26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Muhammadiyah Desak Densus Bebaskan Anggotanya

JAKARTA – Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menilai Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri salah tangkap terhadap seseorang yang dicurigai pelaku terorisme di Tulungagung. Dua orang yang dibekuk hidup-hidup adalah pengurus Muhammadiyah Tulungangung dan bukan termasuk anggota jaringan teroris.

PERIKSA: Petugas Polrestabes Surabaya, memeriksa sebuah truk  melintas  Bundaran Waru, Surabaya, terkait teroris, Senin malam (22/7) lalu.//ANDY SATRIA/RADAR SURABAYA
PERIKSA: Petugas Polrestabes Surabaya, memeriksa sebuah truk yang melintas di Bundaran Waru, Surabaya, terkait teroris, Senin malam (22/7) lalu.//ANDY SATRIA/RADAR SURABAYA

‘’Pak Din (Din Syamsuddin, ketua umum PP Muhammadiyah) memberikan perintah agar kedua saudara kami dibela dan diadvokasi karena mereka bukan teroris,” ujar pengurus Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah Mustofa Nahrawardaya, kemarin (27/7).

Dua orang itu adalah Sapari dan Mugi Hartanto. Mereka ikut dibekuk Densus 88 bahkan diumumkan sebagai bagian dari jaringan teroris Poso. “ Pak Din masih di Jepang, tapi beliau menelepon dan memonitor terus perkembangannya,” kata Mustofa.

Sapari dan Mugi tercatat sebagai warga sekaligus pengurus cabang Muhammadiyah di kecamatan Pagerwojo, Tulungagung. Dari keterangan tim advokasi PW Muhammadiyah Jawa Timur yang sudah turun ke tempat kejadian perkara, munculnya keyakinan Sapari dan Mugi menjadi korban salah tangkap.

“Dari dua orang ini, yang menjadi korban paling parah adalah Pak Mugi Hartanto. Beliau bahkan tidak memiliki sangkut-paut apapun dengan kedua tamu ini, dia hanya kebetulan beberapa saat sebelum kejadian penggerebekan dimintai tolong untuk mengantar Rizal dan Dayat,” kata Mustofa.

Demikian juga dengan Sapari. Meski menjadi tuan rumah dan berinteraksi aktif dengan Rizal, salah satu terduga kasus terorisme, perangkat dibagian Kepala Urusan (Kaur) Kesra Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo ini tidak mengenali latar belakang mubaligh tamunya tersebut selama tiga bulan tinggal dan beraktivitas di Masjid Al Jihad maupun perguruan yang dikelola Aisyah. “Selama di desa itu pak Sapari juga tidak pernah menyembunyikan Rizal. Mubalig tamu ini beraktivitas secara terbuka dan berinteraksi dengan masyarakat secara wajar, bahkan kamar tempatnya mondok (menginap) juga tidak pernah dikunci,”katanya.

Namun, sejak kedua pengurus cabang Muhammadiyah Kecamatan Pagerwojo itu ditangkap dan dikait-kaitkan dengan terorisme, tim pengacara dari Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah Provinsi Jatim sampai saat ini belum bisa bertemu dan bertatap muka langsung. Pihak Polda Jatim dan Polres Tulungagung bahkan terkesan saling lempar informasi setiap kali ditanya perwakilan advokat yang ditunjuk PW Muhammadiyah Jatim. “Kita tidak bisa membiarkan kezaliman ini. Secara khusus akan kita sampaikan surat ke Kapolri dengan tembusan pada Presiden,” kata Mustofa.

Densus memang memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga terlibat kegiatan terorisme selama tujuh hari sejak penangkapan. Namun, jika ada data valid bahwa orang yang ditangkap tak terlibat, harus dilepaskan. “Kita tunggu sampai Senin (29/7) untuk mengetahui hasil pemeriksaan mereka, apakah saudara-saudara kita (Sapari dan Mugi Hartanto) terlibat (terorisme) atau tidak. Kalau tidak, otomatis akan langsung dilepas oleh Densus,” katanya.

Pihaknya bertekad untuk terus melakukan pendampingan hukum kepada kedua warga Muhammadiyah tersebut, termasuk apabila polisi bersikeras menetapkan keduanya sebagai tersangka dalam kasus terorisme. ”Kami akan dampingi sampai di pengadilan untuk memastikan hak-hak hukum serta HAM kedua warga kami terlindungi,” tegasnya.

Seperti diketahui, Sapari dan Mugi Hartanto ditangkap Densus 88 Antiteror saat dilakukannya operasi penggerebekan disertai penembakan di depan warung kopi Jalan Pahlawan, Kota Tulungagung, Senin (22/7) lalu.

Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Agus Rianto mengaku belum bisa memberi kepastian apakah kedua tersangka teroris itu benar warga Muhammadiyah atau bukan. “Saat ini masih dilakukan pengembangan oleh tim penyidik,” katanya. (rdl/agm/jpnn)
Mantan Kabidhumas Polda Papua itu menjelaskan, dalam waktu seminggu dari penangkapan atau Senin besok, akan dibeber peranan masing-masing tersangka. “ Mohon sabar,” katanya.(rdl/agm/jpnn)

JAKARTA – Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menilai Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri salah tangkap terhadap seseorang yang dicurigai pelaku terorisme di Tulungagung. Dua orang yang dibekuk hidup-hidup adalah pengurus Muhammadiyah Tulungangung dan bukan termasuk anggota jaringan teroris.

