25 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Bahas Keuntungan, Paripurna DPR Ricuh

JAKARTA- Ada-ada saja ulah anggota Dewan Perwakilan Rakyat di tahun terakhir pengabdian mereka kepada rakyat. Saat rapat paripurna ke-17 dengan agenda laporan Komisi Energi atas pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kebijakan Energi Nasional, Selasa (28/1) kemarin, rapat ini dihujani interupsi dari peserta rapat, sehingga memicu kericuhan.

Rapat yang dihadiri 312 orang anggota Dewan ini awalnya berjalan lancar. Rapat dimulai pada pukul 11.00 WIB. Interupsi mulai bermunculan ketika Ketua Komisi Energi Sutan Bhatoegana membacakan hasil pembahasan rancangan beleid.

Interupsi pertama datang dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Anggota Dewan dari Fraksi PDIPn
Dolfie Dondokambey, menanyakan pasal dalam RPP yang memuat frasa “keuntungan bagi negara”. Ia menilai terminologi dari pemilihan kata tersebut tidak jelas merujuk pada apa.

“Selama ini kalau kaitannya dengan negara dan kebijakan nasional, ya, dijelaskan sebagai penerimaan negara atau peningkatan penerimaan negara. Ada dasarnya ke Undang-Undang Keuangan Negara,” ujarnya.

Dolfie menyarankan agar kata “keuntungan” tersebut diganti penjelasan soal penerimaan negara. Ia khawatir keuntungan pada pasal dimaksud merujuk pada pihak swasta.

Sutan Bhatoegana tak memberi penjelasan yang tegas mengenai masalah ini. Ia justru mengelak dengan menuduh para anggota Dewan ingin membongkar-bongkar lagi pembahasan yang sudah dilakukan di Komisi Energi. “Seharusnya kawan-kawan yang mempertanyakan minta penjelasan dari rekan fraksinya di Komisi VII,” ujar dia.

Karena dianggap tak memberi jawaban yang memuaskan, sidang paripurna yang dipimpin oleh Sohibul Imam memutuskan agar pemerintah, anggota fraksi, dan Komisi Energi melakukan lobi. “Sementara rapat diskors selama lima menit untuk lobi-lobi,” ujar Sohibul.

Lobi awalnya dilakukan di mimbar sidang. Namun lima menit berlalu, terjadi keributan. Bahkan, pemerintah yang diwakili Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik terlihat berteriak-teriak. Tak begitu jelas ia membicarakan apa. Yang terdengar hanya kata-kata pengusaha dan keuntungan negara. Saat ini lobi dilanjutkan di ruang tertutup.

Setelah melewati perdebatan panjang, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) disetujui anggota dewan. RPP ini diharapkan menjadi regulasi dalam mengatur kebutuhan energi nasional yang kian meningkat.

“Apakah dapat disetujui,” ujar pimpinan rapat paripurna, Sohibul Iman. Anggota dewan yang hadir sepakat menyatakan persetujuannya.

Dalam laporan akhir, Ketua Komisi VII Sutan Bhatoegana mengatakan meningkatnya kebutuhan energi nasional membuat perlunya kehati-hatian dalam pengelolaan sumber daya alam. Meski Indonesia memiliki energi sumber daya alam yang melimpah, namun pengelolaannya belum dilakukan secara optimal.

Menurutnya, permasalahan pengelolaan energi masih menemui kendala. Misalnya, rendahnya investasi, rendahnya penguasaan teknologi, terbatasnya anggaran dalam negeri, serta rendahnya akses masyarakat terhadap energi.

“Melihat permasalahan tersebut, pemerintah harus melakukan pengelolaan energi dalam rangka mewujudkan kebijakan energi nasional. Oleh karena itu pemanfaatan energi fosil dan non fosil harus efektif,” ujarnya.

Dikatakan  Sutan, perkiraan energi nasional perlu diimbangi dengan pasokan energi di masa yang akan datang hingga 2050. Menurutnya, proyeksi pertumbuhan energi ditandai dengan besarnya pasokan energi. Misal, meminimalisir pemanfaatan Bahan Bakar Minyak (BBM), memanfaatkan gas dan batubara. Strategi tersebut, kata Sutan, digunakan dalam rangka memenuhi kebutuhan energi.

“Dengan memperhatikan itu akan menghasilkan energi yang optimal,” katanya.

Meski demikian, Sutan berpandangan masih diperlukannya subsidi energi bagi masyarakat. Selain itu, diperlukan kemudahan fiskal dan non fiskal bagi penyedia energi. Menurutnya, regulasi terhadap panas bumi dilakukan agar terdapat kepastian nilai ekonomi yang ujungnya mampu meningkatkan investasi.

“Dengan melakukan pembahasan intensif dengan dewan energi nasional, maka Komisi VII menyetujui rancangan regulasi kebijakan ini dijadikan kebijakan energi nasional,” katanya.

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengaku senang atas  disetujuinya RPP tersebut. Menurutnya, RPP KEN menjadi titik penting dalam perjalanan bangsa. Pasalnya, Indonesia telah memiliki KEN definitif yang telah disepakati dan disetujui DPR.

“Dengan demikian seluruh program bidang energi harus mengacu dan berpenjuru pada kebijakan energi nasional,” ujarnya.

