26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Ibu Banyak Konsumsi Obat, Bayi Lahir Berkepala Dua

CILACAP- Bayi berkepala dua lahir di Rumah Sakit Bersalin (RSB) Duta Mulya Majenang Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Bayi berjenis kelamin laki-laki tersebut lahir sehat. Diduga sang ibu terlalu banyak mengonsumsi obat saat lahir. Bayi yang belum diberi nama ini pun menjadi bayi kepala dua ketiga yang lahir di Indonesia.

Direktur RSB Duta Mulya Majenang, dr Tatang Mulyana, SpOG mengatakan bayi tersebut lahir pada Rabu malam (26/6) pukul 21.25 WIB melalui operasi caesar. Bayi ini adalah anak pasangan Usman dan Munjiah warga Purwosari Kecamatan Wanareja, Cilacap. “Lahir sehat. Panjang tubuh 46 centimeter dan berat 4,2 kilogram,” katanya, Kamis (27/6).

Tatang menjelaskan, bayi tersebut memiliki kelainan yang dalam bahasa medis disebut dicephalus paragus conjoined twins, yaitu kembar mulai dari kepala hingga leher. “Tetapi bukan kembar siam. Sebab bayi ini hanya memiliki satu organ dalam, termasuk leher. Tangan dan kaki juga sepasang,” jelasnya.

Bayi berkepala dua, menurut Tatang, sangat langka dengan perbandingan 200 ribu kelahiran berbanding satu. Di Indonesia, riwayat kelahiran bayi berkepala dua hanya terjadi dua kali, yakni di tahun 2009 dan 2012. Kelahiran bayi berkepala dua di Majenang ini adalah yang ketiga.

Secara medis, kelainan ini disebabkan mutasi genetik saat janin berusia dua pekan. Saat itu terjadi proses pembelahan. Namun karena beberapa faktor, proses tersebut berhenti yang akhirnya hanya membelah di kepala. “Ada faktor eksternal. Mungkin si ibu mengonsumsi obat-obatan,” jelas Tatang.

Sejarah medis mencatat bayi berkepala dua hanya 40 persen saja yang hidup sampai hitungan tahun. Lebih kecil lagi prosentase yang bisa bertahan hidup hingga usia dewasa. “60 persen bayi berkepala dua meninggal sesaat setelah lahir, atau saat masih bayi,” kata dr Tatang.

Untuk penanganan lebih lanjut, bayi itu akan dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Sardjito, Jogjakarta. Namun hal ini tergantung pada kesiapan kedua orangtua bayi.

“Proses kelahiran ini dibiayai dari Jaminan Persalinan (Jampersal). Kalau dirujuk ke Jogjakarta bagaimana kami akan membiayainya?” ujar sang ayah, Usman (36).

Malah diakui Usman, tidak hanya biaya perawatan yang membuat bingung keluarga karena untuk atasi tagihan selama menunggui bayinya di rumah sakit pun Usman mengaku sudah tidak sanggup. Sehari-harinya, Usman bekerja sebagai tukang kayu. Jika sedang ada yang membutuhkan jasanya, dia biasa dibayar Rp30 ribu per hari. “Tapi kalau ada yang sedang membutuhkan tenaga saya. Seringnya tidak ada,” ujarnya.

Usman menambahkan, dalam keluarganya tidak ada riwayat bayi kembar. Begitu pun dari keluarga ibu si bayi, Munjiah (27). Saat ini Munjiah masih dalam tahap pemulihan di Rumah Sakit Bersalin (RSB) Duta Mulya Majenang. Sementara sang bayi dirawat intensif oleh dokter spesialis anak di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Majenang.

