25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Bule Misterius Naik Selancar Selamatkan Bocah 12 Tahun

Kisah Korban Kapal KLB Bahuga Jaya yang Selamat

Tabrakan kapal KLB Bahuga Jaya yang mengangkut ratusan orang menyisakan derita bagi korban. Di balik kisah sedih itu, terungkap kisah penyelamatan seorang bocah 12 tahun, oleh seorang bule yang naik selancar. Usai mengantarkan si bocah ke kapal lain bocah, si bule pergi entah ke mana.

MASUK UGD: Punumpang  selamat dari kecelakaan kapal Penumpang KMP Bahuga Jaya saat  rawat  ruang UGD Rumah Sakit Krakatau Medika, Kota Cilegon, Rabu (26/9). //Adeng bustomi/Radar Banten/jpnn
MASUK UGD: Punumpang yang selamat dari kecelakaan kapal Penumpang KMP Bahuga Jaya saat di rawat di ruang UGD Rumah Sakit Krakatau Medika, Kota Cilegon, Rabu (26/9). //Adeng bustomi/Radar Banten/jpnn

ADE JAHRAN, Cilegon

Kemarin, ruang UGD Rumah Sakit Krakatau Medika (RSKM), Kota Cilegon, mendadak ramai. Halaman rumah sakit itu juga terlihat berjejer mobil petugas dan mobil yang membawa korban. Memang yang mendapat perawatan sebanyak 84 orang, terdiri dari rawat jalan 69 orang alias dipulangkan, rawat inap 14 orang dan meninggal dunia satu orang. Yang meninggal dunia adalah bernama Sri Nuraini (35) warga Kampung Batu Gajah, Pamulang, Tangerang Selatan.

Ketika Radar Banten (grup JPNN) masuk ruangan UGD, di sana masih ada suami dari  Sri Nuraini yakni Yudi Sudarsono (36). Di sebelahnya ada anak pertama bernama Sultan (12). Kondisi tubuh Yudi dan Sultan terlihat lemas. Yudi terbaring di tempat tidur,  begitu juga dengan Sultan Ketika diajak berbincang, Yudi sesekali tarik napas.

Matanya menerawang
seolah mengenang istrinya yang telah tiada. Matanya juga berkaca-kaca. Bibirnya ikut gemetar ketika berbicara. Di samping Yudi ada pamannya bernama Nurhalim. Nurhalim sesekali mengusap kening dan rambut Yudi. “Sabar ya. Ini cobaan,” kata Nurhalim yang terus mendampingi Yudi.

Menurut Yudi, dia berangkat dari rumahnya di Pamulang, Tangerang Selatan malam hendak ke Lampung ke rumah orangtuanya. Dia mengendarai mobil. Setelah naik kapal dan hampir separuh perjalanan, tiba-tiba dirinya mendegar suara kencang dan dentuman kuat. Penumpang yang sedang tidur pun pada bangun dan merasakan keanehan.

“Suara dan hantaman itu membuat kami kaget. Kami yang berada di lantai tiga kemudian berlari ke lantai dua dan mengambil pelampung. Saya pun berpisah dengan keluarga yakni istri, dan dua anak saya. Anak yang pertama yakni Sultan terus saya dekap,” kata Yudi. Yudi menuturkan, setelah memakai pelampung dan suasana semakin gaduh. Kapal yang ditumpanginya terus miring hingga 90 derajat. Saat kemiringan itu terjadi cukup lama, yakni sekitar satu jam. Penumpang sebisa-bisanya melakukan berbagai upaya seperti berpegangan dan memakai pelampung. Karena kapal terus miring dan akhirnya tenggelam, dirinya bersama Sultan terjun ke laut.

“Dengan kemampuan yang dimiliki, saya terus medekap anak saya (Sultan,red). Saya bilang, kamu harus mampu bertahan. Tiba-tiba ada seorang bule (orang luar negeri, red) mendekati saya menggunakan papan selancar. Tanpa pikir panjang, saya serahkan anak saya kepada orang bule itu dan dibawa ke kapal lain yang kebetulan melintas. Sementara saya terus bertahan di air,” beber Yudi.

Kesedihan Yudi masih menyelimuti. Pasalnya anak yang kedua belum ditemukan. Sementara anak ketiganya bernama Gisel (1,5) sudah ada kabar yakni berada di Kalianda, Lampung. “Anak kedua saya yang belum ditemukan,” katanya terbata-bata hingga dia tak mampu menyebutkan nama anaknya tersebut.

Sedangkan Sultan, anak pertama Yudi yang semula berbaring, perlahan-lahan duduk. Dia mengaku sempat tenggelam dan harus minum air laut.

Dirinya juga tak menyangka orang bule yang membawa papan selancar akan menyelamatkan nyawanya. “Saya didekap erat. Terus dibawa. Setelah tiba di kapan lain, bule itu pergi lagi entah ke mana. Saya  tak berdaya,” paparnya.

Nurhalim mengaku dirinya mendapat informasi kejadian itu pagi. Dia terkejut tetapi semuanya sudah merupakan takdir Tuhan. Kemudian dia menghubungi sejumlah kerabat dan pergi ke RSKM. “Mudah-mudahan kami dan keluarga diberi kesabaran. Ini sudah takdir,” ujar Nurhalim yang diamini oleh Yudi.

