31 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Ferdinand Simangunsong Blak-blakan Soal Tudingan Korupsi Rp8 Miliar

Tidak Mungkin Saya Merusak Nama Baik Sendiri

Pembelaan yang diberikan sejumlah anggota Umum Koperasi Pengangkutan Umum Medan (KPUM) perihal tuduhan seorang anggota KPUM, Halason Rajagukguk atas dugaan penggelapan dana Rp8 miliar disambut baik Ketua Umum KPUM T Ferdinand Simangunsong.

Meski demikian,  ia tetap merasa perlu ikut menjernihkan permasalahan dan membantah tuduhan yang disebutnya tak berdasar itu.

“Tidak mungkin dikorupsi. Ada bendahara, ada sekretaris (yang mengawasi). Ini koperasi, bukan perusahaan pribadi,” tegas Ferdinand kepada Sumut Pos kemarin (26/9).

Ferdinand yang didampingi pengurus KPUM Tahi Nainggolan SH, ketua dewan pengawas Dr Haposan Siallagan SH MH dan pengurus dan anggota lain menegaskan, tidak mungkin dirinya merusak hasil kerja selama puluhan tahun membesarkan koperasi dan merusak nama baik yang dimilikinya selama ini.

Dia menuding orang-orang yang menuduhkan penggelapan itu sebagai orang yang tak becus. “Mereka hanya ingin mempengaruhi orang-orang dan mempengaruhi mental saya,” ujar pria 81 tahun yang lebih dari 50 tahun menggeluti koperasi itu.

Ferdinan kembali mengingat bagaimana ia membangun dan mengembangkan KPUM sejak 1971. Saat itu dia berstatus sebagai anggota DPRD dan dia diminta Walikota Medan Saat itu untuk membenahi KPUM yang berulang kali ditinggal ketuanya. “Saya mewarisi utang Rp38 juta, saya kumpulkan uang dan bayar lunas. Tahun 1998, saya kredit dari BRI untuk membeli SPBU senilai Rp25 juta,” ujarnya mengenang sepenggal perjuangannya membesarkan KPUM.

Ferdinan juga mengungkap perjalanan regenerasi armada KPUM yang semula hanya 124 unit bemo yang berkembang hingga mencapai 6 ribu unit angkot, 4 ribu becak mesin, 500 unti angkutan antar kota dan 200 unit taksi. “Total 17 ribuan orang menggantungkan hidup dari KPUM. Kalau dihitung istri dan satu anak saja, sudah berapa puluh ribu orang yang dihidupi KPUM,” beber Ferdinand.

Tak hanya itu, multiplier effect yang ditimbulkan dari kegiatan KPUM sangat luar biasa dalam menopang perekonomian kota Medan. “Sopir itu hanya sekali makan di rumah, dua kali sehari makan di luar. Dari situ saja, bayangkan berapa ton beras yang habis, berapa ribu liter air, rokok dana lain-lainnya,” ujarnya.

Ditegaskannya, selama ini dia menerapkan manajemen terbuka. Seluruh laporan koperasi selalu dibawa ke dalam Rapat Anggota Tahunan. Sebelumnya, laporan itu telah diperiksa oleh tiga dewan pengawas yang diketuai Dr Haposan Siallagan SH MH. Dari dewan pengawas, laporan bahkan diperiksa oleh akuntan publik independen.

Mengulang penjelasan yang diberikan anggota KPUM, Tahi Nainggolan, beberapa hari lalu, Ferdinand memaparkan kronologis pemungutan iuran Rp2000 yang jadi pangkal permasalahan. Berdasarkan keputusan RAT membahas tahun buku 2006 yang dilaksanakan 1 Juli 2007 di Pardede Hall dan dihadiri sekitar 2 ribuan anggota, diputuskan membangun gedung KPUM di  samping samping SPBU milik koperasi di Jalan Sisingamangaraja Medan. Proyek pembangunan kantor baru itu rencananya berjalan Mei 2012. Sumber dananya diambil dari iuran anggota yang dipungut dari para sopir sebesar Rp2 ribu per hari dalam bentuk Simpanan Wajib Usaha (SWU).

Namun pada RAT KPUM TB 2011 yang diselenggarakan 16 April 2012, ditetapkan 3 butir kesepakatan. Diantaranya, pembangunan gedung sebagai kantor KPUM di Jalan Sisingamangaraja tidak jadi dilaksanakan.  Gedung KPUM tetap di Jalan Rupat dan akan direnovasi sehingga benar-benar layak dan representatif.