PERIKSA: Petugas Polrestabes Surabaya, memeriksa sebuah truk  melintas  Bundaran Waru, Surabaya, terkait teroris, Senin malam (22/7) lalu.//ANDY SATRIA/RADAR SURABAYA
PERIKSA: Petugas Polrestabes Surabaya, memeriksa sebuah truk yang melintas di Bundaran Waru, Surabaya, terkait teroris, Senin malam (22/7) lalu.//ANDY SATRIA/RADAR SURABAYA

‘’Pak Din (Din Syamsuddin, ketua umum PP Muhammadiyah) memberikan perintah agar kedua saudara kami dibela dan diadvokasi karena mereka bukan teroris,” ujar pengurus Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah Mustofa Nahrawardaya, kemarin (27/7).

Dua orang itu adalah Sapari dan Mugi Hartanto. Mereka ikut dibekuk Densus 88 bahkan diumumkan sebagai bagian dari jaringan teroris Poso. “ Pak Din masih di Jepang, tapi beliau menelepon dan memonitor terus perkembangannya,” kata Mustofa.

Sapari dan Mugi tercatat sebagai warga sekaligus pengurus cabang Muhammadiyah di kecamatan Pagerwojo, Tulungagung. Dari keterangan tim advokasi PW Muhammadiyah Jawa Timur yang sudah turun ke tempat kejadian perkara, munculnya keyakinan Sapari dan Mugi menjadi korban salah tangkap.

“Dari dua orang ini, yang menjadi korban paling parah adalah Pak Mugi Hartanto. Beliau bahkan tidak memiliki sangkut-paut apapun dengan kedua tamu ini, dia hanya kebetulan beberapa saat sebelum kejadian penggerebekan dimintai tolong untuk mengantar Rizal dan Dayat,” kata Mustofa.

Demikian juga dengan Sapari. Meski menjadi tuan rumah dan berinteraksi aktif dengan Rizal, salah satu terduga kasus terorisme, perangkat dibagian Kepala Urusan (Kaur) Kesra Desa Penjor, Kecamatan Pagerwojo ini tidak mengenali latar belakang mubaligh tamunya tersebut selama tiga bulan tinggal dan beraktivitas di Masjid Al Jihad maupun perguruan yang dikelola Aisyah. “Selama di desa itu pak Sapari juga tidak pernah menyembunyikan Rizal. Mubalig tamu ini beraktivitas secara terbuka dan berinteraksi dengan masyarakat secara wajar, bahkan kamar tempatnya mondok (menginap) juga tidak pernah dikunci,”katanya.

Namun, sejak kedua pengurus cabang Muhammadiyah Kecamatan Pagerwojo itu ditangkap dan dikait-kaitkan dengan terorisme, tim pengacara dari Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah Provinsi Jatim sampai saat ini belum bisa bertemu dan bertatap muka langsung. Pihak Polda Jatim dan Polres Tulungagung bahkan terkesan saling lempar informasi setiap kali ditanya perwakilan advokat yang ditunjuk PW Muhammadiyah Jatim. “Kita tidak bisa membiarkan kezaliman ini. Secara khusus akan kita sampaikan surat ke Kapolri dengan tembusan pada Presiden,” kata Mustofa.

Densus memang memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga terlibat kegiatan terorisme selama tujuh hari sejak penangkapan. Namun, jika ada data valid bahwa orang yang ditangkap tak terlibat, harus dilepaskan. “Kita tunggu sampai Senin (29/7) untuk mengetahui hasil pemeriksaan mereka, apakah saudara-saudara kita (Sapari dan Mugi Hartanto) terlibat (terorisme) atau tidak. Kalau tidak, otomatis akan langsung dilepas oleh Densus,” katanya.

Pihaknya bertekad untuk terus melakukan pendampingan hukum kepada kedua warga Muhammadiyah tersebut, termasuk apabila polisi bersikeras menetapkan keduanya sebagai tersangka dalam kasus terorisme. ”Kami akan dampingi sampai di pengadilan untuk memastikan hak-hak hukum serta HAM kedua warga kami terlindungi,” tegasnya.

Seperti diketahui, Sapari dan Mugi Hartanto ditangkap Densus 88 Antiteror saat dilakukannya operasi penggerebekan disertai penembakan di depan warung kopi Jalan Pahlawan, Kota Tulungagung, Senin (22/7) lalu.

Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Agus Rianto mengaku belum bisa memberi kepastian apakah kedua tersangka teroris itu benar warga Muhammadiyah atau bukan. “Saat ini masih dilakukan pengembangan oleh tim penyidik,” katanya. (rdl/agm/jpnn)
Mantan Kabidhumas Polda Papua itu menjelaskan, dalam waktu seminggu dari penangkapan atau Senin besok, akan dibeber peranan masing-masing tersangka. “ Mohon sabar,” katanya.(rdl/agm/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/