“Betul ini kehendak Tuhan. Semua tak bisa menolaknya,” lirih Yudi. (*)

Kisah Korban Kapal KLB Bahuga Jaya yang Selamat

Tabrakan kapal KLB Bahuga Jaya yang mengangkut ratusan orang menyisakan derita bagi korban. Di balik kisah sedih itu, terungkap kisah penyelamatan seorang bocah 12 tahun, oleh seorang bule yang naik selancar. Usai mengantarkan si bocah ke kapal lain bocah, si bule pergi entah ke mana.

MASUK UGD: Punumpang  selamat dari kecelakaan kapal Penumpang KMP Bahuga Jaya saat  rawat  ruang UGD Rumah Sakit Krakatau Medika, Kota Cilegon, Rabu (26/9). //Adeng bustomi/Radar Banten/jpnn
MASUK UGD: Punumpang yang selamat dari kecelakaan kapal Penumpang KMP Bahuga Jaya saat di rawat di ruang UGD Rumah Sakit Krakatau Medika, Kota Cilegon, Rabu (26/9). //Adeng bustomi/Radar Banten/jpnn

ADE JAHRAN, Cilegon

Kemarin, ruang UGD Rumah Sakit Krakatau Medika (RSKM), Kota Cilegon, mendadak ramai. Halaman rumah sakit itu juga terlihat berjejer mobil petugas dan mobil yang membawa korban. Memang yang mendapat perawatan sebanyak 84 orang, terdiri dari rawat jalan 69 orang alias dipulangkan, rawat inap 14 orang dan meninggal dunia satu orang. Yang meninggal dunia adalah bernama Sri Nuraini (35) warga Kampung Batu Gajah, Pamulang, Tangerang Selatan.

Ketika Radar Banten (grup JPNN) masuk ruangan UGD, di sana masih ada suami dari  Sri Nuraini yakni Yudi Sudarsono (36). Di sebelahnya ada anak pertama bernama Sultan (12). Kondisi tubuh Yudi dan Sultan terlihat lemas. Yudi terbaring di tempat tidur,  begitu juga dengan Sultan Ketika diajak berbincang, Yudi sesekali tarik napas.

Matanya menerawang
seolah mengenang istrinya yang telah tiada. Matanya juga berkaca-kaca. Bibirnya ikut gemetar ketika berbicara. Di samping Yudi ada pamannya bernama Nurhalim. Nurhalim sesekali mengusap kening dan rambut Yudi. “Sabar ya. Ini cobaan,” kata Nurhalim yang terus mendampingi Yudi.

Menurut Yudi, dia berangkat dari rumahnya di Pamulang, Tangerang Selatan malam hendak ke Lampung ke rumah orangtuanya. Dia mengendarai mobil. Setelah naik kapal dan hampir separuh perjalanan, tiba-tiba dirinya mendegar suara kencang dan dentuman kuat. Penumpang yang sedang tidur pun pada bangun dan merasakan keanehan.

“Suara dan hantaman itu membuat kami kaget. Kami yang berada di lantai tiga kemudian berlari ke lantai dua dan mengambil pelampung. Saya pun berpisah dengan keluarga yakni istri, dan dua anak saya. Anak yang pertama yakni Sultan terus saya dekap,” kata Yudi. Yudi menuturkan, setelah memakai pelampung dan suasana semakin gaduh. Kapal yang ditumpanginya terus miring hingga 90 derajat. Saat kemiringan itu terjadi cukup lama, yakni sekitar satu jam. Penumpang sebisa-bisanya melakukan berbagai upaya seperti berpegangan dan memakai pelampung. Karena kapal terus miring dan akhirnya tenggelam, dirinya bersama Sultan terjun ke laut.

“Dengan kemampuan yang dimiliki, saya terus medekap anak saya (Sultan,red). Saya bilang, kamu harus mampu bertahan. Tiba-tiba ada seorang bule (orang luar negeri, red) mendekati saya menggunakan papan selancar. Tanpa pikir panjang, saya serahkan anak saya kepada orang bule itu dan dibawa ke kapal lain yang kebetulan melintas. Sementara saya terus bertahan di air,” beber Yudi.

Kesedihan Yudi masih menyelimuti. Pasalnya anak yang kedua belum ditemukan. Sementara anak ketiganya bernama Gisel (1,5) sudah ada kabar yakni berada di Kalianda, Lampung. “Anak kedua saya yang belum ditemukan,” katanya terbata-bata hingga dia tak mampu menyebutkan nama anaknya tersebut.

Sedangkan Sultan, anak pertama Yudi yang semula berbaring, perlahan-lahan duduk. Dia mengaku sempat tenggelam dan harus minum air laut.

Dirinya juga tak menyangka orang bule yang membawa papan selancar akan menyelamatkan nyawanya. “Saya didekap erat. Terus dibawa. Setelah tiba di kapan lain, bule itu pergi lagi entah ke mana. Saya  tak berdaya,” paparnya.

Nurhalim mengaku dirinya mendapat informasi kejadian itu pagi. Dia terkejut tetapi semuanya sudah merupakan takdir Tuhan. Kemudian dia menghubungi sejumlah kerabat dan pergi ke RSKM. “Mudah-mudahan kami dan keluarga diberi kesabaran. Ini sudah takdir,” ujar Nurhalim yang diamini oleh Yudi.

“Betul ini kehendak Tuhan. Semua tak bisa menolaknya,” lirih Yudi. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/