Haji Jadi Barang Rebutan
Siapa bilang rakyat Indonesia miskin? Buktinya, setiap tahun antrean ibadah haji hingga mencapai puluhan tahun. Untuk tahun ini, daftar antre dengan setor dimuka Rp25 juta pun, berjubel-jubeln
Bahkan ada yang rela merogoh kantong tiga kali lipat dari jumlah itu agar tidak usah antre. Begitu daftar, berangkat. Ini Model jalur nonkuota. Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) pun menangguk laba dari hasrat warga menjalankan perintah agama.
Tragisnya, banyak usaha jasa pemberangkatan yang asal-asalnya. Banyak kasus gagal memberangkatkan, ada juga yang bisa memberangkatkan namun jamaah di Makkah tak terurus, misalnya bingung mendapatkan pemondokan.
“Banyak yang ngaku-ngaku bisa memberangkatkan, tapi ternyata tidak. Ini soal penegakkan hukum. Mestinya pemerintah tegas menindak. Kasihan masyarakat, mereka tak tahu mana travel yang sudah dapat izin dan mana yang belum. Masyarakat yang ingin cepat berangkat seolah mendapat angin surga, tapi malah tertipu,” ujar anggota DPR asal Sumut, Iskan Qolba Lubis, kepada Sumut di Jakarta, pekan lalu.
Ketum PB Nahdlatul Ulama (NU) Said Aqil Siradj pernah mensinyalir, penipuan jamaah haji melibatkan oknum pegawai-pegawai di Kementerian Agama (Kemenag) dengan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
Iskan Qolba, mantan anggota Komisi VIII DPR yang mengurus masalah haji dan kini di Komisi IX DPR itu, juga menyorot kinerja kemenag. Untuk jamaah haji reguler, yang kuota, juga dimenej secara tidak bagus oleh kementerian yang kini dipimpin Suryadharma Ali itu.
Ambil contoh soal uang BPIH sebesar Rp25 juta itu. “Katanya harus langsung setor agar nantinya dapat kursi, tapi ternyata banyak yang tak berangkat-berangkat. Uang Rp25 juta, selama 10 tahun, dengan inflasi rata-rata 6 persen per tahun, coba berapa kerugian yang diderita bagi yang gagal berangkat itu? Calon jemaah menjadi panik. Ibadah haji jadi barang rebutan. Kondisi ini dianggap pasar dan menjadi ajang bisnis,” cetus politisi PKS itu.
Dia menyebut, dana haji yang ada di kemenag saat ini sekitar Rp40 triliun. Namun, lanjutnya, tidak dikelola dengan baik. Pelayanan haji tetap saja buruk, pemondokan di Tanah Suci juga masih saja menjadi masalah utama.
“Pemondokan jauh, mau ke masjid harus naik taksi, tapi malah ditipu sopir taksi di Arab Saudi. Capek dan meninggal di sana,” ujarnya.
Pemondokan jauh karena tak mampu bayar pemondokan yang dekat, yang tentunya lebih mahal. “Ini karena duit yang dikelola kemenag tak efisien. Dari Rp40 trilun itu, yang kembali ke jamaah hanya Rp1 triliun. Itu hanya berapa persennya? Kemana uang itu?” sergah Iskan, yang di Komisi IX DPR bekutat dengan masalah anggaran.
Suara keras pernah disampaikan Ketua DPR RI Marzuki Alie. Dia menggulirkan wacana agar pemerintah Indonesia menghentikan sementara (moratorium) pemberangkatan jemaah haji.
Ini agar ada waktu menyiapkan model pelayanan yang baik dan manusiawi kepada jamaah haji. “Keluhan jemaah dan masalah yang timbul masih itu-itu saja. Hak-hak para jemaah haji yang telah membayar BPIH selalu saja tidak bisa dipenuhi sesuai haknya,” kata Marzuki.
Soal keberadaan travel haji nakal pun jadi sorotan. Setidaknya cukup banyak calon haji yang jadi korban. Pada 2010 tercatat 120 orang calon Haji Plus dari berbagai daerah di Sumut gagal berangkat. Mereka mendatangi Kantor Azizi Kencana Wisata Tour dan Travel Jalan Sutomo Simpang Jalan Bambu II Kecamatan Medan Timur menuntut agar uang yang telah dilunasi segera dikembalikan. Tak belajar dari pengalaman, pada 2012 kejadian sama terulang, travel pemberangkatan haji tersebut tak mampu memberangkatkan 70 orang calon Haji Plus.
Terkait dengan itu, Kriminolog Prof Edi Warman menganggap kedua lembaga yang bertanggung jawab dalam hal ini yakni Kemenag dan kepolisian. “Seharusnya kedua lembaga ini menanggapi serius serta mengusut proses percaloan dengan modus penipuan terhadap calon jamaah haji ini. Kenapa kedua lembaga ini tidak mencabut saja izinnya? Karena keberadaan mereka (travel) penipu ini sudah sangat meresahkan dan merugikan masyarakat,”tegasnya.
Masih menurut Edi, jika tidak segera ditutup, maka praktik penipuan yang merugikan masyarakat akan terus terjadi. Selain itu dia juga mengatakan kedua lembaga Depag dan Kepolisian yang tidak mengusut tuntas praktik penipuan bisa dituntut secara pidana.
“Karena dikualitisir melakukan delik Olisi atau pembiaran bisa saja kedua lembaga ini dituntut secara pidana. Untuk itu maka kedua lembaga ini harus bisa mengambil timdakan tegas sebelum datang korban-korban selanjutnya,” ujar Edi Warman mengakhiri. (sam/far/uma)