya.
Selain itu, ada N Imam Akbari yang merupakan anggota pembina dan Ketua Yayasan ACT. Imam disebut bertugas menyusun dan menjalankan program ACT. “NIA menyusun program dan menjalankan program dan merupakan bagian dari dewan komite dan ACT yang turut adil menyusun kebijakan Yayasan ACT,” ujar Ramadhan. (cnni/dtc/adz)