Sementara Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Majenang, drg Dewi Marhaeni mengatakan setelah dilakukan observasi di RSB Duta Mulya, Dokter Spesialis Anak RSUD Majenang segera melakukan observasi mendalam sekaligus untuk memastikan kesiapan perjalanan jauh ke RSUP Jogjakarta. “Segalanya harus disiapkan karena harus menempuh perjalanan setidaknya tujuh jam perjalanan,” terang Dewi. (ald/wid)

CILACAP- Bayi berkepala dua lahir di Rumah Sakit Bersalin (RSB) Duta Mulya Majenang Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Bayi berjenis kelamin laki-laki tersebut lahir sehat. Diduga sang ibu terlalu banyak mengonsumsi obat saat lahir. Bayi yang belum diberi nama ini pun menjadi bayi kepala dua ketiga yang lahir di Indonesia.

Direktur RSB Duta Mulya Majenang, dr Tatang Mulyana, SpOG mengatakan bayi tersebut lahir pada Rabu malam (26/6) pukul 21.25 WIB melalui operasi caesar. Bayi ini adalah anak pasangan Usman dan Munjiah warga Purwosari Kecamatan Wanareja, Cilacap. “Lahir sehat. Panjang tubuh 46 centimeter dan berat 4,2 kilogram,” katanya, Kamis (27/6).

Tatang menjelaskan, bayi tersebut memiliki kelainan yang dalam bahasa medis disebut dicephalus paragus conjoined twins, yaitu kembar mulai dari kepala hingga leher. “Tetapi bukan kembar siam. Sebab bayi ini hanya memiliki satu organ dalam, termasuk leher. Tangan dan kaki juga sepasang,” jelasnya.

Bayi berkepala dua, menurut Tatang, sangat langka dengan perbandingan 200 ribu kelahiran berbanding satu. Di Indonesia, riwayat kelahiran bayi berkepala dua hanya terjadi dua kali, yakni di tahun 2009 dan 2012. Kelahiran bayi berkepala dua di Majenang ini adalah yang ketiga.

Secara medis, kelainan ini disebabkan mutasi genetik saat janin berusia dua pekan. Saat itu terjadi proses pembelahan. Namun karena beberapa faktor, proses tersebut berhenti yang akhirnya hanya membelah di kepala. “Ada faktor eksternal. Mungkin si ibu mengonsumsi obat-obatan,” jelas Tatang.

Sejarah medis mencatat bayi berkepala dua hanya 40 persen saja yang hidup sampai hitungan tahun. Lebih kecil lagi prosentase yang bisa bertahan hidup hingga usia dewasa. “60 persen bayi berkepala dua meninggal sesaat setelah lahir, atau saat masih bayi,” kata dr Tatang.

Untuk penanganan lebih lanjut, bayi itu akan dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Sardjito, Jogjakarta. Namun hal ini tergantung pada kesiapan kedua orangtua bayi.

“Proses kelahiran ini dibiayai dari Jaminan Persalinan (Jampersal). Kalau dirujuk ke Jogjakarta bagaimana kami akan membiayainya?” ujar sang ayah, Usman (36).

Malah diakui Usman, tidak hanya biaya perawatan yang membuat bingung keluarga karena untuk atasi tagihan selama menunggui bayinya di rumah sakit pun Usman mengaku sudah tidak sanggup. Sehari-harinya, Usman bekerja sebagai tukang kayu. Jika sedang ada yang membutuhkan jasanya, dia biasa dibayar Rp30 ribu per hari. “Tapi kalau ada yang sedang membutuhkan tenaga saya. Seringnya tidak ada,” ujarnya.

Usman menambahkan, dalam keluarganya tidak ada riwayat bayi kembar. Begitu pun dari keluarga ibu si bayi, Munjiah (27). Saat ini Munjiah masih dalam tahap pemulihan di Rumah Sakit Bersalin (RSB) Duta Mulya Majenang. Sementara sang bayi dirawat intensif oleh dokter spesialis anak di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Majenang.

Sementara Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Majenang, drg Dewi Marhaeni mengatakan setelah dilakukan observasi di RSB Duta Mulya, Dokter Spesialis Anak RSUD Majenang segera melakukan observasi mendalam sekaligus untuk memastikan kesiapan perjalanan jauh ke RSUP Jogjakarta. “Segalanya harus disiapkan karena harus menempuh perjalanan setidaknya tujuh jam perjalanan,” terang Dewi. (ald/wid)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/