Menurut Jero, sebelumnya Indonesia telah memiliki kebijakan. Namun kebijakan energi yang lama itu perlu disempurnakan hingga 2050. Dalam KEN terdapat prinsip dasar yang intinya mengurangi ketergantungan terhadap minyak. Dengan begitu, kebijakan energi nasional diubah. Semula, 49 persen energi bergantung pada minyak. Namun, kini ketergantungan terhadap minyak menjadi 23 persen. (bbs/jpnn)

JAKARTA- Ada-ada saja ulah anggota Dewan Perwakilan Rakyat di tahun terakhir pengabdian mereka kepada rakyat. Saat rapat paripurna ke-17 dengan agenda laporan Komisi Energi atas pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kebijakan Energi Nasional, Selasa (28/1) kemarin, rapat ini dihujani interupsi dari peserta rapat, sehingga memicu kericuhan.

Rapat yang dihadiri 312 orang anggota Dewan ini awalnya berjalan lancar. Rapat dimulai pada pukul 11.00 WIB. Interupsi mulai bermunculan ketika Ketua Komisi Energi Sutan Bhatoegana membacakan hasil pembahasan rancangan beleid.

Interupsi pertama datang dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Anggota Dewan dari Fraksi PDIPn
Dolfie Dondokambey, menanyakan pasal dalam RPP yang memuat frasa “keuntungan bagi negara”. Ia menilai terminologi dari pemilihan kata tersebut tidak jelas merujuk pada apa.

“Selama ini kalau kaitannya dengan negara dan kebijakan nasional, ya, dijelaskan sebagai penerimaan negara atau peningkatan penerimaan negara. Ada dasarnya ke Undang-Undang Keuangan Negara,” ujarnya.

Dolfie menyarankan agar kata “keuntungan” tersebut diganti penjelasan soal penerimaan negara. Ia khawatir keuntungan pada pasal dimaksud merujuk pada pihak swasta.

Sutan Bhatoegana tak memberi penjelasan yang tegas mengenai masalah ini. Ia justru mengelak dengan menuduh para anggota Dewan ingin membongkar-bongkar lagi pembahasan yang sudah dilakukan di Komisi Energi. “Seharusnya kawan-kawan yang mempertanyakan minta penjelasan dari rekan fraksinya di Komisi VII,” ujar dia.

Karena dianggap tak memberi jawaban yang memuaskan, sidang paripurna yang dipimpin oleh Sohibul Imam memutuskan agar pemerintah, anggota fraksi, dan Komisi Energi melakukan lobi. “Sementara rapat diskors selama lima menit untuk lobi-lobi,” ujar Sohibul.

Lobi awalnya dilakukan di mimbar sidang. Namun lima menit berlalu, terjadi keributan. Bahkan, pemerintah yang diwakili Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik terlihat berteriak-teriak. Tak begitu jelas ia membicarakan apa. Yang terdengar hanya kata-kata pengusaha dan keuntungan negara. Saat ini lobi dilanjutkan di ruang tertutup.

Setelah melewati perdebatan panjang, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) disetujui anggota dewan. RPP ini diharapkan menjadi regulasi dalam mengatur kebutuhan energi nasional yang kian meningkat.

“Apakah dapat disetujui,” ujar pimpinan rapat paripurna, Sohibul Iman. Anggota dewan yang hadir sepakat menyatakan persetujuannya.

Dalam laporan akhir, Ketua Komisi VII Sutan Bhatoegana mengatakan meningkatnya kebutuhan energi nasional membuat perlunya kehati-hatian dalam pengelolaan sumber daya alam. Meski Indonesia memiliki energi sumber daya alam yang melimpah, namun pengelolaannya belum dilakukan secara optimal.

Menurutnya, permasalahan pengelolaan energi masih menemui kendala. Misalnya, rendahnya investasi, rendahnya penguasaan teknologi, terbatasnya anggaran dalam negeri, serta rendahnya akses masyarakat terhadap energi.

“Melihat permasalahan tersebut, pemerintah harus melakukan pengelolaan energi dalam rangka mewujudkan kebijakan energi nasional. Oleh karena itu pemanfaatan energi fosil dan non fosil harus efektif,” ujarnya.

Dikatakan  Sutan, perkiraan energi nasional perlu diimbangi dengan pasokan energi di masa yang akan datang hingga 2050. Menurutnya, proyeksi pertumbuhan energi ditandai dengan besarnya pasokan energi. Misal, meminimalisir pemanfaatan Bahan Bakar Minyak (BBM), memanfaatkan gas dan batubara. Strategi tersebut, kata Sutan, digunakan dalam rangka memenuhi kebutuhan energi.

“Dengan memperhatikan itu akan menghasilkan energi yang optimal,” katanya.

Meski demikian, Sutan berpandangan masih diperlukannya subsidi energi bagi masyarakat. Selain itu, diperlukan kemudahan fiskal dan non fiskal bagi penyedia energi. Menurutnya, regulasi terhadap panas bumi dilakukan agar terdapat kepastian nilai ekonomi yang ujungnya mampu meningkatkan investasi.

“Dengan melakukan pembahasan intensif dengan dewan energi nasional, maka Komisi VII menyetujui rancangan regulasi kebijakan ini dijadikan kebijakan energi nasional,” katanya.

Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengaku senang atas  disetujuinya RPP tersebut. Menurutnya, RPP KEN menjadi titik penting dalam perjalanan bangsa. Pasalnya, Indonesia telah memiliki KEN definitif yang telah disepakati dan disetujui DPR.

“Dengan demikian seluruh program bidang energi harus mengacu dan berpenjuru pada kebijakan energi nasional,” ujarnya.

Menurut Jero, sebelumnya Indonesia telah memiliki kebijakan. Namun kebijakan energi yang lama itu perlu disempurnakan hingga 2050. Dalam KEN terdapat prinsip dasar yang intinya mengurangi ketergantungan terhadap minyak. Dengan begitu, kebijakan energi nasional diubah. Semula, 49 persen energi bergantung pada minyak. Namun, kini ketergantungan terhadap minyak menjadi 23 persen. (bbs/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/