Konsekwensinya, SWU yang dihimpun Juli 2007-31 Mei 2012 dikembalikan ke anggota. Perinciannya, Rp1000 per hari per kendaraan untuk anggota melalui simpanan dan Rp1.000 per hari per kendaraan untuk keperluan pendidikan dan kesejahteraan para sopir dan untuk organisasi KPUM.

“Semua itu sudah kita bahas di rapat bersama pengurus, pengawas dan penasehat KPUM. Semua ada di sini. Ini, saya kasih kamu notulen rapat,” ujar Ferdinan sambil memberikan notulen rapat yang terdiri dari 6 lembar.

Untuk memperkuat penjelasannya, Ferdinan turut menyerahkan laporan tahun buku 2011 yang dipertanggungjawabkan dalam RAT KPUM 2012.

Ferdinand kembali memaparkan kalau dana iuran sudah dikembalikan ke anggota. Pembayaran sudah dilakukan sejak Juli. “Iuran dalam bentuk SWU sudah dikembalikan ke sekitar 755 anggota yang nilainya mencapai Rp877 juta sejak Juli 2011,” ujar Ferdinand.

Ferdinand menjamin, semua dana dan iuran anggota dicatatkan dengan rapi di buku laporan yang dibawa dalam setiap RAT. “Ini lihat, ada 71 halaman. Lengkap nama anggota dan jumlah simpanannya,” ujarnya merujuk laporang tahun buku 2011 yang dbawanya.

H Silitonga (50), anggota KPUM yang sebelumnya turut mempertanyakan dana tersebut , membenarkan pengembalian yang dimaksud Ferdinand. “Sesuai kesepakatan RAT, saya sudah menerima pengembaliannya. 50 persen dalam bentuk uang cash dan 50 persen lagi dalam bentuk simpanan,” ujar pria yang sudah 23 tahun menjadi anggota KPUM tersebut
Pelapor Desak Audit Iuran

Sementara itu, penyelidikan kasus dugaan penggelapan dana KPUM terus berlanjut. Selasa (259) lalu, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Poldasu memeriksa 10 saksi yang dibawa Halason Rajagukguk selaku pelapor. Kepada penyidik, Halason dan saksi mendesak dilakukan audit terhadap iuran sopir sebesar Rp2.000 per hari dan aset KPUM.

Saat memberi keterangan di Polda, Halason didampingi 8 saksi yang merupakan anggota KPUM, yakni M Irfan Hasibuan (47), Adesia br Silitonga (64), Sugianto Nainggolan (45), Parsaoran Sinurat (49), Robert Siburian (52), Hotma Sitompul (52), Ari Pangaribuan (47), dan Binsar Sibarani (48).

Binsar Sibarani kepada penyidik Polda mengaku, tidak pernah menerima pengembalian uang iuran, dari Ketua KPUM, Ferdinand. “Dia (Ferdinand) tidak ada mengembalikan uang itu. Sampai sekarang tidak ada saya menerima. Makanya kami pertanyakan, ke mana uang itu,” kata Binsar.

Binsar yang sejak tahun 1988 tercatat sebagai anggota KPUM mengatakan, pernyataan Ferdinan bahwa uang iuran itu telah dibagi kepada semua anggota, sama sekali tidak ada.
Halason Rajagukguk, selaku pelapor kasus ini menambahkan, pada RAT KPUM tanggal 16 April 2011 di Pardede Hall, sejumlah anggota telah mempertanyakan soal kutipan Rp 2.000 per sopir tersebut.

Juga mempertanyakan adanya inventaris yang hilang sejak 2010 sampai 2011. Termasuk menanykan Taksi Matra di bawah KPUM yang sampai saat itu tidak jalan. “Namun, kami tidak menerima jawaban. Malah tiba-tiba rapat itu ditutup dan rapat langsung bubar,” katanya.

Menurut Halason, pihaknya sempat menolak hasil laporan rapat 2011. “Hasil rapat itu tidak memuaskan. Harapan kami itu bisa diaudit. Dalam rapat itu juga tidak ada keputusan. Sampai sekarang tidak ada pengembalian. Saya tidak ada menerima,” ungkapnya.

Untuk itu, Halason berharap Poldasu segera memeriksa Ferdinan. Agar Ketua KPUM yang sudah 40 tahun memimpin, dapat menjelaskan aset-aset koperasi.

Kasubdit II/Harda Tahbang Ditreskrimum Poldasu membenarkan pihaknya telah memintai keterangan dari sejumlah anggota KPUM. “Ya, tadi ada beberapa anggota KPUM yang kami mintai keterangan,” ujarnya.

