PIDIE- Calon legislator (Caleg) Partai Nasional Aceh (PNA) Kabupaten Pidie, Tengku Muhammad Zainal Abidin alias Cek Gu tewas ditembak pada Jumat (26/4) dini hari. Jenazah korban ditemukan di dalam sungai bersama mobil Toyota Avanza bernomor polisi BK 1690 QG. Saat ditemukan korban berada di jok belakang sopir.
Politisi berusia 32 tahun itu sebelum penembakan baru saja pulang dari Aceh Tamiang. Kemudian, menjelang magrib, dia pulang ke rumah orang tuanya di Gampong Waido, Peukan Baru, Pidie. Sekitar pukul 22.00 WIB, Zainal sempat ngopi di warung desa, dan terlibat percakapan telepon dengan seseorang, kemudian ia pergi. “Pukul 7 lewat, kami dapat informasi, Cek Gu kena musibah,” ujar Zaini.
Akibat penembakan tersebut, korban mengalami luka tembak di bagian belakang kepala satunya tembus pada bagian pipi kanan, dan satu luka tidak tembus dengan kedalaman 2 sentimeter. Luka juga ditemukan pada bagian rusuk kiri dengan kedalaman 2 sentimeter.
Kepala Kepolisian Resor Pidie AKBP Dumadi mengatakan polisi sudah memeriksa empat saksi terkait kasus penembakan calon legislator dari Partai Nasional Aceh tersebut.
“Kami akan terus mengembangkan kasus tersebut,” ujarnya kepada wartawan, Sabtu (27/4).
Dia menambahkan tim kepolisian dari Polda juga sudah turun ke kabupaten Pidie untuk pengembangan dari kasus penembakan tersebut. Hingga saat ini polisi baru menemukan satu selonsong peluru didalam mobil korban, dan selonsong peluru tersebut diduga jenis pistol FN.
Pengurus Dewan Perwakilan Wilayah Partai Nasional Aceh Pidie mengaku amat berduka dengan kejadian tersebut. Namun Partai Nasional Aceh terus menguatkan barisan bersama anggota dan simpatisan partai lainnya untuk tidak gentar menghadapi tantangan ini. “Kami tidak gentar dengan serangan itu, meski kami juga masih berduka,” ujar Ketua DPW PNA Pidie Zaini.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh Mustiqlal Saputra mengatakan kekerasan menjelang hajatan politik di Aceh terus berulang. Kasus terakhir adalah tewasnya Tengku Muhammad Zainal Abidin alias Cek Gu. “Kekerasan yang terus berulang akibatkan penegakan hukum yang lemah,” katanya, Sabtu (27/4).
Dia menambahkan pada pemilu pertama pasca damai, aksi-aksi kekerasan juga marak terjadi antara peserta pemilu. Ia mencontohkan pembakaran mobil tim sukses salah satu kandidat. Begitu juga halnya dalam pemilu tahun 2009, satu pendukung salah satu partai politik di Aceh tewas.
Sebelumnya, Minggu (21/4) lalu, seorang anggota legislator perempuan dari Partai Nasional Aceh, Kabupaten Aceh Besar, juga mendapat ancaman dari mantan anggota GAM yang kini bergabung dengan Partai Aceh. Caleg itu diancam agar mundur dan ditakuti dengan kata-kata: “masih ada perintah tembak untuk pengkhianat”.
Sebutan pengkhianat tersebut dimaksudkan kepada orang yang pernah menjadi anggota atau berhubungan dengan GAM, tapi tidak bergabung dengan Partai Aceh, melainkan masuk ke Partai Nasional Aceh (PNA), bentukan mantan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. (net/jpnn)