Dikatakannya, pihaknya masih terus menghimpun keterangan dari pelapor dan anggota KPUM lainnya. “Kami masih mendalami kasus ini,” tukasnya. (tms/mag-12)

Tidak Mungkin Saya Merusak Nama Baik Sendiri

Pembelaan yang diberikan sejumlah anggota Umum Koperasi Pengangkutan Umum Medan (KPUM) perihal tuduhan seorang anggota KPUM, Halason Rajagukguk atas dugaan penggelapan dana Rp8 miliar disambut baik Ketua Umum KPUM T Ferdinand Simangunsong.

Meski demikian,  ia tetap merasa perlu ikut menjernihkan permasalahan dan membantah tuduhan yang disebutnya tak berdasar itu.

“Tidak mungkin dikorupsi. Ada bendahara, ada sekretaris (yang mengawasi). Ini koperasi, bukan perusahaan pribadi,” tegas Ferdinand kepada Sumut Pos kemarin (26/9).

Ferdinand yang didampingi pengurus KPUM Tahi Nainggolan SH, ketua dewan pengawas Dr Haposan Siallagan SH MH dan pengurus dan anggota lain menegaskan, tidak mungkin dirinya merusak hasil kerja selama puluhan tahun membesarkan koperasi dan merusak nama baik yang dimilikinya selama ini.

Dia menuding orang-orang yang menuduhkan penggelapan itu sebagai orang yang tak becus. “Mereka hanya ingin mempengaruhi orang-orang dan mempengaruhi mental saya,” ujar pria 81 tahun yang lebih dari 50 tahun menggeluti koperasi itu.

Ferdinan kembali mengingat bagaimana ia membangun dan mengembangkan KPUM sejak 1971. Saat itu dia berstatus sebagai anggota DPRD dan dia diminta Walikota Medan Saat itu untuk membenahi KPUM yang berulang kali ditinggal ketuanya. “Saya mewarisi utang Rp38 juta, saya kumpulkan uang dan bayar lunas. Tahun 1998, saya kredit dari BRI untuk membeli SPBU senilai Rp25 juta,” ujarnya mengenang sepenggal perjuangannya membesarkan KPUM.

Ferdinan juga mengungkap perjalanan regenerasi armada KPUM yang semula hanya 124 unit bemo yang berkembang hingga mencapai 6 ribu unit angkot, 4 ribu becak mesin, 500 unti angkutan antar kota dan 200 unit taksi. “Total 17 ribuan orang menggantungkan hidup dari KPUM. Kalau dihitung istri dan satu anak saja, sudah berapa puluh ribu orang yang dihidupi KPUM,” beber Ferdinand.

Tak hanya itu, multiplier effect yang ditimbulkan dari kegiatan KPUM sangat luar biasa dalam menopang perekonomian kota Medan. “Sopir itu hanya sekali makan di rumah, dua kali sehari makan di luar. Dari situ saja, bayangkan berapa ton beras yang habis, berapa ribu liter air, rokok dana lain-lainnya,” ujarnya.

Ditegaskannya, selama ini dia menerapkan manajemen terbuka. Seluruh laporan koperasi selalu dibawa ke dalam Rapat Anggota Tahunan. Sebelumnya, laporan itu telah diperiksa oleh tiga dewan pengawas yang diketuai Dr Haposan Siallagan SH MH. Dari dewan pengawas, laporan bahkan diperiksa oleh akuntan publik independen.

Mengulang penjelasan yang diberikan anggota KPUM, Tahi Nainggolan, beberapa hari lalu, Ferdinand memaparkan kronologis pemungutan iuran Rp2000 yang jadi pangkal permasalahan. Berdasarkan keputusan RAT membahas tahun buku 2006 yang dilaksanakan 1 Juli 2007 di Pardede Hall dan dihadiri sekitar 2 ribuan anggota, diputuskan membangun gedung KPUM di  samping samping SPBU milik koperasi di Jalan Sisingamangaraja Medan. Proyek pembangunan kantor baru itu rencananya berjalan Mei 2012. Sumber dananya diambil dari iuran anggota yang dipungut dari para sopir sebesar Rp2 ribu per hari dalam bentuk Simpanan Wajib Usaha (SWU).

Namun pada RAT KPUM TB 2011 yang diselenggarakan 16 April 2012, ditetapkan 3 butir kesepakatan. Diantaranya, pembangunan gedung sebagai kantor KPUM di Jalan Sisingamangaraja tidak jadi dilaksanakan.  Gedung KPUM tetap di Jalan Rupat dan akan direnovasi sehingga benar-benar layak dan representatif.

Konsekwensinya, SWU yang dihimpun Juli 2007-31 Mei 2012 dikembalikan ke anggota. Perinciannya, Rp1000 per hari per kendaraan untuk anggota melalui simpanan dan Rp1.000 per hari per kendaraan untuk keperluan pendidikan dan kesejahteraan para sopir dan untuk organisasi KPUM.

“Semua itu sudah kita bahas di rapat bersama pengurus, pengawas dan penasehat KPUM. Semua ada di sini. Ini, saya kasih kamu notulen rapat,” ujar Ferdinan sambil memberikan notulen rapat yang terdiri dari 6 lembar.

Untuk memperkuat penjelasannya, Ferdinan turut menyerahkan laporan tahun buku 2011 yang dipertanggungjawabkan dalam RAT KPUM 2012.

Ferdinand kembali memaparkan kalau dana iuran sudah dikembalikan ke anggota. Pembayaran sudah dilakukan sejak Juli. “Iuran dalam bentuk SWU sudah dikembalikan ke sekitar 755 anggota yang nilainya mencapai Rp877 juta sejak Juli 2011,” ujar Ferdinand.

Ferdinand menjamin, semua dana dan iuran anggota dicatatkan dengan rapi di buku laporan yang dibawa dalam setiap RAT. “Ini lihat, ada 71 halaman. Lengkap nama anggota dan jumlah simpanannya,” ujarnya merujuk laporang tahun buku 2011 yang dbawanya.

H Silitonga (50), anggota KPUM yang sebelumnya turut mempertanyakan dana tersebut , membenarkan pengembalian yang dimaksud Ferdinand. “Sesuai kesepakatan RAT, saya sudah menerima pengembaliannya. 50 persen dalam bentuk uang cash dan 50 persen lagi dalam bentuk simpanan,” ujar pria yang sudah 23 tahun menjadi anggota KPUM tersebut
Pelapor Desak Audit Iuran

Sementara itu, penyelidikan kasus dugaan penggelapan dana KPUM terus berlanjut. Selasa (259) lalu, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Poldasu memeriksa 10 saksi yang dibawa Halason Rajagukguk selaku pelapor. Kepada penyidik, Halason dan saksi mendesak dilakukan audit terhadap iuran sopir sebesar Rp2.000 per hari dan aset KPUM.

Saat memberi keterangan di Polda, Halason didampingi 8 saksi yang merupakan anggota KPUM, yakni M Irfan Hasibuan (47), Adesia br Silitonga (64), Sugianto Nainggolan (45), Parsaoran Sinurat (49), Robert Siburian (52), Hotma Sitompul (52), Ari Pangaribuan (47), dan Binsar Sibarani (48).

Binsar Sibarani kepada penyidik Polda mengaku, tidak pernah menerima pengembalian uang iuran, dari Ketua KPUM, Ferdinand. “Dia (Ferdinand) tidak ada mengembalikan uang itu. Sampai sekarang tidak ada saya menerima. Makanya kami pertanyakan, ke mana uang itu,” kata Binsar.

Binsar yang sejak tahun 1988 tercatat sebagai anggota KPUM mengatakan, pernyataan Ferdinan bahwa uang iuran itu telah dibagi kepada semua anggota, sama sekali tidak ada.
Halason Rajagukguk, selaku pelapor kasus ini menambahkan, pada RAT KPUM tanggal 16 April 2011 di Pardede Hall, sejumlah anggota telah mempertanyakan soal kutipan Rp 2.000 per sopir tersebut.

Juga mempertanyakan adanya inventaris yang hilang sejak 2010 sampai 2011. Termasuk menanykan Taksi Matra di bawah KPUM yang sampai saat itu tidak jalan. “Namun, kami tidak menerima jawaban. Malah tiba-tiba rapat itu ditutup dan rapat langsung bubar,” katanya.

Menurut Halason, pihaknya sempat menolak hasil laporan rapat 2011. “Hasil rapat itu tidak memuaskan. Harapan kami itu bisa diaudit. Dalam rapat itu juga tidak ada keputusan. Sampai sekarang tidak ada pengembalian. Saya tidak ada menerima,” ungkapnya.

Untuk itu, Halason berharap Poldasu segera memeriksa Ferdinan. Agar Ketua KPUM yang sudah 40 tahun memimpin, dapat menjelaskan aset-aset koperasi.

Kasubdit II/Harda Tahbang Ditreskrimum Poldasu membenarkan pihaknya telah memintai keterangan dari sejumlah anggota KPUM. “Ya, tadi ada beberapa anggota KPUM yang kami mintai keterangan,” ujarnya.

Dikatakannya, pihaknya masih terus menghimpun keterangan dari pelapor dan anggota KPUM lainnya. “Kami masih mendalami kasus ini,” tukasnya. (tms/mag-12)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/